Jumat, 10 Desember 2010

TEKNOLOGI INDONESIA DI POSISI TERBAWAH

Pendidikan Lampost : Jum'at, 10 Desember 2010

BANDAR LAMPUNG (Lampost): United Nations Development Programme (UNDP) menyatakan Indonesia menempati peringkat terbawah pencapaian teknologi, akibat minimnya riset yang berorientasi paten.

Demikian dikatakan Suprapto, ketua Tim Ahli Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DP2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), pada Seminar Nasional Sains dan Matematika serta Aplikasinya di Universitas Lampung, Rabu, (9-12).

"Dalam hal pencapaian teknologi, Indonesia menempati peringkat 43 dari 46 negara di Asia. Dengan demikian, Indonesia dikatagorikan sebagai adapter oountry di bidang teknologi. Sementara itu, versi lain UNDP menyatakan Indonesia menempati peringkat 60 dari 72 negara di bidang pencapaian teknologi," kata dia.

Fakta ini, menurut Suprapto, menunjukkan Indonesia berada pada posisi satu tingkat di atas kelompok Afrika yang termarginalisasi.

Indonesia akan menjadi isolated country jika kurang mampu mengembangkan dan menhasilkan produk dengan teknologi sendiri.

Ia berpendapat kondisi itu terjadi karena peneliti kita masih menggunakan paradigma lama, yaitu hasil penelitian ditujukan untuk mengumpulkan cum dan menaikkan jabatan akademik.

Akibatnya sedikit sekali produk penelitian di Indonesia bermuara pada teknologi terapan dan menghasilkan paten yang dapat dimanfaatkan kalangan industri untuk disebarluaskan secara massal.

"Bahkan, kemampuan paten kita jauh tertinggal dibandingkan India dan Malaysia. Kemampuan kita hanya sepertiga dari kemampuan para peneliti di Malaysia dalam menghasilkan paten," kata dia.

Kepada para peserta seminar, Suprapto meminta agar paradigma peneliti di perguruan tinggi harus berubah. Penelitian harus berorientasi paten. "Selama ini yang terjadi sebaliknya, banyak paten di Indonesia yang terjadi secara kebetulan bukan by design," kata dia.

Kelemahan peneliti Indonesia, menurut dia, berada pada proses awal penelitian. Mereka cenderung melakukan penelitian terlebih dahulu, baru melihat potensi paten. Seharusnya setelah mendapatkan ide, peneliti harus melakukan searching dahulu, apakah idenya masih orisinil dan berpotensi paten atau tidak. (MG14/S-1)

Dalam seminar itu, Suprapto memaparkan berdasarkan data DP2M Dikti dalam enam tahun terakhir peneliti Indonesia hanya mampu menghasilkan 355 paten. Yakni 35 paten pada 2004, 20 paten (2005), 50 paten (2006,) 60 paten (2007), 80 paten (2008), dan 110 paten untuk 2009.

"Adanya paten tidak hanya memberikan keuntungan bagi peneliti, tetapi juga keuntungan bagi institusi. Karena jika paten tersebut memiliki potensi ekonomi dan diserap oleh dunia industri, paten itu akan mendatangkan royalti baik untuk peneliti maupun institusi," kata dia. (MG14/S-2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar