Selasa, 08 Desember 2009

Ingin Seperti HAMKA

Tadi siang kami berangkat keluar untuk membeli beberapa keperluan. Saat
bersiap-siap, Azkia berceloteh, "Mama, kebanyakan anak kan bersekolah,
sedangkan kakak dan Ade kan tidak sekolah."

"Memangnya Kakak ingin sekolah ya?" tanya saya. "Boleh kok kalau Kakak mau sekolah," lanjut saya.

"Tidak. Cuma Kakak baca di buku, Si Malik itu hanya sekolah sampai kelas dua SD, terus berhenti," katanya.

"Terus bagaimana akhirnya setelah dia besar?" tanya saya.

"Dia tetap rajin belajar, senang membaca, sampai akhirnya dia bisa
pergi ke Mekkah," kata Azkia lagi disambung juga Luqman menimpali.

"Memangnya buku apa sih yang Kakak maksud?" tanya saya. Benar-benar saya belum 'ngeh!' buku yang dia ceritakan.

"HAMKA!" jawab Azkia dan Luqman.

"Ooooh HAMKA ya. Terus jadi apa HAMKA setelah dia dewasa?" tanya saya lagi.

"Dia jadi penulis besar Mama! Dan dia pernah dipenjara, tapi dia tetap saja membaca dan menulis waktu dia dipenjara".

"Ade mau Mama!" seru Luqman.

"Mau apa?" tanya saya

"Mau seperti Hamka! Rajin belajar, suka membaca, dan jadi orang yang baik"

Ups!

Saya terkejut sekaligus bangga dengan anak-anak dan juga penulis buku
biografi Hamka. Yang paling saya salut, tampilan buku itu sebenarnya
tidak menarik kalau dibandingkan buku anak-anak saat ini yang full
color dan indah, sebagiannya malah sudah robek karena cetakan lama.
Tapi ternyata, ketika anak-anak membacanya, buku itu mampu membuat
mereka memiliki impian yang mulia.

Tampilan buku anak memang perlu menarik untuk menggaet para pembaca
cilik menyukai kegiatan membaca. Tapi, isi buku anak juga sebaiknya
memuat sesuatu yang berbobot untuk mensuplai kebutuhan 'gizi' akal dan
ruhani mereka. Tantangan besar bagi para penulis buku anak.

Selasa, 01 Desember 2009

Test Practice Bahasa Indonesia Semester 1 class 6

On this post you will find about (soal latihan) or test practice for semester 1 of Bahasa Indonesia class 6 Elementary School (Sekolah Dasar), all test practice sheet on this post taken from Free Book from Indonesian Government (BSE) or electronic school book.Beside test (soal) we also provide answer include explanation in each number, with this method hope you can learn it easily. download those

Rabu, 25 November 2009

Update Antivirus Bitdefender

update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender, update bitdefender di http://www.bitdefender.com/site/view/Desktop-Products-Updates.html

Kamis, 19 November 2009

Soal Olimpiade Science Nasional-National Science Olympic Test

National Science Olympic Test held in Indonesia every year,and from this test government hope Indonesia can get much Gold in International Olympic of Science like International Junior Science Olympiad (IJSO) and International Physics Olympiad (IPhO.This soal and answer credited from oke.or.id (Open Knowledge and Education),download this problem include how to solve it by clicking Download link

Sabtu, 14 November 2009

Survival

Akhir-akhir ini saya sering memikirkan tentang hal-hal berbau survival. Bagaimana anak-anak nanti bisa bertahan hidup di tengah hiruk-pikuk manusia yang mencari kerja, mempertahankan kerja, dan juga mencari peluang usaha.

Bukan lagi rahasia jika saat ini lebih banyak jumlah pencari kerja ketimbang lapangan kerja. Kebayang kan, bagaimana lebih beratnya 'perjuangan' anak-anak kelak. Mereka akan dihadapkan pada perhelatan bertahan hidup yang jauh lebih keras. Apalagi jika anak-anak tak mengenyam bangku sekolah, apa jadinya mereka nanti?

Tapi, kekhawatiran itu kemudian menipis saat saya akhirnya percaya satu hal. Kemandirian tidak datang dengan sendirinya. Kemandirian adalah produk pendidikan. Jika anak-anak tidak bisa mandiri pada saat mereka seharusnya sudah mandiri, maka model pendidikan-lah yang harus dievaluasi. Dan kami punya kesempatan untuk menerapkan model pendidikan yang berbeda dengan menjalankan home-education (pendidikan rumah).

Andai pendidikan di bangku sekolah memberi ruang untuk anak-anak belajar tentang survival dan hal itu menyatu sebagai sebuah muatan pendidikan, pasti ada sesuatu yang berbeda bisa dihasilkan dari produk sekolahan. Bukan hanya bisa baca-tulis-hitung, bukan hanya mendapat selembar kertas ijazah, tapi juga membawa serta mentalitas seorang yang mampu bertahan, yang suka berjuang, yang berkehendak kuat untuk mandiri.

Tanpa sadar, anak-anak sekolah terlalu 'dimanjakan' dengan suasana rutin teratur yang mematikan kreatvitas. Mereka harus berada dalam jadwal yang tak boleh dibantah. Pada waktu-waktu produktif, mereka harus melakukan hanya hal-hal yang diperintahkan dan bukan apa yang mereka minati untuk dipelajari.

Suasana-suasana seperti itu adalah miniatur dunia kerja. Dan jika pendidikan model seperti itu dirasakan anak-anak selama hampir 12 tahun jika sampai SMU dan 16 tahun jika sampai lulus PT, maka bisa dimaklumi jika akhirnya lulusan sekolah akan mencari situasi yang sudah mendarah-daging dalam dirinya yaitu BEKERJA.

Tentu saja tidak ada yang buruk dari bekerja, tapi jika anak-anak memiliki mentalitas mandiri, ia tak akan mengandalkan BEKERJA sebagai satu-satunya jalan untuk bertahan hidup. Apalagi jika lapangan kerja ternyata sudah terlalu sesak untuk dimasuki. Go Survive!

Jumat, 23 Oktober 2009

Belajar Membaca: Bisa Karena Biasa

Tulisan ini saya dedikasikan buat teman-teman yang bertanya tentang Cara Mengajar Anak Membaca. Semoga bermanfaat

Zaman dulu, anak 5 tahun bisa membaca adalah sesuatu yang langka. Orang tua juga jadi kecipratan bangga. Tapi saat ini, di mana dunia aksara sudah makin mewabah, akses terhadap bahan bacaan kian mudah, anak 3 tahun bisa membaca juga bukan lagi perkara langka. Persoalannya, bagaimana membuat anak-anak bisa membaca?

Berdasarkan pengalaman saya, cara mengajar anak membaca sebenarnya tidak membutuhkan hal-hal yang baku, rumit, dan sangat terstruktur. Saya memang mengajar anak pertama dengan metode yang lumayan butuh pengorbanan, yaitu metode Glen Doman. Tiap malam sibuk bikin kartu baca. Tapi lucunya, untuk mengajari anak kedua, saya hanya pakai buku tulis biasa plus pensil/balpoin. Belajarnya hanya 5 menit sebelum tidur atau pas waktu senggang. Saya pun baru memulainya pada usia 4,5 tahun.

Satu hal yang tidak berbeda antara kedua anak saya adalah, mereka sama-sama sangat suka membaca. Luqman, anak kedua, meskipun ia belum lancar baca tapi bisa bertahan lebih dari 30 menit untuk dibacakan buku. Bukan kami yang memintanya, melainkan dia sendiri yang memohon. Kadang-kadang bukan hanya orang tuanya atau kakaknya yang membacakan buku, siapa saja yang datang ke rumah, neneknya ataupun tantenya bisa saja di 'todong' untuk membacakan dia buku. Kesimpulannya, anak-anak sangat akrab dengan buku.

Semalam, saat saya mencicil buku To Kill a Mockingbird, saya menemukan kisah yang menarik. Diceritakan bahwa salah seorang tokoh bernama Scout, saat ia memasuki kelas satu SD telah lancar membaca koran, padahal teman-temannya yang lain baru akan diajari alfabet dan mengeja. Kemampuannya itu membuat gurunya sedikit kesal. Sang guru menyuruh Scout berkata pada ayahnya agar tidak mengajarinya lagi di rumah.

Scout bingung. Ia pun berkata pada gurunya bahwa ayahnya tak pernah mengajarinya. Ayahnya terlalu sibuk. Jika pun ayahnya ada di rumah, ia malah sibuk membaca, sehingga tak sempat untuk mengajarinya membaca.

Mendengar penjelasan muridnya itu, sang guru tidak percaya dan bersikukuh agar Scout menyampaikan pesan pada ayahnya agar berhenti mengajarinya di rumah. Sang guru yakin bahwa tidaklah mungkin seorang anak bisa membaca tanpa diajari siapapun.

Rupanya, memang bukanlah belajar secara sengaja yang membuat Scout bisa membaca, melainkan karena ia selalu berada di dekat dan bahkan di pangkuan ayahnya saat sang ayah (yang seorang pengacara) membaca keras-keras koran, draft undang-undang, ataupun kitab hukum.

Karena saking seringnya hal itu dilakukan. Scout kecil akhirnya bisa memecahkan rahasia kode-kode gabungan huruf tanpa ia sadari. Ia bisa membaca sebagaimana ia bisa mengancingkan baju. Semua tanpa proses yang terstruktur. Semua mengalir sebagai sebuah kebiasaan yang terus menerus.

Nah, dari semua fakta tersebut, saya menyimpulkan bahwa, sesungguhnya BISA MEMBACA tak selalu merupakan hasil dari belajar secara terstruktur. Bisa saja hal itu adalah output dari gemar membaca.

Kalau kita tidak menetapkan target kemampuan anak berdasarkan waktu atau usia mereka, maka cara ini adalah yang paling mudah, yaitu: Membacakan buku pada anak-anak setiap hari sampai mereka memiliki ketergantungan luar biasa pada buku. Lama kelamaan hal itu akan membuat mereka tergerak sendiri untuk belajar, entah dengan meminta bantuan kita ataupun belajar dengan sendirinya. Apakah Anda percaya?

Betapa banyak anak yang digegas untuk bisa baca hanya karena syarat untuk masuk sekolah, tapi akhirnya tak suka membaca. Menurut saya, bisa membaca hanyalah alat, sedangkan SUKA MEMBACA adalah target utama. Supaya keduanya tercapai, maka mengakrabkan anak-anak dengan buku sedari kecil, itulah cara yang tepat. Tak perlu buku mahal, buku murah atau buku bekas pun bisa, asalkan isinya bermutu.

Minggu, 11 Oktober 2009

Mengambil Manfaat dari Membuat Sendiri

Sekarang memang zamannya serba instan. Mau makan ayam goreng tinggal beli, mau kue lapis tinggal beli, mau minum teh manis tinggal beli, mau baju baru juga tinggal beli. Karena itulah, otot tubuh manusia nampaknya makin pemalas untuk membuat ini dan itu, karena industri telah memenuhi lebih dari separuh kebutuhan hidup tanpa kita harus bersusah payah. Modalnya hanyalah 'uang'. Dengan uang semua kebutuhan bisa terpenuhi. Jadi, kebanyakan orang akhirnya memilih untuk berpayah-payah mencari uang daripada memproduksi sendiri kebutuhan mereka.

Tapi menurut saya, hal itu adalah gerakan perubahan yang kurang membangun. Mengikuti arus kehidupan kebanyakan orang memang paling gampang karena semuanya sudah terprediksi, tapi saya percaya hal itu merupakan salah satu pemicu yang akan membuat generasi penerus kita menjadi anak-anak yang kurang produktif.

Memasak sendiri, menanam sayuran sendiri, membuat mainan sendiri, mengobati diri sendiri, membuat lem, sabun, menjahit baju, dan hal-hal semacam itu sendiri menurut saya akan bermanfaat banyak untuk membentuk kebiasaan produktif pada anak-anak. Bukan hasilnya yang penting, tapi prosesnya.

Kegiatan serba membuat sendiri yang kita lakukan bersama anak lambat laun akan membuat mereka menikmati dan menghargai proses. Semuanya mungkin menjadi agak lambat jika dibandingkan membeli atau memesan pada orang lain, tapi dari situlah anak-anak juga belajar tentang hal lain, seperti bersabar, tekun, kreatif, inovatif, dan organ motoriknya pun bergerak.

Buat orang tua yang masih konvensional, masih serba membuat sendiri, bergembiralah, karena semua itu insya Allah akan berbuah manis nantinya.

Kamis, 24 September 2009

Ketika Anak-Anak Ingin Tahu Hal-Hal Ghaib

Rasa ingin tahu anak-anak terhadap hal-hal yang berbau metafisik akhir-akhir ini meningkat. Mereka bertanya tentang surga, tentang azab, tentang malaikat, tentang nabi, tentang iblis, tentang kiamat dan hakikat kematian. Buku-buku dengan tema agama sekarang jadi lebih dominan dibaca anak-anak. Pertanyaan-pertanyaan pelik pun mulai bermunculan: Apakah Allah itu suka berpindah-pindah? Di mana Allah tinggal? Apakah kita bisa bertemu dengan Nabi Muhammad? dll

Sambil menyimak dan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dalam hati saya terkejut. Tapi kemudian hal itu menyadarkan saya dan suami bahwa sepertinya memang telah tiba saatnya untuk mulai memperkenalkan Tuhan dan segala fenomena kehidupan kepada anak-anak. Mereka nampaknya telah siap menyerap pengetahuan tentang itu untuk menjadi bekal mereka mengarungi hidup.

Suatu hari Azkia menangis dan berkata, "Kakak nggak mau mati!". Saya terkejut mendengarnya. Setelah tangisnya reda saya bertanya kenapa dia berkata seperti itu. Rupanya Azkia membaca sebuah buku yang menceritakan pengalaman anak-anak yang tersesat ke "alam lain" saat bermain ke hutan. Di bagian akhir digambarkan tentang kembalinya anak-anak itu ke dunia nyata dengan menenggelamkan diri di sebuh danau di "negeri ghaib".

Saat itulah kami menjelaskan tentang apa itu kematian dan kenapa kita tak perlu takut dengan kematian. Sesungguhnya ketika orang itu mati, maka ia tidaklah mati, melainkan hidup kembali, hanya alamnya saja yang berbeda. Ketika orang mati, sebenarnya ia sedang menemui Allah. Di alam akhirat itulah ada tempat bernama Surga, yang disediakan untuk orang-orang yang baik. Karena itulah kita harus menjadi orang yang patuh kepada Allah, jadi orang yang baik.

Luqman bertanya, "Tapi di Surga kan nggak ada mainan! Ada balok-balok nggak? Ada ayunan nggak?"
Papanya berkata, "Wah, De... di Surga malah ada sungai susu!" Anak-anak tertawa terbahak-bahak, "Masak sih ada sungai susu!".

Waktu saya bilang bahwa setelah orang itu mati dia hidup lagi, Luqman bertanya, "Mama, bagaimana kalau setelah hidup lagi manusia mati lagi. Hayooo gimana?" He he he... saya ketawa dibuatnya.

Dialog pun menjadi panjang. Anak-anak terlihat antusias mendengar cerita tentang alam akhirat dan kaitannya dengan dunia ini.

Menjelang usai perbincangan Azkia lalu bertanya, "Apakah kita akan bertemu lagi setelah mati?" Kami bilang ya Insya Allah. Kalau kita jadi orang-orang yang sholeh, maka semua orang sholeh akan dipertemukan kembali dengan keluarganya.

Azkia terlihat berpikir, lalu bertanya lagi, "Apakah kalau kita dikubur di tempat yang berbeda, kita tetap bisa berkumpul lagi?" ya Insya Allah... saya bilang. Azkia tersenyum setelah itu dan memeluk saya.

Pelajaran agama mungkin menjemukan jika disajikan dalam sebuah buku pelajaran terstruktur yang harus dihapal. Tapi saya menemukan anak-anak begitu antusias mempelajari semua itu justru lewat dialog-dialog spontan di tempat tidur.

Rabu, 23 September 2009

Mencari Seorang Guru

Bayi yang sehat, gemuk, dan cantik lahir pada bulan Oktober 2002. Di antara kegembiraan karena kehadiran putri pertamanya, ibu si bayi merasa masalah lain telah datang. Mau diapakan bayinya selain diberi ASI, dimandikan, dan diganti popoknya setiap hari? Sepertinya, meski ia seorang sarjana, demikian kosong pengetahuan tentang bagaimana mengisi hari-hari bayinya dengan hal-hal berkualitas.

Saat usia bayi mencapai kurang lebih 6 bulan, desakan untuk mencari tahu banyak hal tentang pengasuhan dan pendidikan bayi semakin kuat. Diperoleh-lah kabar tentang seorang penulis buku yang biasa mengisi siaran di sebuah radio swasta. Penulis buku itu adalah seorang ibu yang kabarnya sangat kompeten dalam hal mendidik anak. Nomor teleponnya pun didapat dan sang ibu memberanikan diri untuk menghubunginya.

Suara yang ramah pun terdengar, dan obrolan ditelepon itu pun berlanjut dengan janji
bertemu. Si penulis mengusulkan untuk bertemu di masjid sebuah kampus supaya sang ibu tak perlu jauh-jauh ke rumahnya yang ternyata tak terjangkau angkot. Harus naik ojek mendaki untuk mencapai rumahnya.

Hari bertemu pun tiba, sang ibu begitu bersemangat, bahkan berusaha untuk datang lebih awal. Setibanya di pelataran masjid yang dijanjikan, sang ibu mengedarkan pandangannya ke sekeliling masjid kalau-kalau 'guru' yang hendak ditemuinya sudah ada di sana. Namun, 30 menit pun berlalu, dan tak ada tanda-tanda sama sekali kalau di sekitar masjid ada seseorang yang sedang menunggu untuk bertemu.

Langkah terakhir pun diambil. Berbekal nomor HP si penulis, sang ibu menuju wartel terdekat. Telepon akhirnya terhubung, dan dengan penuh penyesalan, terdengar suara si penulis, "Mbak, maafkan saya... Saya kehilangan nomor telepon rumah Mbak. Tadi pagi tiba-tiba saya dipanggil datang ke studio karena ada acara mendadak. Saya mau kabari tapi saya benar-benar kehilangan nomor kontak. Kita mungkin bisa janjian lain kali yaa... Sekali lagi mohon maaf."

Dengan lesu dan kecewa, sang ibu pun mengiyakan. Mau bagaimana lagi. Dan ia pun tahu, untuk membuat janji bertemu lagi adalah hal yang tidak mudah. Kemungkinan akan terjadi lagi hal seperti ini sangat besar, karena sepertinya si penulis adalah orang yang sibuk.

Sejak saat itu, di tengah kekecewaannya yang sangat besar, sang ibu pun akhirnya terlecut untuk belajar lewat media yang lain. Ia memutuskan untuk berburu banyak referensi bacaan, buku, majalah, ikut seminar-seminar yang berbicara tentang dunia parenting. Ia banyak menyempatkan waktu untuk membaca buku-buku sulit dan berdiskusi dengan suaminya. Ia sadar, untuk mendapatkan pengetahuan tak bisa mengandalkan orang lain. Ia sendirilah yang harus mencari tahu, belajar sendiri. Bukankah memang dunia mendidik anak-anak, ilmu menjadi orang tua tidaklah ada sekolahnya? Kita harus belajar secara autodidak.

Tanpa sadar, pengalaman sang ibu mencari seorang guru membuatnya bertemu dengan banyak pengetahuan baru setelahnya. Wawasan-wawasan yang selama ini terpendam akhirnya ditemukan. Guru' ternyata tak selalu harus berwujud manusia. Karya-karya tulis yang dibuat banyak guru di dunia ini justru begitu mudah diakses dengan kehadiran buku. Siapapun bisa menjadi muridnya asalkan dia mau membaca. Ayo membaca!

Sabtu, 12 September 2009

Tokoh Idola Anak-Anak

Saat berumur 3 tahun anak saya Luqman (sekarang 5 tahun) sempat mengidolakan N**uto, karena anak tetangga kami yang sebaya dengannya sering memakai atribut-atribut sang hero itu. Meskipun tidak pernah menonton filmnya di rumah, rupanya sempat sesekali ia ikut menonton saat main ke rumah temannya itu. Akibatnya, ia jadi suka main tembak-tembakan walaupun pura-pura. Keluar pula kata-kata serampangan, "Bodoh! baong!" dan lain sebagainya.

Karena khawatir tokoh itu terus hidup di kepalanya, saya stop acara kunjungan ke rumah tetangga buat anak saya. Ia hanya boleh main di halaman dan tidak boleh main di dalam rumah temannya. Saya coba ganti sosok tokoh idola buat anak saya dengan memberikan jadwal nonton film animasi lain, waktu itu ada Barrenstein Bear di Space Toon. Alhamdulillah berhasil. Ceritanya sangat bagus, tapi sayang kemudian berhenti penayangannya.

Waktupun berlalu, dan sepertinya tokoh idola itu memang selalu dicari oleh anak saya. Entah mengapa, ia pun jadi nge-fans dengan spiderman. Sampai-sampai ia ingin dibelikan baju bergambar sang hero yang satu ini. Bajunya langsung cepat lecek, karena hampir selang sehari langsung dipakai, kecuali kalau dicuci. Secara reflek dia akan bergerak bak pahlawan yang menyerang musuhnya. Tali dan benang terikat ke sana kemari, dari kaki meja ke kursi, dari rak buku ke lemari. Semua menyerupai jaring laba-laba. Saya sering jatuh kalau tanpa sengaja kaki tersandung tali-tali itu.

Spiderman cukup awet mempengaruhi pikiran Luqman hingga beberapa lama, hingga muncul tokoh baru yang ia lihat dari stiker-stiker pemberian seorang teman untuk anak-anak saya. Lelaki gagah, bersayap kain panjang yang menjuntai di punggungnya. Akibat mengidoalakan tokoh itu, kerudung ibunya pun jadi sasaran. Dengan mengikatkan dua ujung kerudung di lehernya, anak saya sudah berubah jadi seorang superman kecil yang berlari dan kadang melompat dari atas meja.

Namun akhir-akhir ini, sejak saya belikan serial kisah nabi-nabi sepertinya tokoh idola anak saya sudah berubah sama sekali. Dia tidak mau lagi disebut spiderman ataupun superman, tak lagi membuat sayap tiruan di punggungnya, ataupun menjalin tali temali di kaki meja. Tokoh panutannya sekarang adalah sosok anak lelaki yang pemberani yang ada dalam kisah nabi dan sahabat.

Tokoh pertama adalah Nabi Daud a.s. Buku berjudul Daud Sang Penakluk, mengisahkan perlawanan Bani Israil yang dipimpin Raja Thalut terhadap kesewenang-wenangan Jalut. Saat itulah hadir Daud kecil menunjukkan keberaniannya melawan Jalut yang bertubuh besar dan kuat, hingga akhirnya Jalut kalah di tangan Daud. Buku ini minta dibacakan hingga berulang-ulang, dan bahkan Luqman berusaha keras membaca sendiri, padahal sebelumnya agak malas melancarkan bacaannya.

Dan tokoh berikutnya yang kini sedang digandrungi Luqman adalah Ali bin Abi Thalib. Berbagai kisah tentang Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kelihatannya banyak mempengaruhi dia. Memang, awal kekaguman Luqman pada tokoh idolanya selalu dimulai dengan kisah heroik. Dalam film Muhammad The Last Prophet yang ditontonnya berulang-ulang, digambarkan tentang Ali kecil yang tidur di ranjang Nabi untuk mengelabui para pemuka Quraisy. Sungguh itu merupakan keberanian yang sangat menakjubkan di mata anak saya. Apalagi sewaktu membaca kisah perobohan benteng khaibar oleh Ali bin Abi Thalib dengan pedang Zulfikar pemberian Nabi, sepertinya, kekaguman itu semakin hari semakin terpatri.

Dan sekarang Luqman jadi lebih rajin ikut shalat berjamaah bareng papanya dan juga kakaknya, padahal biasanya dia bolong-bolong. Seringnya absen untuk ikut sholat. Saat kami tanya kenapa dia jadi rajin sholat, Luqman pun menjawab, "Karena Ade ingin seperti Ali bin Abi Thalib. Ali kan anak yang rajin sholat!".

Rupanya karena kami sering bercerita bahwa Ali bin Abi Thalib sudah ikut sholat bersama Nabi sejak ia masih kecil, anak saya jadi terus memikirkannya dan ingin menirunya juga. Subhanallah! Betapa hebat pengaruh seorang tokoh idola yang hidup di pikiran anak-anak kita.

Walaupun mungkin agak terlambat, karena harus menunggu hingga anak lelaki saya berumur 5 tahun, saya baru mengerti dan menyadari sekarang bahwa kita, para orang tua, sesungguhnya ikut andil dalam menghadirkan tokoh yang akan digandrungi oleh anak-anak kita. Negatif atau positifnya tokoh idola mereka, tergantung dari apa tayangan, bacaan, dan kisah yang kita sajikan buat mereka. Semoga kita semua diberi kemampuan untuk konsisten memberikan hanya yang baik untuk anak-anak kita. Amin.

Rabu, 02 September 2009

Gempa dan Anak-Anak

Gempa di sore 2 September 2009 memang mengejutkan seperti halnya gempa pada umumnya. Yang berbeda saya rasakan pada gempa kali ini adalah sikap anak-anak saya.

Siangnya, entah mengapa Azkia terus berbicara saat kami sedang di halaman. Sepertinya ia mengafirmasi ulang kata-kata yang ia baca di buku dan pernah diceritakan papanya, "Langit dan bumi milik Allah, Allah-lah yang menciptakannya. Manusia tidak akan pernah tahu kapan ia akan kembali kepada Allah.... dan seterusnya hingga adiknya pun menimpali dengan kalimat-kalimat yang nyaris sama".

Saya dengarkan saja sambil hati sedikit "kecut" mendengarnya. Mungkin karena mendengar dari ocehan anak kecil yang jiwanya masih relatif bersih dibandingkan saya orang dewasa.

Saat gempa mulai terasa di sore harinya saya tersentak. Kami memanggil anak-anak untuk keluar. Luqman sepertinya sedang di dapur. Dia agak lama datang sewaktu dipanggil. Baru setelahnya saya tahu. ternyata dia sedang memanjat meja untuk mengambil plastik saat getaran mulai terjadi.

Di jalanan depan rumah kami berkumpul dengan hati was-was. Anak-anak dipeluk sambil terus berdzikir. Luqman belum menyadari apa yang terjadi, sehingga dia terus bertanya, "Mama, kenapa buminya berguncang begini? Kenapa Mama? Ade takut!". Kami pun katakan padanya bahwa ini adalah gempa bumi, kita berdoa saja.

Setelah getaran akhirnya mereda, kami mulai naik ke teras rumah sambil tetap waspada. Setelah itulah banyak kejutan terjadi. Anak-anak masih kami minta untuk tetap di luar selama beberapa saat. Setelah merasa cukup aman, baru mereka masuk rumah.

Azkia meminta ikut shalat ashar sama papanya, sedangkan Luqman bersama saya. Dia terus berceloteh, "Mama, Ade takut kalau malam-malam ada gempa lagi. Gimana kita keluarnya kan gelap"
"Tadi Ade pikir ada manusia yang terbang ke atas lalu mengguncangkan bumi" katanya lagi penuh imajinasi dan rasa penasaran.

Sehabis sholat ashar Azkia berbisik, "Mama, sehabis sholat tadi Kakak berdo'a kepada Allah, Kakak ingin jadi anak yang baik, patuh pada Allah, selalu sholat, patuh pada orang tua". Saya nggak tahan untuk tidak memeluk dan mencium dia.

Sambil menunggu saya mulai memasak di dapur, anak-anak di teras bersama papanya dan mulai mengobrol tentang topik gempa. Mereka jadi penasaran mengapa gempa terjadi. Saya ambilkan satu buku lama yang berbicara tentang pergerakan bumi dan membiarkan mereka membaca dan membahasnya. Luqman bertanya, "Lalu siapa yang bisa menghentikan gempa?", dan Azkia menjawab dengan tangkas, "Allah De... Allah yang menciptakan bumi ini, bukan manusia. Jadi Allah saja yang bisa menghentikan gempa" ujarnya sebijak seorang alim.

Tak lama kemudian, Luqman tergopoh-gopoh ke rak buku. Sepertinya mencari sesuatu. Lama-lama dia minta tolong dengan setengah memaksa pada papanya untuk mengambilkan Al Qur'an terjemahan, karena ia tak juga menemukannya. Setelah diberikan Luqman menarik papanya duduk, meminta dibacakan ayat Al Quran tentang guncangan bumi. Sedikit heran memang, tapi kemudian suami saya memenuhi permintaan Luqman karena si kecil itu seperti hampir menangis karena ingin sekali mendapat berita tentang semua yang barusan terjadi.

Subhanallah, sambil memasak hati saya terus tak henti memuji kebesaran Allah, karena telah menganugerahi anak-anak saya dengan kepekaan spiritual jauh melampaui apa yang saya bayangkan. Dulu, saat saya seusia mereka, saya hanyalah anak kecil yang tak banyak tahu dan tak punya sensitivitas ketuhanan seperti mereka.

Ya Allah, semoga mereka benar-benar jadi anak yang tidak hanya pintar, tapi juga shaleh. Amin

Jumat, 14 Agustus 2009

Portofolio Alternatif

Apa arti portofolio bagi anak-anak yang menjalankan pendidikan rumah? Tentu saja sangat banyak. Di antaranya adalah sebagai jejak rekam perjalanan belajar mereka, sebagai buku rapor panjang lebar yang akan menjadi bukti bahwa anak-anak memang mempelajari sesuatu meski tak pergi ke sekolah.

Akan tetapi, kesulitan membuat portofolio biasanya terletak pada pengarsipan. Beberapa keluarga mungkin begitu teraturnya menyimpan, mencatat, dan mendokumentasikan seluruh aktivitas anak-anak, sehingga level pelajaran, jam belajar, hingga detail kegiatan tercatat sempurna. Namun sebagian keluarga lain menyimpan "file-file" belajar anak, baik berupa foto aktivitas, tulisan tangan, gambar, atau materi apapun secara acak. Setelah dikumpulkan sampai sekian banyak, baru pada waktu-waktu tertentu "file-file" itu diorganisir kembali.

Portofolio Alternatif

Saya sempat agak bingung juga dengan persoalan portofolio, khususnya untuk pelajaran-pelajaran yang memang terstruktur. Untuk hal-hal yang insidental mungkin cukup mudah: Ambil fotonya, tuliskan review-nya, lalu simpan di file case.

Baru dua minggu terakhir ini saya menemukan model portofolio yang pas buat kami untuk merekam pelajaran terstruktur, yaitu model 'kuno', memakai buku tulis biasa. Satu buku tulis akan memuat 1 mata pelajaran. Dengan begitu, siapapun yang menjadi pembimbing (apakah saya ataupun papanya), akan memakai buku yang sama untuk mata pelajaran tersebut. Tentu saja, sang pembimbing cukup melihat apa yang sudah dipelajari sebelumnya, lalu lanjutkan pada level berikutnya.

Memang sih, buku catatannya sedikit berantakan (maklum tulisan anak saya belum terlalu bagus), tapi jadi 'guru' anak level SD kelas satu sepertinya memang harus tahan dengan kondisi itu ya.

Semua buku tulis yang akan dipakai belajar ditempatkan dalam sebuah tas khusus. Jadi, disiplin sederhana untuk anak saya sehubungan dengan itu hanyalah "Selalu memasukkan kembali buku dan alat tulis ke dalam tas tersebut setiap kali selesai belajar".

Ya, begitulah bentuk portofolio alternatif untuk pelajaran terstruktur yang kami pilih sekarang ini. Mungkin sharing ini berguna.

Rabu, 12 Agustus 2009

Sharing Membuat Jadwal Belajar

Bagi orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya di sekolah formal mungkin tidak terlalu harus dipusingkan dengan kegiatan membuat jadwal. Biasanya sekolah sudah membuatkan jadwal harian yang tetap. Anak-anak tinggal mengikutinya tanpa harus berpikir bagaimana mengelola jadwal belajar.

Sementara itu, bagi keluarga praktisi pendidikan rumah, membuat jadwal belajar adalah tantangan tersendiri. Meskipun secara umum para pendidik rumahan menganut keyakinan bahwa anak-anak bisa belajar apa saja tanpa dibatasi waktu, namun kami sendiri menganggap jadwal tetap perlu, terutama untuk melatih kedisiplinan anak dan juga orang tuanya khusus untuk pelajaran-pelajaran tertentu yang butuh konsistensi.

Adapun jadwal harian kami yang diusahakan tetap dalam seminggu terakhir ini adalah sebagai berikut:
1. Setelah bangun pagi boleh nonton VCD, entah film animasi fiktif ataupun animasi yang bermuatan pelajaran. Mereka bebas tentukan sendiri sesuai persediaan CD yang kami miliki.

2. Setelah sarapan (sekitar jam 7.30) mereka Belajar IQRO, dan papanya yang mengambil peran sebagai tutor. Maklum, pagi-pagi ibu-ibu masih punya banyak urusan sisa sehabis memasak.

3. Jam 8.00 anak-anak diajak keluar untuk memanaskan badan, entah bermain sepeda di lapangan, atau mengurusi tanaman bersama saya. Yang jelas, targetnya adalah membuat tubuh mereka terkena sinar matahari pagi dan bergerak.

4. Sekitar jam 9 atau 9.30 kami mulai masuk naungan. Istirahat sebentar.

5. Acara berikutnya adalah belajar hal-hal yang sifatnya terstruktur. Pelajaran yang sedang ditempuh secara terstruktur saat ini adalah matematika untuk Azkia dan membaca untuk Luqman adiknya. Kami biasa belajar di teras depan, karena suasananya lebih asyik, bisa sambil melihat tanaman dan menghirup udara segar.

6. Biasanya kami menghabiskan waktu belajar seperti ini hingga adzan dzuhur berkumandang.

7. Sehabis sholat dzuhur dan makan siang, anak-anak boleh melakukan kegiatan bebas. Mau menggambar, mau bikin-bikin hasta karya, mau mengisi worksheet, teka-teki, ataupun hanya membaca buku. Karena panas sudah sangat terik di siang hari, semua kegiatan dilakukan di rumah.

8. Menjelang sore, anak-anak biasa keluar lagi, ngoprek air, ber-eksperimen ini dan itu di luar rumah sampai tiba waktu mandi.

9. Saat hari sudah gelap, sesudah shalat Isya anak-anak bersiap untuk tidur. Selain minta diceritakan kisah-kisah atau dongeng oleh papanya, sebuah buku pasti sudah mereka siapkan. Luqman mengambil buku kesukaannya, dan sekarang sedang tertarik untuk dibacakan berulang-ulang buku berjudul ALAM. Azkia sudah jadi pembaca. Dia akan asyik dengan bacaannya sendiri menjelang tidur.

10. Pengetahuan-pengetahuan populer yang bisa diperoleh dari membaca buku tidak menjadi fokus kami. Saya percaya, anak-anak mendapatkan input yang lebih banyak dari yang kami perkirakan dengan membaca buku sendiri.

Bedanya dengan sekolah formal, kami tidak membuat ulangan-ulangan tertulis untuk mengetes ingatan mereka tentang isi buku. Kami hanya sering mengajak mereka mengobrol sehingga mereka terkoneksi dengan pengetahuan yang sudah mereka dapat sebelumnya.

Ya, begitulah sharing kami tentang pembuatan jadwal belajar. Setiap keluarga pasti punya ritme yang berbeda-beda. Selamat berkreasi!

Kamis, 06 Agustus 2009

Stiker Berpola Daun

Kegiatan kami hari Kamis kemarin adalah membuat stiker dengan corak daun. Cetakan daun kami peroleh dari daun asli beberapa tumbuhan di halaman rumah. Ada daun tapak dara, kacapiring, mondokaki, daun puring, sledri, ginseng, dan daun tumbuhan alamanda.

Daun-daun itu direkatkan pada karton duplek, digambar polanya, lalu digunting. Pola yang mereka peroleh bisa dicetak di atas kertas stiker, lalu diwarnai sesuka mereka.

Nature Study, dari Siapa Anak-Anak Belajar?

Di sekolah, secara makro anak-anak mungkin mendapatkan pelajaran tentang dampak penggundulan hutan, timbulnya erosi, lalu datanglah banjir merusak desa-desa di bagian bawah gunung atau bukit. Demikian juga tentang dampak sampah yang dibuang sembarangan ke sungai, anak-anak SD pun pasti sudah tahu.

Tapi, cukupkah pengetahuan itu memberikan suntikan kesadaran sehingga anak-anak mau berkontribusi melestarikan dan merawat alam ini? Idealnya, pengetahuan tentang alam mampu mendorong tindakan nyata dari anak-anak, setidaknya dalam sebuah tindakan kecil, seperti menanam satu tumbuhan di halaman rumahnya untuk menyumbangkan sedikit pasokan oksigen bagi kehidupan manusia.

Tanpa menyuntikkan visi mengapa sesuatu itu dipelajari, pelajaran akhirnya menguap hanya menjadi awan pengetahuan yang tak sanggup berubah menjadi hujan tindakan.

Keluarga adalah harapan terakhir ketika pendidikan formal benar-benar hanya menjadi sebuah formalitas yang tak berkesan. Sekian tahun ke depan, apakah anak-anak kita akan menjadi manusia yang peduli dengan kelestarian alam ini? Keluarga-lah yang mampu membuatnya demikian.

Bukankah anak-anak ibarat tanah liat? Mereka masih bisa dibentuk menjadi apapun. Pikiran dan antusiasme mereka bisa diarahkan menuju apapun. Tugas orang tua-lah membawa mereka memasuki pengetahuan dan pemahaman yang mulia.

Jangan tunda lagi... Nature Study adalah salah satu basis pengetahuan yang akan membuat anak-anak kita arif dan ramah berperilaku terhadap alam tempat ia hidup. Dan orang tua bisa mengambil peran sebagai fasilitator anak-anak untuk memperlajari hal itu.

Sebuah perenungan mendalam tentang fungsi orang tua bagi anak-anaknya.

Rabu, 05 Agustus 2009

Geografi dan Peta

Berbekal buku Geografi dan Peta dari Educational Tecnologies Limited untuk memperkenalkan konsep peta dan free resource dari www.eduplace.com, Rabu (5/8) anak-anak belajar tentang peta. Tidak muluk-muluk, untuk anak usia 5 dan 7 tahun kami cukup memperlihatkan gunanya peta dan mencoba membuat peta sederhana dengan objek rumah kami sendiri.

Saya tahu, awalnya mereka rikuh tak berminat, karena dalam bayangan mereka pastilah belajar tentang itu tak akan menarik. Akan tetapi, setelah mencoba membuat denah rumah, dan mereka diajak untuk mencari tahu di mana letak ruang tamu, dapur, kamar tidur, kamar mandi, dan letak benda-benda milik mereka, akhirnya mulailah wajah antusias muncul.

Hari ini dan beberapa hari berikutnya, mereka akan terus diajak memahami peta secara langsung. Papanya mengajak mereka keluar menjelajah pesawahan dan saya kira itu momentum yang tepat untuk menerapkan konsep peta dalam dunia nyata.

Sabtu, 01 Agustus 2009

PULAU KOMODO ( THE NEW 7 WONDERS )



Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah barat Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape.

Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Tahun 2008, di pulau ini hanya terdapat sedikitnya 1200 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca sehingga jumlah mereka keseluruhan menjadi sekitar 2500 ekor.

Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.

Sejarah
Pada tahun 1910 Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari Letnan Steyn va Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan naga menyerupai monster di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh salah satu komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.

New Open Word Foundation yang bekerjasama dengan United Nation Office for Partnerships berpusat di Swiss kembali menggelar voting untuk menetapkan tujuh keajaiban alam baru ( New 7 Wonders of Nature ). Setelah Candi Borobudur ter-eliminasi dalam penetapan tujuh keajaiban dunia yang dibuat manusia pada tahun lalu, kini satu-satunya wakil Indonesia yang masih bertahan untuk kategori New 7 Wonders of Nature adalah Pulau Komodo, setelah Danau Toba dan Gunung Krakatau tersingkir.

Sobat blogger, ayo vote Pulau Komodo menjadi salah satu New 7 Wonders of Nature, sebagai informasi urutan pertama kini ditempati Grand Canyon disusul Mount Everest dan Danau Loch Ness. Untuk memilih Pulau Komodo, sobat langsung aja ke http://www.new7wonders.com/ klik Vote, pilih Asia dan pilih Pulau Komodo sebagai urutan pertama dari 7 pilihan. Vote Pulau Komodo Now !!!….Thank’s……….

Sabtu, 25 Juli 2009

Pendidikan dan Percakapan

Anak-anak memang tak terhentikan. Gejolak untuk mencoba apa yang mereka pikir asyik untuk dicoba ternyata memang luar biasa besar, walaupun yang mereka coba mungkin membuat orang tuanya sedikit 'gusar'. Saya tak yakin bisa menghentikan mereka saat rasa ingin mencoba itu datang. Larangan hanya didengar beberapa detik lalu menguap ditiup angin. Dan sesungguhnya, tanpa alasan yang kuat saya malah mati kata untuk melarang.

Pagi ini pun mereka sedang mencuri kesempatan bermain di antara pasir sisa bahan bangunan. Saya memilih untuk tidak melarang mereka, karena jikapun mereka berhenti bergumul dengan pasir, mereka akan pindah bermain "tepung" tanah yang melimpah di tepian kebun. Dan itu jauh lebih buruk, karena debu-debu tanah itu akan menghambur terisap atau menerpa wajah dan rambut mereka.

Permainan mereka berdua di atas pasir biasanya tak lepas dari percakapan pura-pura yang sebenarnya menarik untuk disimak. Mereka sedang membuat jalan kereta api, membuat gunung, dan Luqman bilang bahwa rumahnya adalah matrial. Ya, anak lelaki saya itu memang begitu takjub saat pertama kali dibawa papanya pergi berbelanja bahan bangunan. Matanya langsung "scanning" melihat semua yang ada di toko bangunan (matrial) dan mulai bertanya ini dan itu.

Lalu, di tempat yang berbeda, di lapangan rumput dekat rumah kami beberapa anak sekolah main layangan. Dan apa yang saya dengar dari mereka? Berhamburan kata-kata kotor bersahut-sahutan. Nama-nama binatang bergantian disematkan pada lawan bicaranya.

Dari manakah anak-anak itu mendapatkan kosa kata yang sungguh tak nyaman untuk didengar? Di sekolah kah ataukah di rumahnya? Yang jelas, menurut saya kosa kata adalah produk pendidikan. Pendidikan bisa dilakukan di mana saja, di sekolah atau di rumah tidaklah ada bedanya. Namun salahkah jika kami memilih mendidik sendiri anak-anak kami di rumah dan memilihkan teman yang baik untuk mereka karena kami ingin mereka punya kosa kata yang baik, cara berpikir yang baik, dan teman bergaul yang baik?

Selasa, 21 Juli 2009

Hidup Sederhana

Tingkat perekonomian keluarga yang meningkat biasanya mau tidak mau akan berimbas pada perubahan gaya hidup. Jika sebelumnya selalu menimbang dan memilih dengan selektif apapun yang hendak dibeli, setelah ekonomi meningkat kita jadi sembarangan berbelanja. Tak peduli mahal asalkan kita mau, ya beli saja!

Mengingat keluarga adalah pusat pembentukan karakter dan juga gaya hidup anak-anak, maka sesungguhnya sangat diperlukan konsep yang kuat dalam memilih model perilaku hidup yang akan dijalankan. Anak-anak akan menjadi duplikat orang tuanya dalam model kehidupan, kecuali ada keberuntungan mereka menemukan model sendiri di luar kebiasaan keluarganya.

Hidup sederhana adalah satu model yang menurut saya tak boleh berhenti untuk ditularkan pada anak-anak. Tak peduli kita sedang berekonomi kuat ataupun sedang dan juga lemah, latihlah diri kita dan juga anak-anak untuk tetap sederhana. Sederhana bukanlah berarti menyiksa diri, melainkan berusaha ada di pertengahan. Dengan begitu, kita dan anak-anak akan selalu menikmati hidup, meski di zona ekonomi manapun kita berada.

Contoh kongkret latihan buat anak-anak adalah:

Kebiasaan Makan
Biasakan anak-anak makan makanan buatan sendiri yang sederhana tapi sehat (Mungkin tempe, tahu, telur, dan sayuran), bahkan sesekali ajarilah anak-anak untuk makan makanan seadanya yang tersedia di dapur ketika mereka lapar.

Berpakaian
Sentuhlah jiwa sederhana anak-anak dengan kebiasaan berpakaian yang juga sederhana. Tanamkan rasa percaya diri anak bukan pada pakaian yang berharga mahal, sehingga mereka tak perlu minder dengan pakaian yang mereka kenakan hanya karena harganya murah. Sikap konsumtif salah satunya terlahir dari keinginan untuk berpakaian yang mahal bukan?

Mainan
Mainan disinyalir merupakan item yang cukup menghabiskan dana yang besar dalam memenuhi kebutuhan anak, terlebih kini sedang populer sosialisasi pentingnya mainan edukatif. Harganya bahkan bisa mencapai jutaan rupiah jika berasal dari luar negeri. Orang tua yang permisif, biasanya ikut maunya anak-anak membeli mainan ini dan itu, walaupun harganya menguras isi kantong.

Sesungguhnya mainan edukatif tak selalu harus mahal dan tak selalu pula harus dibeli. Isi rumah kita tak jarang bisa sekaligus menjadi mainan edukatif yang murah. Tak percaya? Contohnya saja perabotan rumah tangga. Kalau di toko mainan ada seperangkat cooking toys, maka mengapa tak pakai saja the real cooking ware yang kita miliki. Kalau perabotannya dalam keadaan bersih, anak-anak bisa juga kok memainkan wajan, panci, piring plastik, sendok, garpu, dll.

Dalam konteks mengajarkan hidup sederhana pada anak-anak, semuanya pada akhirnya akan merangsang kreativitas kita sebagai orang tua dan tanpa sadar akan menular pada anak-anak.

Saya sering secara sengaja "mengamankan" kotak mainan anak-anak ke atas lemari. Hasilnya, setelah mereka sedikit kelimpungan pada awalnya, tapi kemudian otot kreatif mereka sepertinya mulai bekerja. Mereka akan ambil selotip, spidol, kertas-kertas, cari gunting, cari kardus bekas atau botol-botol bekas air mineral, cari benang, dan lain-lain. Lalu mereka sibuk mengoprek semua itu hingga jadi sesuatu yang bisa dimainkan. Setelah diperhatikan, nyatanya mereka bisa lebih asyik dengan alat bermain yang mereka ciptakan sendiri.

Hidup sederhana itu sebenarnya indah buat mereka yang menghayatinya. Saya sendiri berharap anak-anak bisa merasakan indahnya hidup sederhana. Karena itulah saya berusaha mengajari mereka untuk memiliki sikap itu sedari mereka kecil.

Salam pendidikan!

Minggu, 19 Juli 2009

Pestisida

Dalam perjalanan pulang dari museum geologi (Minggu, 19 Juli), sehabis acara launching Asosiasi Praktisi Pendidikan Rumah (ASPIRASI) wilayah Bandung, anak saya Luqman duduk di samping saya. Ia sempat tertidur di bis, tapi di jalan tol ia terbangun. Matanya langsung segar. Mungkin karena melihat pesawahan di sepanjang jalan.

Tak berapa lama setelah itu, anak saya tiba-tiba berkata, “Mama, coba kita punya penyemprot pestisida…”

“Kenapa?” Tanya saya.
“Supaya tanaman-tanaman tidak dimakan hama” katanya.

Pernyataan anak saya itu tiba-tiba menyadarkan saya, bahwa dia sedang ingin tahu. Dan anak HE bisa belajar di mana saja, tak terkecuali di bis. Inilah saatnya mentransfer pengetahuan tentang apa itu pestisida dan apa bahayanya. Dia memang masih 5 tahun, tapi justru karena masih 5 tahun setiap informasi akan jadi lebih melekat, bukan?

Saya pun jadi cerita tentang untuk apa pestisida dibuat dan apa bahayanya pestisida jika termakan oleh makhluk hidup. Saya jadi cerita tentang bukunya Rachel Carson “Silent Spring”, yang mengisahkan tentang musim semi yang jadi sepi karena burung-burung sudah tak lagi dapat bersuara. Mereka sakit bahkan mati, karena makanan yang mereka makan sudah banyak mengandung racun pestisida.

Saya pun bilang pada anak saya, “Itulah kenapa kita menanam sayur sendiri di kebun… Supaya sayur yang kita makan tidak mengandung pestisida. Sayuran yang dibeli di pasar biasanya selalu disemprot pakai pestisida oleh para petaninya”.

Anak saya terdiam menyimak. Kemudian dia bertanya, “Kenapa para petani memakai pestisida?”
“Mungkin karena mereka tidak tahu bahayanya,” ujar saya.
"Kalau Ateu (Maksudnya tantenya yang kuliah di jurusan Hama Penyakit Tanaman)?"
Saya bilang, "Ateu pake pestisida untuk belajar..."

Setelah bis mulai keluar dari tol Cileunyi dan berbelok ke arah Jatinangor, Luqman tiba-tiba berseru, “Kalau kita punya sawah, kita akan menanam padi-nya nggak pake pestisida. Jadi, kalau ada burung-burung yang makan padi kita, mereka nggak mati!”

Duh… jadi haruuuuu banget hati ini mendengar kata-katanya. Berarti dia, anak yang kemarin (18 Juli) berulang tahun yang ke- 5 itu mengerti apa yang dikatakan ibunya. Semoga pengetahuan dan pemahaman itu membekas hingga ia dewasa.

Jumat, 03 Juli 2009

Film Alternatif Lebih Ramah Anak



Semua orang tua pasti miris melihat tayangan televisi yang mayoritas tidak cocok untuk anak-anak. Selain tayangan orang dewasa pada jam anak-anak, ternyata masalahnya juga terdapat pada pilihan film-film anak yang kebanyakan miskin nilai edukasi positif.

Tak perlulah disebutkan apa saja film-film semacam itu, yang jelas ciri-ciri umumnya meliputi: Menampilkan adegan kekerasan dan mengekspos kata-kata 'kotor' (misalnya: Bodoh! Brengsek! Kurang ajar! dan kata makian lainnya).

Memindahkan kesenangan anak dari menonton pada kegiatan membaca buku memang paling ideal. Akan tetapi tak semudah itu memindahkan minat anak yang sudah terlanjur maniak nonton. Selain itu, sebenarnya juga tak ada salahnya anak-anak menonton jika tontonannya bermanfaat dan tidak berlebihan durasinya.

Nah, info ini mungkin berguna buat teman-teman sesama orang tua yang belum tahu tentang alternatif film yang lebih "ramah" anak, tentunya sebagai pengganti tontonan televisi yang kini makin riskan. Berikut daftar film-film-nya:

1. Postman PAT (Cerita boneka tentang seorang tukang pos yang baik hati, suka menolong, dan kreatif. Terdiri atas beberapa seri. (Harga Rp. 15.000, kecuali sedang discount bisa 10 ribuan)

2. Bob The Builder (Cerita boneka seputar kegiatan membuat bangunan), terdiri atas beberapa seri. (Harga Rp. 15.000--- kecuali sedang discount bisa 10 ribuan)

3. Aku Anak Jenius (Seri ilmu pengetahuan animasi yang menarik. Belajar sains jadi asyik dan tidak membosankan), terdiri atas beberapa seri. (Harga Rp. 12.500 atau 10 ribuan kalau discount)

4. VCD edutalk Bahasa - berbagai bahasa: Inggris, Jepang, Arab(harga agak lebih mahal tapi variatif. Kelebihannya: memakai native speaker sehingga bisa melatih spelling anak-anak menjadi lebih baik)

5. Serial I Can Speak English (Harga 50 ribuan, isi 2 atau 3 CD. Isinya campuran film animasi dan dialog anak-anak oleh native speaker)

6. Edu-games Bobi Bola (VCD interaktif animasi yang cukup mendidik, harga agak lebih mahal)

7. Serial Tupi dan Ping (Kategori: film animasi Islami)

8. Serial Fireman Sam (Film boneka tentang sebuah tim Pemadam Kebakaran yang dipimpin oleh Sam yang kreatif dan senang mengajari anak-anak)

Mungkin banyak film lainnya yang kami belum tahu. Pada prinsipnya, meski mungkin akan terasa mahal jika membeli seri-seri film itu sekaligus, tapi kita bisa mencicilnya. Beli 1 VCD untuk 1 minggu atau mungkin 2 minggu atau mungkin 1 bulan. Jangan khawatir anak-anak bosan, toh film-film animasi di televisi juga biasanya terus diulang-ulang sampai beberapa kali untuk satu judul.

Berinvestasi sedikit untuk isi otak anak-anak jauh lebih baik daripada segalanya murah meriah di TV tapi merusak mereka di kemudian hari. Setuju?! :)

Selasa, 30 Juni 2009

Mengunjungi Kebun Sayur

Jalan-jalan melihat kebun sayur sangat mengasyikkan. Anak-anak jadi tahu rupa tumbuhan sayur secara langsung. Saya sering mengajak mereka melihat-lihat kebun sayur di belakang komplek rumah kami di Tanjungsari.Dengan sepatu bot, menyandang tas dan payung, serasa deh akan berpetualang.

Beberapa waktu lalu kami juga berkunjung ke Balai Penelitian Tanaman Sayuran(BALITSA) Lembang. Memang tidak semua sayuran kebetulan bisa dilihat. Sebagian sayuran seperti kentang dan wortel baru saja dipanen.

Minggu, 14 Juni 2009

Pendidikan Informal

Homeschooling atau yang di-Indonesiakan menjadi sekolahrumah, merujuk pada UU No. 20 tahun 2003 terkategori sebagai pendidikan informal. Apa artinya? Pendidikan informal adalah pendidikan yang dilaksanakan oleh keluarga dan lingkungan. Kedudukannya setara dengan pendidikan formal dan nonformal.

Hanya saja, jika anak-anak yang dididik secara informal ini menghendaki ijazah karena berniat memasuki pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi, maka peserta pendidikan informal bisa mengikuti ujian persamaan melalui PKBM atau lembaga nonformal sejenis yang menyelenggrakan ujian kesetaraan.

Pendidikan informal selama ini memang kurang dikenal oleh masyarakat, padahal inilah model pendidikan paling 'buhun' (kata orang Sunda) atau klasik. Orang tua jaman dulu, saat sekolah belum ada, hanya punya satu pilihan untuk mendidik anak-anak mereka, yaitu dengan mendidik sendiri. Kalaupun anak-anak berguru pada orang lain, itu dilakukan untuk menguasai keterampilan khusus lain yang tidak dikuasai orang tuanya. Pondasi pendidikan tetap berpusat pada keluarga.

Nah, bagaimana peran pendidikan informal bagi perubahan bangsa ini menjadi lebih baik? Saya kira hal itu akan sangat signifikan. Apalagi jika hal itu didukung oleh pemerintah, menguatnya kesadaran keluarga untuk menanamkan pondasi pendidikan di rumah akan membuat anak-anak memiliki memiliki visi hidup yang jelas, rasa optimis dengan masa depan, dan memiliki sikap hidup yang lebih posisitf karena berada dalam dukungan keluarga yang peduli dengan mereka secara keseluruhan.

Hal paling khas yang menjadi nilai lebih pendidikan informal dibandingkan model pendidikan lainnya adalah, kemungkinan yang lebih besar akan tergali dan terkelolanya potensi setiap anak secara maksimal. Bayangkanlah, banyak anak-anak yang bersekolah di sekolah formal, dengan aneka pelajaran dijejalkan pada mereka, ternyata pada akhirnya membuat mereka tak punya keterampilan mendeteksi bakat mereka sendiri, dan akhirnya mereka terjebak pada kebingungan memilih bidang kehidupan yang akan mereka jalani.

Ada yang kuliah jurusan Sastra Jerman tapi akhirnya jadi Bankir. Ada yang kuliah di jurusan Ekonomi, setelah lulus malah jadi artis. Begitu banyak kasus-kasus di mana orang menjalani bidang kehidupan dan pekerjaan yang tidak sesuai dengan bidang yang ditekuninya di sekolah. Mengapa bisa begitu?

Saya percaya bahwa itu disebabkan karena anak-anak tidak dapat menyadari talentanya sedari awal. Seringnya talenta ditemukan di luar gedung sekolah. Padahal jika orang tua menyadari dan anak-anak pun mampu menemukan bakat mereka sejak kecil, hasilnya pasti akan berbeda.

Mau mencoba?
Pendidikan informal tak buruk untuk dilirik oleh mereka yang menghendaki perubahan yang sangat mendasar dari generasi muda bangsa ini.

Sabtu, 13 Juni 2009

Alnect Computer



Product Information
Ekspresikan hidup penuh semangat melalui HD movie dan interaksi foto dengan teknologi terbaru dari NV100HD. Dilengkapai layar navigasi (LCD) dengan teknologi layar sentuh dan menu interaktif. Cocok bagi anda yang membutuhkan kamera digital saku dengan fitur dan nilai lebih.


Alnect Part No

:

522413

Shipping Weight

:

1 kg

Price

:

Rp. 3.995.000









Hubungi kami jika anda butuh bantuan di http://www.alnect.net/

Overview

14.7 MegaPixels with 28mm Wide Angle, Full HD for Still Image, HD Movie Format, Anynet+, 3.0" Touch Screen with Smart Touch 2.0, Face Detection, Beauty Shot, Elegant Premium Design, Dual IS, Multi Slide Show, Recycle Bin.

Detail Specifications

Max. Resolution Approx. 14.7 Mega-pixel (Effective)
Sensor Size/Type 1/1.72'' (1.49cm) CCD
Zoom Capability 3.6x Optical Zoom + Approx. 1.0x ~ 5.0x Digital Zoom
Focal Length (35mm Eqv.) Schneider-Kreuznach Lens f = 6.0 ~ 21.6mm (35mm film equivalent : 28 ~ 102mm)
Max. Aperture F2.8 (W) ~ 5.9 (T)
Lens Mount No
Auto Focus TTL auto focus(Multi AF, Center AF, Touch AF, Face Detection AF)
AF-Assist Lamp Yes
Image Stabilizer Engine Yes with Dual IS - OIS (Optical Image Stabilization) & DIS (Digital Image Stabilization)
Macro (min. Distance) 5~80cm (W), 50~80cm (T) with Auto Macro 5cm~Infinity (W), 50cm~Infinity (T)
LCD Display 3.0'' (7.62cm) hVGA (460,000 pixel) TFT LCD (Touch Screen)
Viewfinder No
Built In Flash Yes with range 0.3m ~ 5.4m (W), 0.5m ~ 2.7m (T) (ISO AUTO)
Manual Control Yes
ISO Sensitivity Auto, 80, 100, 200, 400, 800, 1600, 3200 (At 3M Size)
Movie Mode (Format) MP4 (H.264(MPEG4.AVC) without or with Sound
Movie Resolution HD 1280x720 (30 fps & 15fps) HQ, 1280x720 (30fps & 15fps) & Standard Quality 640x480 (30fps & 15fps)
Sound Recording Yes
Video Out Yes, NTSC, PAL (User Selectable ) & HDMI 1.2 : NTSC, PAL (user selectable)
RAW Mode No
PictBridge Support Yes
External Storage Type SD card (Up to 4GB guaranteed), MMC plus (Up to 2GB guaranteed 4bit 20MHz), SDHC card (Up to 8GB)
Battery Type Rechargeble Lithium Ion SLB-1137D (1,100mAh)
Dimension (WHD) (94.9 x 59.5 x 19.9) mm
Weight 138 gram (without battery and card)
Alnect Care Warranty 30 Hari
Standard Warranty 1 Tahun



Manufacturer Website : http://www.samsungcamera.com/









Alnect computer Blog Contest









Rabu, 10 Juni 2009

SURAMADU (Jembatan Surabaya - Madura)











Jembatan yang menyambungkan Kota Surabaya dan Pulau Madura (Suramadu) akhirnya diresmikan. Acara peresmian ini dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dihadiri seluruh unsur masyarakat, tidak hanya dari Jawa Timur tapi juga seluruh Indonesia. Termasuk, 14 gubernur.

Dalam sambutannya, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan, peresmian jembatan ini peristiwa sangat bersejarah bukan hanya untuk Jawa Timur tapi seluruh Indonesia.

“Peristiwa besar dan bersejarah ini sudah ditunggu masyarakat, karena itu kami menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pemerintah Indonesia melalui presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas peresmian jembatan ini,” kata Soekarwo.

Menurutnya, jembatan ini akan menjadi jembatan ekonomi dan budaya bagi masyarakat Madura dan luar Madura. Jembatan ini diharapkan berpengaruh bagi banyak daerah khususnya Sumenep, Pamekasan, Bangkalan, Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto.

Jembatan ini dirancang cukup kuat dan sanggup bertahan sekitar 100 tahun. Jembatan sepanjangnya 5,4 kilometer ini, dikerjakan 3.500 orang dari Indonesia dan Cina. Mulai dibangun pada pertengahan 2002, menghabiskan 28 ribu ton baja, serta 600 ribu ton campuran baja, dengan total anggaran Rp 4 triliun lebih.

Suramadu merupakan jembatan terpanjang di Indonesia bahkan di kawasan Asia tenggara. Di Indonesia saat ini memiliki 17 ribu jembatan panjang dan pendek.

Selasa, 09 Juni 2009

Kumpulan Soal and Prediksi SNMPTN 2009 at kumpulansoal.org

after UAN or UN for senior high school, student must try to past one more exam again, it's exam for enter State University In Indonesia, that now call SNM PTN, for those reason one of famous provider exam practice in Indonesia kumpulansoal.org, provide prediction and exam practice, you can download directly from link belowBasic Test / Kemampuan Dasar / First Day1. Basic Mathematics / Matematika

DAVALLIA











Taksonomi

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Pteridopsida

Ordo : Polypodiales

Famili : Davalliaceae

Genus : Davallia

Species : Davallia trichomanoides , Davallia denticulata, Davallia humata angustata

Deskripsi Genus : Merupakan salah satu suku anggota tumbuhan paku (Pteridophyta) yang tergolong sebagai bangsa paku sejati yang terbesar (Polypodiales). Anggota-anggotanya merupakan paku epifit, dengan ciri yang khas berupa stolen yang berambut coklat kemerahan merambat di pepohonan dan sori yang berupa cup di tepi daun. Daun Davallia biasa dijadikan unsur pendukung dalam karangan bunga.

Konstributor : Eka Sapri Alvyanto (07330053), Dsn. Pande rt 22 rw 10, ds. Triwungan Kec. Kotaanyar, Kab. Probolinggo.