Senin, 27 Desember 2010

MERENUNGKAN KEMBALI PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA

UNY, Yogyakarta

SARDIMAN

Dalam pengembangan karakter, guru harus bekerjasama dengan keluarga atau orangtua peserta didik. Posisi dan peran keluarga tidak sekedar tercatat atau formalitas, tetapi harus lebih efektif dalam bentuk kontrol terhadap pembinaan kepada peserta didik. Orang tua dan guru perlu membuat kesepakatan nilai-nilai utama apa yg perlu dibelajarkan, nilai-nilai kebaikan yang perlu dihayati dan dibiasakan dalam kehidupan peserta didik agar tercipta kehidupan yang harmonis, di sekolah, keluarga dan masyarakat. Mengutip Thomas Lickona nilai-nilai tersebut antara lain kejujuran, kasih sayang, pengendalian diri, saling menghargai/menghormati, kerjasama, tanggunggjawab, dan ketekunan.

Demikian disampaikan Sardiman,AM,MPd, di depan 90 peserta Raker Guru dan Karyawan SMA Muntilan I, Rabu (23/6) yang diselenggarakan di Wisma Pemda Boyolali, Selo. Sebelum Raker, diawali penandatangan MOU antara Dekan FISE UNY, Sardiman AM,MPd dan Kepala Sekolah SMA I Muntilan, Asep Sukendar,MPd. Acara yang berlangsung dua hari tersebut, juga dihadiri Pembantu Dekan I FISE UNY, Suhadi Purwantara, MSi, Kepala Kantor Humas, Promosi, Protokol, Lena Satlita,MSi, Kabag FISE UNY dan staf humas FISE UNY.

Sardiman melanjutkan pendidikan karakter di lembaga pendidikan tidak dapat ditawar lagi. Perilaku sebagian remaja dan peserta didi k yang cenderung semau gue, tidak tegur sapa, kurang hormat dan menghargai guru ataupun orang tua tidak dapat dibiarkan.Munculnya berbagai masalah ditengah kehidupan masyarakat seperti kenakalan remaja, narkoba, pelecehan seksual, indisiplin, hedonis kerusakan lingkungan, kurang menghargai karya-karya budaya bangsa, rendahnya komitmen dan jati diri bangsa, sudah tidak dapat ditolerir lagi.

Sardiman menegaskan mandegnya pendidikan budi pekerti di sekolah tidak terlepas dari paradigma dan kebijakan serta arah pembangunan nasional di masa Orde Baru yang menitikberatkan pembangunan di bidang fisik dan ekonomi.Pertumbuhan ekonomi terjadi tetapi juga membawa perubahan pandangan dan perilaku masyarakat menjadi pragmatis dan mengorbankan idealisme sebagai warga bangsa. Bidang pendidikan yang merupakan lahan kegiatan investasi masa depan yang merupakan aspek fundamental dalam kegiatan pembangunan kurang mendapat perhatian. Pembelajaran di sekolah lebih menitikberatkan pada kegiatan penguasaan materi, lebih banyak melatih otak kiri sehingga cenderung intelektualistik. Pendidikan kita lebih berorientasi pada inovasi dan eksperimentasi yang bersifat teknologis, tetapi kurang membangun perspektif tujuan dan kebutuhan asasi.Lebih didominasi pencarian pengetahuan teknologis daripada pencarian tujuan filosofis yang lebih arif dan mendasar, tegas Sardiman.

Di akhir paparannya, Sardiman mengatakan tidak mudah mengajarkan pendidikan karakter. Agar pendidikan karakter dapat terus dikembangkan maka perlu langkah-langkah sebagai berikut: perlu adanya keteladanan, proses pembelajaran dikembalikan kepada khitahnya sebagai proses pendidikan yang sesungguhnya (hakikat pendidikan). Perlu juga penciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif, misalnya dipajang berbagai ketentuan, prosedur, slogan-slogan yang mampu memberikan motivasi dan semangat dalam hidup dan kehidupan yang lebih berkarakter, perlu penataan berita dan penyiaran di berbagai media massa, baik di media cetak maupun elektronik, perlu dilakukan kerjasama orangtua/wali dan masyarakat sekitar dan adanya political will dari pemerintah.(lensa 29 Jun 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar