Selasa, 04 Januari 2011

Pemerintah Janji Palsu Evaluasi RSBI dan WCU

Pendidikan Lampost : Selasa, 4 Januari 2011

SEKOLAH INTERNASIONAL

JAKARTA (Lampost): Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendesak pemerintah menepati janji mengevaluasi program rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI)/sekolah bertaraf internasional (SBI) dan WCU (world class university).

"RSBI/SBI dan WCU bukan sekadar persoalan komersialisasi dan diskriminasi dalam bidang pendidikan. Lebih dari itu program ini akan membuat pendidikan kita disfungsional dan mengancam aspek paling strategis dalam kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara yaitu sumber daya kepemimpinan nasional," kata Ketua Umum PGRI Sulistiyo di Jakarta, Senin (3-12).

Ia mengungkapkan RSBI/SBI dan WCU pada 2010 dinyatakan dievaluasi. "Sampai akhir tahun ini kami belum diberitahu apa hasilnya. Pemerintah seolah tak berdaya menghadapi gagasan liberalisasi pendidikan ini," kata Sulistiyo.

ia menambahkan UU BHP telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, tetapi kemudian pemerintah membuat PP Nomor 66/2010 untuk menyalurkan "syahwat" komersial dalam dunia pendidikan.

Menurutnya, dengan menetapkan standar internasional sesungguhnya kita diperbudak oleh kekuatan global yang memaksa kita memandang keluar (outward looking) dan mengabaikan berbagai kepentingan nasional. Dunia pendidikan harus melayani apa yang menjadi kebutuhan pemangku kepentingannya.

Akibat kebijakan ini akan membuat upaya pendidikan kita semakin "tak nyambung" (mismatch) dengan kebutuhan. Semakin tingginya angka pengangguran terdidik adalah gejala yang menunjukkan fenomena ketidakselarasan ini.

"Sepanjang 2010 tidak kita saksikan "gereget" Kemdiknas dan jajarannya untuk mengatasi persoalan ini. Bahkan terkesan ada semacan ketidakberanian berhadapan dengan kekuatan-kekuatan pendukung komersialisasi ini," kata Sulistiyo.

Selain menyoal RSBI, PGRI juga menolak keras iklan dan sponsor rokok pada kegiatan pendidikan di sekolah, kampus, dan juga pada kegiatan yang melibatkan siswa, mahasiswa, guru, dosen, dan tenaga kependidikan lainnya.

"Kami meminta Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama melarang segala bentuk iklan dan sponsor rokok pada dunia pendidikan di Indonesia," kata dia.

Ia menjelaskan hasil survei tentang merokok dapat diketahui bahwa jumlah perokok dari waktu ke waktu semakin meningkat terutama kalangan generasi muda. Semakin meningkatnya kecenderungan masyarakat untuk merokok tidak terlepas dari pengaruh iklan atau sponsor tentang rokok (sebesar 93,9%).

Fenomena kuatnya pengaruh iklan terhadap perilaku merokok khususnya remaja telah ditunjukan oleh hasil survei yang dilakukan Koalisi untuk Indonesia Sehat (KuIS).

Merokok sangat berbahaya bagi kesehatan dan juga mengancam generasi bangsa pada masa datang. Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mengatakan mengisap 1-9 batang rokok sehari meningkatkan resiko kanker paru 4,6 kali lipat dibanding tidak merokok. WHO menyatakan asap rokok, sekecil apa pun jumlahnya sangat berbahaya.

"Berdasarkan hal itu, kami berpendapat bahwa kegiatan pendidikan di Indonesia harus bebas dari iklan dan sponsor rokok agar peserta didik, pendidik, dan tenaga pendidikan tidak terpengaruh untuk merokok serta tujuan pendidikan yang antara lain menghasilkan peserta didik yang sehat dapat tercapai dengan baik," ujarnya. (S-1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar