Minggu, 23 Januari 2011

Petualangan Jadi Guru di Daerah Terpencil (1)



ERISKA HELMI

Membaca kisah perjuangan Ibu Muslimah dalam best seller Laskar Pelangi membuat semua orang menjadi kagum atas keteguhan hati beliau karena mengajar setulus hati, saat hal yang sama kemudian terjadi menimpa diri sendiri, mau tidak mau, saya pun berusaha agar ikhlas sedemikian rupa.

Bukannya tidak ingin tidak ikhlas atau bagaimana, setiap orang yang menghabiskan seumur hidupnya di kota, menikmati segala fasilitas yang ada, tentulah akan merasa bingung, takut, stress, atau syok apabila menghadapi nasib seperti saya.

Tentulah semua orang lalu akan mencaci-maki saya dan mengata-ngatai ” sudah jadi jadi PNS mau enaknya saja, milih-milih ngajar di kota” walaupun maunya memang begitu. sudahlah, pikir saya. toh sudah terlanjur basah, biar kita mandi- mandi sekalian, biar daki dan kotoran pada bablas semua (apanya.com).

Sekolah tempat saya mengajar, terletak di pedalaman kabupaten Ogan ilir, berbatasan dengan kabupaten Oku Induk, setidaknya dari rute yang saya lalui saya melewati kabupaten tersebut. Nama daereahnya adalah desa Ibul Dalam, disebut Ibul, menurut cerita penduduk setempat adalah konon di desa tersebut banyak pohon Ibul, yang mana pohonnya, saya belum pernah lihat.

Pertama kali mendengar daerah itu, kaki langsung gemetar dan terasa linu sampai ke tulang, bagaimana tidak, semua orang yang ditanyai di mana lokasi desa itu ( saya belum pernah mendengar nama desa itu disebut satu kali pun dalam hidup saya sebelumnya) langsung menatap dengan iba lalu berkata dengan begitu dramatisnya “kasihan kamu, dapat di desa Ibul, gak ada listrik, gak ada sinyal, jalannya hancur gak ada taksi yang lewat,cuma bisa dicapai motor dan itu jauuuuuuuuh sangat”, maka gak heran bahwa keinginan untuk mundur dari CPNS begitu besar. sebodo amat, pikir saya, toh saya juga lulus murni, gak bayar ini. mentang mentang gak bayar lalu disemena-menain, ditaroh di ujungdunia, mana perempuan lagi. pokoknya, serasa nasib begitu sial saat itu.

Akhirnya setelah nekat, lalu memberanikan diri mencari lokasi sekolah, SMP Negeri 09 Rambang Kuang. Berangkat dari rumah jam 7 dari Palembang pagi naik motor bareng suami, menempuh perjalanan lebih dari 100 km, kurang lebih 3 jam, kedinginan pula, sampailah di kecamatan Rambang Kuang, Ibu kota (alah) kecamatan itu Tambang Rambang. Disana kami diarahkan ke SMP N 01 RK, dimana sebagian besar kepsek sudah ngumpul untuk mengembalikan hasil ujian UAN, sayang disayang kepala sekolah SMPN 09 tidak datang, jadi terpaksa melanjutkan perjalanan ke rumah Kepsek di dusun Kuang Dalam yang berjarak 20-30 km, saat itu jam 11 siang. ternyata saudara-saudara, jalan ancur itu sudah mulai terlihat di dalam perjalanan menuju rumah kepsek - baru kerumah kepsek doang, belum sekolahnya, sekolahnya 20 km dari rumah kepsek dan jalanannya lebih ancur daripada jalan kerumah kepsek - beneran, jalannya begitu hancur-hancuran sampe motor tenggelam di jalan berlumpur sepaha, kalaupun dah berhasil, maka terpeleset, terjatuh, terbalik dari motor lah makanan kami. bayangkan pernah menonton acara petualangan di tv yang jalanannya sangat ancur dan dipakai buat off road harus kami lewati, mana yang lewat situ adalah orang-orang yang “ng-kota ” banget, naek vega, revo, mio, bener bener kelenger di urusan tarik menarik motor pas kejeblos lumpur, ya iyalah repot, toh penduduk aseli situ aja pada make motor yang buat motor cross, baru bisa lewat, itupun sudah susah payah, nah rombongan saya, dengan muka culun dan lugu konvoi dengan motor buat gaya.. tobat banget dah kalau harus mengingat lagi, hehehe.

jadinya, setelah pucat pasi, kecapekan, ketakutan, lemes, belum makan, dan sholat pas sampe di desa kuang dalam berasa sampe surga, malahan pas ketemu kepsek berasa ketemu malaikat, cess… gitu rasa hati. ( lebay.com).

karena didusun itu ada 2 kepsek untuk sekolah berbeda, maka rombongan kami terpisah, saya dan suami menghadap kepsek SMPN 09, sementara teman-teman yang lain menghadap kepsek mereka yang ternyata sekolahnya di dusun Kuang Dalam itu.

Akhirnya, setelah minta tanda tangan, numpang buang hajat ( gila aja, dari jam 7 pagi baru bisa dikeluarin jam 3 sore), disuguhi makan dan numpang sholat bentar, kita semua pamit pulang, walau sebelumnya sempat ditaha-tahan karena kata kepsek, kami bakal akan sampai di palembang larut malam, toh semuanya memilih nekat, pulang melewati jalur yng sama, kembali syok, tapi karena udah lewat di jalan itu sebelumnya cuek-cuek saja, malah cekakak-cekikik, kadang ngelihat rombongan bolang, ular dan khusus saya lihat kadal (apa buaya) segede komodo.

kami baru bisa sampai rumah jam sepuluh malam, badan adah gemetar sangat, mandi lumpur dari kaki sampe kepala, pantat sakit karena kelamaan duduk dimotor, walhasil, bobo’ nya terpaksa nungging, karena ternyata pantat bengkak,hehehe.

ini baru pengalaman minta tanda tangan dan ketemu kepseknya doang.

Hari itu 30 maret 2010, perjalanan Palembang -Kuang Dalam 200 km lebih pp, naik Vega, dari Jam 7 pagi- Jam 10 malem. (Kompasiana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar