Minggu, 20 Maret 2011

SEKOLAH MAHAL: DPR Bentuk Panja RSBI

Pendidikan Lampost : Kamis, 17 Maret 2011


JAKARTA (Lampost): Komisi X DPR berencana membentuk panitia kerja (panja) rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) untuk menyikapi banyaknya masalah yang harus segera diselesaikan untuk kepentingan rakyat.

Anggota Komisi IX DPR Ferdiansyah menegaskan RSBI masih diperlukan oleh masyarakat, apalagi konsep RSBI termaktub dalam undang-undang. Akan tetapi pada prakteknya, banyak yang tak sesuai dengan aturan. “Jelas merugikan masyarakat,” katanya.

Selain itu, pembentukan panja ini juga dilatarbelakangi begitu lamanya anggota Dewan menunggu hasil evaluasi Kemendiknas yang sudah berjalan cukup lama. Menurut dia, bahasan RSBI sudah seringkali dilakukan, tetapi hingga kini Kemendiknas belum menemukan resep yang tepat mengenai rencana RSBI.

Menurut dia, ada empat hal yang perlu dievaluasi oleh Kemendiknas untuk rintisan sekolah ini. Empat hal itu, antara lain, pertama, peningkatan mutu sumber daya manusia sekolah dimulai dari guru, kepala sekolah, tata usaha hingga pustakawan. Kemudian pengembangan sarana dan prasarana yang diikuti evaluasi, dan ketiga perihal pembenahan kurikulum.

Keempat ialah mengkaji kembali proses tahapan RSBI menjadi SBI. Menurut dia, kini perubahan RSBI masih berlangsung instan alias langsung dinaikkan. Padahal hal itu terjadi karena semuanya merasa bangga bisa membangun RSBI.

Seharusnya, kata dia, perubahan RSBI menjadi SBI membutuhkan waktu bertahun-tahun atau sekitar 36 tahun. “Saat ini tahapannya begitu cepat, padahal harusnya memakan waktu yang lama untuk perubahan ini.”

Puluhan tahun ini juga diperlukan karena persyaratan guru RSBI ialah magister dari perguruan tinggi berakreditasi A, tetapi jumlah perguruan tinggi berakreditasi tinggi itu belum banyak di Tanah Air. “Evaluasi ini juga sudah sering menjadi kesimpulan rapat tapi belum pernah terealisasi,” ujarnya.

Sebelumnya, Kemendiknas akan membahas serius tentang SBI dan RSBI. Mendiknas mengakui biaya pendidikan di RSBI dan SBI saat ini memang mahal. Menurut Mendiknas, dia bahkan menerima laporan adanya sumbangan sukarela yang dipungut sekolah kepada orang tua murid mencapai puluhan juta rupiah.

“Laporan yang saya terima, ada sekolah yang menarik sumbangan tersebut Rp70 juta sampai Rp80 juta. Tidak dimungkiri masih ada yang mengenakan Rp3 juta saat pertama kali masuk sekolah," ujarnya.

Evaluasi terhadap RSBI dan SBI di antaranya dengan melihat perkembangan akuntabilitas sekolah. Juga melihat kemampuan komite sekolah dalam mengelola anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS). "Kami juga melihat sejauh mana sekolah mengelola sumber daya tenaga pendidikanya," kata Mendiknas.

Alat ukur evaluasi lainnya mempertimbangankan penghargaan akademik. Status RSBI dan SBI bukan sekadar pengakuan terhadap sekolah, melainkan dinilai dari persentase kenaikan kelas, nilai ujian nasional (UN), dan kemampuan akademik lain di sekolah.

"Itu untuk menilai apakah sekolah tersebut pantas menyandang gelar RSBI atau perlu perbaikan," katanya.

Kemendiknas juga menilai penerimaan siswa baru (PSB). Jumlah siswa yang diterima harus sesuai dengan kapasitas fasilitas, sarana, dan prasarana yang tersedia. "Sehingga anak-anak itu bisa belajar cepat. Soalnya fasilitas yang ada sudah pas dengan jumlah siswa," ujarnya.

Sedangkan evaluasi RSBI, kata Mendiknas, juga termasuk menilai persyaratan infrastruktur bangunan sekolah. Antara lain, memiliki aula, toilet, ruang guru, dan laboratorium. "Lebih utama RSBI harus sudah punya school sister untuk menjalin kerja sama dengan sekolah di luar negeri," katanya. (S-1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar