Minggu, 20 Maret 2011

'Education for All', Strategi Pemerataan Pendidikan Indonesiaku

Pendidikan Lampost : Sabtu, 19 Maret 2011


Imadi
Mahasiswa Pascasarjana IAIN Raden Intan Lampung

Pendidikan mengambil peran penting dalam membangun kehidupan berbangsa saat ini. Oleh karena itu, konsepsi pendidikan harus dikombinasikan dengan bauran budaya. Alasan paling rasional adalah bahwa kebudayaan suatu bangsa tidak pernah statis. Ia senantiasa dinamis dan beradaptasi secara dialektis dan kreatif dengan dinamika masyarakat.

Adakalnya ia memengaruhi, juga sebaliknya, dipengaruhi masyarakat. Kebudayaan mengalir dalam gerak saling berpengaruh yang tanpa akhir dalam denyut nadi kehidupan.

Salah satu hal yang menjadi ironi dunia pendidikan sekarang adalah masalah pemerataan akses pendidikan di Indonesia yang belum signifikan. Laporan UNDP menunjukkan angka human development index (HDI) masyarakat Indonesia yang menjadi salah satu indikator pemerataan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain di Asia. Angka putus sekolah masih tinggi.

Menurut data resmi yang dihimpun dari 33 kantor Komnas Perlindungan Anak (KPA) di 33 provinsi, jumlah anak putus sekolah pada 2007 mencapai 11,7 juta jiwa. Penambahan jumlah tersebut disebabkan keadaan ekonomi nasional yang kian memburuk dan tingkat kemiskinan yang terus bertambah kurang lebih 25% dari jumlah penduduk Indonesia.

Peningkatan jumlah anak putus sekolah di Indonesia sangat tinggi. Pada 2006, jumlahnya masih sekitar 9,7 juta anak, tetapi setahun kemudian sudah bertambah sekitar 20% menjadi 11,7 juta jiwa. Dapat dibayangkan, gairah belajar dan harapan 12 juta anak Indonesia terpaksa dipadamkan. Angka putus sekolah tersebut merupakan bukti apatis pemerintah terhadap dunia pendidikan. Hal itu sebenarnya dapat diatasi jika pemenuhan anggaran pendidikan 20%-sebagaimana diamanatkan Pasal 31 Ayat 4 UUD (amendemen keempat)-dikelola dengan baik sesuai dengan kebutuhan.

Sementara di pedalaman masih banyak sekolah yang tidak memiliki guru dan sarana belajar yang memadai. Padahal pendidikan memegang peran yang signifikan dalam mencapai kemajuan di berbagai bidang kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Dengan pendidikan sebuah bangsa bisa bermartabat, mandiri, dan kompetitif.

Bila pemerataan akses pendidikan ke berbagai daerah pelosok tidak signifikan, pembangunan manusia dengan karakter budaya tertentu tidak akan menyentuh aspek identitas yang akan mengarahkan kita pada esensi nasionalisme. Lebih dari itu, bangsa kita seperti lupa dan tidak menyadari karakternya sendiri.

Pendidikan Berkarakter Budaya

Pendidikan seharusnya memaslahatkan manusia dengan pilar-pilar kompetensi kehidupan. Namun karena aksesnya tidak merata, masih banyak warga masyarakat yang belum termaslahatkan secara ekonomi dan sosial dalam kehidupan bernegara, baik sebagai konsepsi politik dan bangsa maupun sebagai konsepsi budaya.

Cultural building of education dengan basis kedaulatan merupakan suatu strategi akses pemerataan pendidikan yang terkonsentrasi pada daerah terpencil, minim akses, dan sarana pendidikan dengan kekuatan budaya yang dimiliki. Karena pendidikan adalah hak untuk semua dan budaya adalah karakter dari sebuah bangsa. Diharapkan muncul benih-benih generasi yang dapat mengemban masa depan seperti komunitas “Laskar Pelangi” yang penulis analogikan sebagai kebangkitan pendidikan daerah terpencil.

Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek penting, yaitu equality dan equity. Equality mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangka equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama di antara berbagai kelompok dalam masyarakat.

Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan dengan kesempatan yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar