Minggu, 06 Februari 2011

Buku Yudotono Untuk Siswa SD

Jakarta, Kompas - Buku-buku seri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dibagikan ke sekolah-sekolah melalui dana alokasi khusus tahun 2010 juga ditemukan di Kabupaten Garut dan Kabupaten Tangerang. Bahkan, buku-buku tersebut dibagikan untuk siswa sekolah dasar.

Di Kabupaten Garut, Jawa Barat, sejumlah sekolah dasar menerimanya pada 25 Januari lalu. Di Kecamatan Pakenjeng, Garut, beberapa sekolah dasar menerima 10 seri buku tentang Yudhoyono dan setiap seri berjumlah lima eksemplar. Ke-10 seri buku itu ialah Jendela Hati, Jalan Panjang Menuju Istana, Adil Tanpa Pandang Bulu, Indahnya Negeri Tanpa Kekerasan, Menata Kembali Kehidupan Bangsa, Peduli Kemiskinan, Memberdayakan Ekonomi Rakyat Kecil, Diplomasi Damai, Berbakti untuk Bumi, dan Merangkai Kata Menguntai Nada.

Seorang kepala sekolah di Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, mengatakan, sekolahnya menerima Dana Alokasi Khusus 2010 sebesar Rp 260 juta. Alokasi untuk pembangunan fisik sudah diterima, sedangkan nonfisik berupa buku-buku yang disalurkan ke sekolah sebanyak 29 dus. Di antara buku-buku itu terdapat 45 eksemplar buku tentang Yudhoyono.

Ada delapan SD di Kecamatan Pakenjeng yang menerima dana alokasi khusus buku, termasuk buku-buku tentang Yudhoyono. Sejumlah kepala sekolah menolak menandatangani berita acara penyerahan buku karena jumlah buku yang tertulis dalam daftar dengan yang ada dalam dus berbeda.

Apit Masduki dari Divisi Investigasi Garut Governance Watch (GGW), Selasa (1/2), mengatakan, buku tersebut merupakan bagian dari dana alokasi khusus buku tahun 2010.

Setelah dibaca, kata Apit, isi buku Yudhoyono itu terlalu berat bagi siswa SD. ”Isi buku itu di antaranya tentang ekonomi makro dan mikro serta keberhasilan mengentaskan rakyat dari kemiskinan. Jangankan anak SD, anak SMP saja kemungkinan akan sulit memahaminya,” ujar Apit.

Kepala Sekolah Dasar Daya Susila Debijani Tedjalaksana menambahkan, buku-buku tentang Yudhoyono tidak akan dipajang di perpustakaan karena isinya tidak sesuai dengan kebutuhan siswa sekolah dasar.

”Tuh, bukunya masih belum dikeluarkan dari dus. Biar diperiksa dulu oleh aparat Kementerian Pendidikan Nasional,” kata Debijani yang tidak memesan buku-buku tersebut.

Apit menambahkan, untuk mengejar kualitas pendidikan di Garut, pengadaan buku tentang sosok dan kiprah Yudhoyono kurang tepat. ”Lebih baik prioritaskan pengadaan buku-buku pelajaran karena di sini banyak masyarakat yang tidak mampu membeli buku pelajaran,” ujarnya.

Di Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, sejumlah sekolah juga menerima buku tentang Yudhoyono. Setiap sekolah mendapat empat judul buku dan dibagikan Januari lalu.

Ade Irawan, Koordinator Divisi Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, mengatakan, kasus dan motif pembagian buku-buku tentang Yudhoyono yang dibeli dengan Dana Alokasi Khusus 2010 harus diusut tuntas.

Secara terpisah, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR mengeluarkan pernyataan sikap yang isinya mendesak Kemdiknas, Dinas Pendidikan dan Olahraga Kabupaten Tegal, serta sekolah-sekolah yang menerima seri buku Presiden Yudhoyono untuk segera menarik buku-buku itu dari peredaran di lembaga-lembaga pendidikan. Pertimbangannya, buku-buku itu tidak dapat digolongkan ke dalam satu pun kategorisasi yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 19 Tahun 2010.

Fraksi PDI-P menilai buku seri Yudhoyono itu juga tidak dapat dikategorikan sebagai pengayaan bagi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Mendasar pada Silabus Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang ditetapkan Direktorat Pembinaan SMP, Kemdiknas pada 2006, tidak satu pun terdapat dalam Dimensi Keilmuan Politik Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan membahas mengenai ketokohan tertentu.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Pimpinan Kelompok Komisi X Fraksi PDI-P DPR Heri Akhmadi dan Sekretaris Utut Adianto. Fraksi PDI-P mengatakan telah terjadi kesimpangsiuran dan ketidakjelasan mengenai transparansi dan proses pelaksanaan teknis pencairan dana alokasi khusus antara pusat dan daerah. (ELN/ADH)

Sumber: Kompas, Rabu, 2 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar