Kampus IAIN Rd.Intan Lampung
(Sebuah Studi Psikologi Agama)
Oleh: Dian Nur Anna*
Pendahuluan
Mahasiswa-mahasiswi merupakan penerus bangsa di masa depan. Kualitas mahasiswa-mahasiswi saat ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan bangsa pada masa mendatang. Perguruan Tinggi mempunyai kewajiban untuk membentuk pribadi yang berkualitas dengan memberikan pelayanan yang baik terhadap mahasiswa-mahasiswi. Semuanya itu tidak lepas dari Visi dan Misi Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai salah satu Perguruan Tinggi Negeri yang bercirikan Islam mempunyai Visi dan Misi yang tujuannya juga mencetak sarjana yang berkualitas. Visi dari UIN Sunan Kalijaga adalah unggul dan terkemuka dalam pemaduan dan pengembangan studi keislaman dan keilmuan bagi peradaban. Selain Visi, Misi dari UIN Sunan Kalijaga berjumlah lima poin yang salah satunya adalah membangun kepercayaan dan mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Tri Darma Perguruan Tinggi. Visi dan misi UIN Sunan Kalijaga yang luar biasa ini hendaknya bukan hanya dalam dataran ide tetapi juga dalam prakteknya dapat diimplementasikan dengan baik. Sehingga, hal ini dapat menarik masuknya calon mahasiswa-mahasiswi dari berbagai jurusan untuk masuk ke UIN Sunan Kalijaga.
Calon mahasiswa-mahasiswi yang mendaftar ke UIN Sunan Kalijaga khususnya Fakultas Ushuluddin berasal dari latar belakang pendidikan yang beragam. Calon mahasiswa-mahasiswi tidak hanya berasal dari MAN dan Pesantren, tetapi juga dari SMA, STM, SMK dan sekolah umum lainnya. Melihat realitas yang demikian, keberagamaan mereka juga berbeda-beda sesuai dengan pemahaman mereka tentang keberagamaan yang mereka dapat dari sekolah, tanpa menafikan peran dari orang tua dan lingkungan yang mendukung keberagamaan mereka. Hal ini mempengaruhi pertimbangan calon mahasiswa-mahasiswi untuk kuliah di Fakultas Ushuluddin.
Ada banyak pertimbangan yang menyebabkan mahasiwa-mahasiswi masuk di Fakultas Ushuluddin. Dari 30 mahasiswa-mahasiswi, ada 17 mahasiswa-mahasiswi masuk ke Fakultas Ushuluddin karena mereka mendapat pertimbangan keluarga/teman, ada 9 mahasiswa-mahasiswi karena dorongan beasiswa, 4 mahasiswa-mahasiswi karena membaca selebaran/radio, dan 1 mahasiswa karena melihat spanduk. Berdasarkan hal tersebut, pertimbangan keluarga/teman itu ternyata mempunyai prosentase yang terbesar dan hal ini perlu untuk ditindaklanjuti.
Keluarga/teman yang pernah kuliah dan mengenal Ushuluddin kemungkinan merasakan bahwa Fakultas Ushuluddin telah mengesankan mereka. Sehingga, mereka menyarankan keluarga/teman mereka untuk masuk ke Ushuluddin. Analoginya adalah jika mereka tidak mengenal Fakultas Ushuluddin secara mendalam, kemungkinan Fakultas Ushuluddin akan sepi peminat. Contoh konkrit yang dihadapi sekarang adalah Jurusan Perbandingan Agama dikategorikan sepi peminat. Ada beberapa hal yang menyebabkan Perbandingan Agama itu sepi peminat, seperti: tidak semua lulusan dari Perbandingan Agama menyarankan keluarga/kerabat/teman untuk masuk ke jurusan ini; masyarakat sendiri kurang mengerti tentang Perbandingan Agama tersebut. Jika hal tersebut tidak dijelaskan dan tidak diketahui secara mendalam, maka ini dapat memunculkan image yang salah tentang hal tersebut.
Mereka berpendapat bahwa jika kuliah di Perbandingan Agama, maka mereka akan murtad. Mereka menganggap bahwa Perbandingan Agama adalah membandingkan Agama. Jika Agama dibandingkan satu dengan yang lain, maka mahasiswa-mahasiswi akan goyah imannya. Kegelisahan ini juga dirasakan oleh beberapa mahasiwa-mahasiswi yang telah diterima di Jurusan Perbandingan Agama Penguatan.
Dalam tulisan ini, penulis ingin mengungkap tentang bagaimana mengatasi persoalan kegelisahan mahasiswa-mahasiswi tersebut dalam studi Psikologi Agama.Tulisan ini tidak akan menyajikan proses konversi secara detile dari persoalan yang dihadapi mahasiswa-mahasiswi dari tahap kegelisahan sampai tahap kepermanenan konversi, tetapi akan menyajikan bagaimana memecahkan kegelisahan dari mahasiswa-mahasiswi tersebut sehingga mahasiswa-mahasiswi akan mendapatkan ketenangan dan dapat menyelesaikan kuliah di UIN Sunan Kalijaga.
Untuk mengungkap hal tersebut, penulis akan membahas secara diskriptif-kritis tentang pengertian Psikologi, persentuhan antara Psikologi dan Agama, metode penelitian Psikologi Agama dan pembelajaran Psikologi Agama untuk memecahkan kegelisahan mahasiswa-mahasiswi tersebut. Selanjutnya, pembahasan ini akan dimulai dengan pengertian Psikologi.
Psikologi
Psikologi dilihat secara terminology berasal dari kata psyche berarti jiwa dan logos yang kemudian menjadi logi berarti ilmu. Kata Psikologi (Psychology) berarti ilmu pengetahuan tentang jiwa, tidak terbatas pada jiwa binatang dan sebagainya (Arifin, 2004: hlm. 12). Ada beberapa ahli yang mengungkapkan tentang Psikologi, seperti Wilhelm Wundt, John Broadus Watson dan Floyd L. Ruch. Menurut Wilhelm Wundt (1832-1920), Psikologi merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman yang timbul dalam diri manusia seperti pengalaman perasaan panca indra, merasakan sesuatu, berpikir dan berkehendak (Ibid, 13).
John Broadus Watson (1842-1910) mengungkapkan bahwa Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku lahiriah manusia dengan menggunakan metode-metode observasi (pengamatan) secara obyektif seperti rangsangan (stimulus) dan jawaban (response) yang menimbulkan tingkah laku (Ibid, 14). Menurut Floyd L. Ruch, Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang proses penyesuaian diri manusia yang berupa tingkah laku yang berusaha memenuhi kebutuhan baik biologis maupun kebutuhan hidup sosialnya (Ibid, 15).
Berdasar pendapat ketiga tokoh tersebut, Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pengalaman manusia yang secara nyata terlihat dalam tingkah lakunya. Sebagai sebuah ilmu yang ilmiah, Ilmu Psikologi mempunyai beberapa cabang, seperti: Psikologi Komunikasi, Psikologi Umum, Psikologi Belajar, Psikologi Sosial dan Psikologi Agama. Dari berbagai cabang Psikologi ini, Psikologi Agama merupakan ilmu yang menarik. Psikologi Agama itu mencoba menyoroti Agama dalam sisi Psikologi. Ketika Psikologi sebagai salah satu ilmu empiris mencoba menyoroti Agama, maka akan menimbukan perdebatan, baik itu dari para agamawan maupun Psikolog sendiri.
Persentuhan Psikologi dan Agama
Persentuhan Agama dengan Psikologi telah mengalami pasang surut yang dapat dibagi menjadi empat periode. Periode pertama berlangsung sekitar paruh ke dua abad ke-19. Psikologi sebagai sains dimulai sekitar tahun 1879 ketika William Wundt (1248-1339 H/ 1832-1920 M) dari Universitas Leipzig di Jerman mendirikan Laboratorium untuk menganalisa tingkah laku manusia dengan binatang melalui metode eksperimen. Menurut Robert W. Crapps (1993: 12), persentuhan Agama dan Psikologi belum menemukan wujudnya.
Periode kedua yaitu sekitar abad ke-19 sampai dengan abad ke-20, Psikologi mengkaji dan menafsirkan perilaku Agama berdasar teori Psikologi. Ada beberapa tokoh yang mencoba menjembatani hubungan antara Psikologi dan Agama, yaitu Edwin Diller Starburk, James H. Leuba, George Coe, G. Stanly Hall dan William James (1258-1328 H/1842-1910 M). Buku Starburk yang berjudul The Psychology of Religion (1899) dan The Varieties of Religious Experience (1902) ini memusatkan perhatian pada pengalaman keagamaan. James H. Leuba, George Coe dan G. Stanly Hall telah memberikan identitas pada istilah Psikologi Agama yang tertuang dalam karya-karyanya (Robert W. Crapps, 1993: 13).
Periode ketiga yaitu pada tahun 1930 sampai dengan tahun 1950 terjadi kemerosotan hubungan antara Agama dengan Psikologi. Ada dua hal yang menonjol dalam periode ini yaitu: Psikologi cenderung semakin positivistik dan behaviouristik serta para Ahli Agama memanfaatkan situasi itu. Saat itu, hubungan saling acuh dan menafikan antara Agama dan Psikologi terjadi. Ada tiga akibat yang ditimbulkan yaitu: rasa acuh dan tak acuh dari Ahli Agama maupun Psikologi; banyaknya Ahli Agama yang tidak yakin bahwa hasil dan kesimpulan yang diperoleh dari studi Agama secara psikologis akan memberikan hasil dan kesimpulan yang akurat; banyak Psikolog yang sangat berhati-hati dengan perkataan yang transendental, seperti keyakinan dan Agama (Robert W. Crapps, 1993: 14).
Periode keempat, yaitu pada tahun 1960-2001, pengembangan Psikologi mengarah kepada usaha untuk menjadikan nilai budaya dan Agama sebagai obyek kajian Psikologi dan sebagai sumber inspirasi bagi pembangunan teori-teori Psikologi. Kemudian lahir Psikologi Humanistik dan Psikologi Transpersonal (Baharudin, 2004: 6). Pada tahun 1987, Rolston menggunakan Psikoanalisa Behaviorisme dan Psikologi Humanistik dalam meninjau kembali pemahaman tentang doktrin-doktrin Agama. Tahun 1988, Sperry menggunakan Psikologi Kognitif untuk mendefinisikan kembali keimanan (Jalaluddin Rakhmat, 2004: 138).
Dari keempat periode tersebut menunjukkan bahwa Psikologi itu posisinya ada di atas Agama. Maksudnya adalah Agama dijadikan obyek penelitian Psikologi. Menanggapi hal tersebut, ada penemuan baru yang dilakukan oleh Jones. Jones menawarkan sebuah hubungan antara Agama dan Psikologi yaitu dengan interaksi kritis-evaluatif. Teori ini menuntut peneliti untuk menguji dan mengevaluasi teori-teori Psikologi tersebut apakah bertentangan dengan keyakinan Agama. Sehingga, Psikologi diletakkan di bawah telaah Agama (Jalaluddin Rakhmat, 2004: 139).
Berdasar pertentangan antara Agama dan Psikologi ini, maka Agama dan Psikologi hendaknya menjadi mitra sejajar yang keduanya dapat mengkaji satu dengan yang lain. Artinya adalah Agama dapat mengkaji Psikologi (Agama mengevaluasi teori-teori Psikologi) dan sebaliknya, Psikologi dapat digunakan untuk memahami Agama (Psikologi sebagai ilmu bantu penelitian Agama).
Psikologi Agama
Perbedaan dalam memandang keberagamaan manusia yang berbeda-beda itu akan memunculkan perbedaan dalam mendefinisikan tentang Psikologi Agama. Ada beberapa tokoh yang mencoba mendefinisikan Psikologi Agama, yaitu Zakiyah Daradjat, Nico Syukur Dister dan Robert W. Crapps.
Menurut Zakiyah Daradjat, Psikologi Agama adalah meneliti kehidupan beragama seseorang dengan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan Agama pada seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan Agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya, mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa Agama pada seseorang dan faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan serta meneliti pengaruh Agama terhadap sikap dan tingkah laku orang/mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang (Zakiah Daradjat, 2005: 14).
Menurut Nico Syukur Dister, Psikologi Agama meneliti manusia yang beragama dengan kesadaran yang mengarahkan dirinya secara intensional kepada Tuhan (Nico Syukur Dister, 1988: 13-14). Robert W. Crapps mengungkapkan bahwa Psikologi Agama sebagai cabang ilmu yang memusatkan perhatian pada tiga bidang, yaitu: bentuk-bentuk institusional (lembaga, organisasi, civil religion) yang diambil agama, arti personal yang diberikan orang pada bentuk-bentuk itu, serta hubungan antara faktor keagamaan dan seluruh struktur kepribadian manusia (Robert W. Crapps, 1993: 19).
Berdasarkan pada pendapat ketiga pemikir tersebut, Psikologi Agama merupakan usaha untuk menstudi Agama dari sudut pandang Psikologi yang memfokuskan pada tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap Agama yang dianut serta kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Ketika meneliti persoalan Agama khususnya tentang manusia yang beragama, peneliti menggunakan beberapa metode-metode ilmiah.
Metode Penelitian Psikologi Agama
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengkaji manusia yang beragama. Secara umum, metode penelitian Psikologi Agama adalah metode ilmiah empiris/ melakukan observasi terhadap data secara nyata (Zakiah Daradjat, 2005: 10). Menurut Zakiyah, ada beberapa metode dalam meneliti agama. Dalam metode empirik, kesimpulan diambil dari observasi terhadap data-data atau fakta-fakta bukan dari belakang meja), dengan menanyakan pengalaman-pengalaman orang yang masih hidup (dengan angket), apa yang kita capai dengan meneliti diri kita sendiri, dapat dikumpulkan bahan-bahan dari riwayat hidup yang ditulis sendiri oleh yang bersangkutan atau yang ditulis oleh ahli-ahli agama (Zakiah Daradjat, 2005: 10).
Metode selanjutnya yaitu dokumen pribadi, angket, wawancara. Metode eksperimen dengan mengadakan perbandingan. Metode observasi yaitu mengadakan pengamatan serta mencatat kejadian-kejadian untuk dianalisa, diteliti dan dicari kesimpulannya. Metode klinik/projektif tehnik, terhadap penderita yang datang ke klinik jiwa untuk konsultasi, karena persoalan, emosi, keluarga, pribadi dan sebagainya, yang hal ini berhubungan dengan keyakinan Agama. Metode ini digunakan untuk menentukan kualitas penyesuaian diri individu dengan lingkungannya, baik secara umum, maupun khusus, tertentu atau menyimpang. sehingga kita dapat menambah pengertian tentang masalah Psikologi, hubungan, sebab akibat, penilaian, hipotesis dan cara menanganinya (Zakiah Daradjat, 2005: 15).
Menurut Ahyadi, ada beberapa metode penelitian Psikologi Agama yang lain yaitu metode statistik. Metode ini merupakan perhitungan kuantitatif untuk membuat diskripsi, penilaian, kesimpulan dan penemuan ilmiah. Tes Psikologi digunakan untuk mengetahui kemampuan, perasaan, minat, aspek individu, angket dengan mengajukan pertanyaan dengan wawancara atau kuisioner, intropeksi yaitu mengamati kejadian diri sendiri, retrospeksi yakni intropeksi yang dilaksanakan setelah kejadian Psikologi berlangsung, ekstropeksi yaitu pengamatan kejadian psikologis terhadap orang lain. Metode selanjutnya yaitu partisipasi dengan ikut masuk dalam situasi interaksi sosial Psikologi, meneliti riwayat hidup (case history methode), tehnik analisis impian dan meneliti perkembangan hidup seseorang (developmental methode) (Abdul Aziz Ahyadi, 2005: 34). Beberapa metode tersebut dapat digunakan untuk memahami pengalaman beragama sebagai obyek formal dari Psikologi Agama.
Pembelajaran Psikologi Agama
Melihat dari ruang lingkup, sejarah dan metode dalam Psikologi Agama, mata kuliah Psikologi Agama ini merupakan salah satu mata kuliah yang perlu diajarkan dan dipahami secara mendalam khususnya bagi mahasiswa-mahasiswi. Psikologi Agama ini mencoba mengungkap Agama dari sisi Psikologi. Ini sangat penting untuk mengungkap bagaimana keberagamaan mahasiswa-mahasiswi atau civitas akademika khususnya di Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Calon mahasiswa-mahasiswi datang dari berbagai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. Hal ini mengasumsikan bahwa pemahaman akan keagamaanpun akan berbeda-beda. Untuk mengetahui sejauhmana keberagamaan pribadi mereka, perlu ada Psikologi Agama sebagai mata kuliah pokok yang harus dipahami oleh seluruh mahasiswa-mahasiswi khususnya di Fakultas Ushuluddin. Harapannya adalah mereka mendapatkan pencerahan sekaligus mendapatkan ilmu dalam memahami studi-studi keagamaan.
Di Fakultas Ushuluddin, mata kuliah Psikologi Agama ini merupakan mata kuliah pendukung yang dalam jurusan yang satu dengan yang lain mempunyai materi yang berbeda sesuai dengan konsentrasi jurusan. Sebagai contoh, Psikologi Agama pada Jurusan Perbandingan Agama dan Tafsir Hadis. Di Jurusan Tafsir Hadis, Psikologi Agama terintegrasi dan terinterkoneksikan dalam level filosofi, metodologi dan materi paling tidak antara : Ilmu Psikologi ; Psiko Terapi ; Metodologi Penelitian Agama ; Studi Qur’an dan Hadis.
Untuk Jurusan Perbandingan Agama, mata kuliah ini terintegrasi dan terinterkoneksikan di dalamnya pada level filosofi, metodologi dan materi paling tidak antara: Ilmu Psikologi; Sejarah Agama-Agama; Metodologi Penelitian Agama; Ilmu Kalam; Fiqh; Akhlak. Topik-topik yang akan dibahas antara lain berkenaan dengan proses perkembangan beragama, sosialisasi Agama, konversi Agama, sikap dan orientasi keagamaan, kematangan beragama, kecerdasan spiritual dan Psikologi Islami.
Perkuliahan Psikologi Agama ini, khususnya diperuntukkan bagi mahasiswa- mahasiswi Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin, dengan maksud memberi bekal mahasiswa-mahasiswi dengan salah satu pendekatan dalam studi Agama-agama. Sesuai dengan namanya, Psikologi Agama akan menstudi Agama dari sudut pandang Psikologi. Karena yang menjadi peserta kuliah ini adalah mahasiswa-mahasiswi Jurusan Perbandingan Agama maka topik-topik yang akan dibahas juga akan diarahkan dalam rangka memperluas wawasannya dalam memahami fenomena keagamaan historis sekaligus memperkaya pendekatan mereka dalam menstudi Agama-agama. Topik-topik yang akan dibahas antara lain berkenaan dengan proses perkembangan, sosialisasi Agama, konversi Agama, sikap dan orientasi keagamaan, kematangan beragama, kecerdasan spiritual dan Psikologi Islami.
Berhubung peserta perkuliahan ini adalah mahasiswa Jurusan Perbandingan Agama yang diharapkan memiliki pengalaman dan pengetahuan yang menunjang kompetensinya sebagai Peneliti Agama, maka sebagian strategi perkuliahan akan diorientasikan pada latihan penggunaan teori dan konsep yang dipelajari dalam sebuah latihan penelitian (mini riset). Dalam Buku Pedoman Akademik: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga disebutkan bahwa kompetensi dari Jurusan Perbandingan Agama adalah menguasai bidang keilmuan Studi Agama-agama, baik secara akademik maupun praktis, dan mampu mengaplikasikannya bagi kepentingan Agama dan bangsa (2007: 14).
Pada akhir perkuliahan ini, mahasiswa-mahasiswi diharapkan mampu untuk menjelaskan proses dan pengalaman individu secara teoritis, menguraikan proses dan pengalaman beragama yang terjadi dalam realitas di masyarakat, membandingkan proses dan pengalaman beragama secara teoritis dengan yang terjadi di masyarakat, menyimpulkan (menyusun teori) tentang proses dan pengalaman beragama di mayarakat, menyusun laporan dari hasil penelusuran tentang proses dan pengalaman beragama di masyarakat, mempresentasikan hasil (laporan) penelusuran proses dan pengalaman beragama di masyarakat.
Standar kompetensinya adalah mahasiswa-mahasiswi mampu memahami Psikologi Agama, melakukan penelusuran terhadap proses dan pengalaman beragama individu, menyusunan prinsip proses dan pengalaman beragama berdasar hukum-hukum Psikologi, menggunakan pemikiran dan pendapat secara akademik dan kemampunan menyajikan secara lisan maupun tulisan mengenai prinsip-prinsip proses dan pengalaman beragama yang diperoleh dari penelitian (mini riset), serta mahasiswa-mahasiswi mampu melakukan mini-riset (mini-project) dengan menggunakan pendekatan Psikologi Agama.
Berdasarkan pembelajaran tersebut, mahasiswa-mahasiswi dituntut untuk dapat menerapkan ilmu yang didapat, bukan hanya dalam dataran teori tetapi juga dalam dataran prakteknya. Mereka dapat memecahkan problem keagamaan dari sudut Psikologi Agama, bukan hanya dalam keagamaan di Agama lain, di dalam Agama Islam tetapi juga dalam dirinya sendiri. Psikologi Agama ini menawarkan kawasan atau lahan kenapa orang itu baik dan buruk. Pembelajaran Psikologi Agama yang Islami ini, baik teori maupun praktek, diharapkan mampu mencerahkan mahasiswa-mahasiswi khususnya di Jurusan Perbandingan Agama.
Kegelisahan yang dihadapi oleh mahasiswa-mahasiswi tersebut disebabkan karena mereka tidak mengenal secara mendalam tentang kuliah di Jurusan Perbandingan Agama. Perbandingan Agama bukan membanding-bandingkan Agama tetapi menstudi Agama-agama. Salah satu mata kuliah yang diajarkan di Jurusan Perbandingan Agama adalah Psikologi Agama. Mata kuliah ini menstudi Agama dari sudut pandang Psikologi. Berdasar hal tersebut, anggapan yang mengatakan bahwa jika mereka kuliah di Perbandingan Agama, maka mereka akan murtad itu sesuatu yang salah.
Salah satu cara untuk mengangkat citra yang positif dari Jurusan Perbandingan Agama yaitu menyodorkan mata kuliah yang diajarkan di Jurusan Perbandingan Agama yang dikemas dan menarik perhatian calon mahasiswa-mahasiswi tanpa menghilangkan sisi keIslamannya. Salah satunya adalah Psikologi Agama yang membantu mereka untuk memahami studi-studi Agama dari ranah Psikologi dengan lebih menonjolkan kajian keIslaman. Sehingga, ciri keislaman tidak akan luntur di tengah maraknya ilmu-ilmu empirik yang berintegrasi dan berinterkoneksi dengan ilmu-ilmu agama.
Dengan demikian, Psikologi Agama ini akan lebih mencirikan Islam, jika materi yang disampaikan dikaitkan dengan kajian keIslaman. Sebagai contoh, ketika membahas materi konversi Agama, maka pembahasan dan contohnya dikaitkan dengan ajaran Islam. Setelah mengikuti kuliah Psikologi Agama, mahasiswa-mahasiswi dapat mengetahui sejauhmana keberagamaan mereka sendiri. Mereka dapat belajar untuk memecahkan permasalahan keagamaan mereka sendiri. Sehingga, Psikologi Agama ini dapat mampu menjadi salah satu dari beberapa mata kuliah yang dinantikan dan mampu memberikan ketenangan jiwa bagi mahasiswa-mahasiswi serta dapat menarik minat calon mahasiswa-mahasiswi untuk belajar di Fakultas Ushuluddin.
Kesimpulan dan Saran
Berdasar paparan di atas, kegelisahan mahasiswa-mahasiswi terhadap pandangan yang salah terhadap suatu Jurusan dan Program Studi ini disebabkan karena mereka tidak mengenal secara mendalam tentang kuliah di Jurusan dan Program Studi khususnya di Jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin. Untuk mengatasi hal tersebut, fakultas dengan jurusan yang bersangkutan perlu melakukan sosialisasi terhadap jurusan yang ada dan memperkenalkan beberapa mata kuliah unggulan terhadap masyarakat/calon mahasiwa-mahasiswi baru lewat beberapa media, sehingga mereka dapat tertarik untuk menjadi mahasiswa-mahasiswi di Fakultas Ushuluddin khususnya pada Jurusan Perbandingan Agama.
Salah satu dari beberapa mata kuliah unggulan tersebut adalah Psikologi Agama. Psikologi Agama merupakan usaha untuk menstudi Agama dari sudut pandang Psikologi yang memfokuskan pada tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh keyakinan terhadap Agama yang dianut serta kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing dengan menggunakan beberapa metode-metode ilmiah. Agar sesuai dengan Visi dan Misi UIN Sunan Kalijaga, materi kuliah Psikologi Agama ini harus dikaitkan dengan kajian Keislaman.
Bagi mahasiswa-mahasiswi yang sudah diterima, Mata Kuliah Psikologi Agama ini memberikan gambaran tentang kawasan atau ladang dari keberagamaan orang itu baik dan buruk, sehingga mereka dapat mengevaluasi posisi keberagamaan mereka. Mereka dapat mengintropeksi diri mereka sendiri, sehingga mereka mendapatkan ketenangan batin dan bisa menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan kondisi tersebut, mereka dapat menyelesaikan kuliah di Fakultas Ushuluddin dengan baik dan lancar.
Berdasar kegelisahan mahasiswa-mahasiswi tentang berbagai masalah keberagamaan, Fakultas Ushuluddin ini perlu mendirikan sebuah “Laboratorium Psikologi Agama” (bukan Jurusan Psikologi Agama) untuk memecahkan problem keagamaan yang dialami mahasiswa-mahasiswi khususnya dan civitas akademika pada umumnya. Kegiatan ini akan semakin kuat, jika Laboratorium tersebut melakukan kerjasama dengan Laboratorium di Perguruan Tinggi Islam lain di seluruh Indonesia. Hasil dari problem solving seputar keagamaan tersebut dapat diwujudkan dalam sebuah “Jurnal Psikologi Agama”.
* Dian Nur Anna, S.Ag, MA adalah Dosen Jurusan Perbandingan Agama, Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
DAFTAR PUSTAKA
* Ahyadi, Abdul Aziz. 2005. Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
*
* Arifin, H.M. 2004. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi. Jakarta: Bumi Akasara.
*
* Baharudin. 2004. Paradigma Psikologi Islam.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
*
* Crapps, Robert W. 1993. Dialog Psikologi dan Agama: Sejak William James hingga Gordon W. Allport. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
*
* Daradjat, Zakiah. 2005. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: P.T. Bulan Bintang.
*
* Dister ofm, Nico Syukur. 1988. Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi Agama. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
*
* Grafika, Redaksi Sinar. 2007. UU SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional) 2003 (UU RI No. 20 TH. 2003). Cetakan ke-4. Jakarta: Sinar Grafika.
*
* Kalijaga, Pokja Akademik UIN Sunan. 2006. Kompetensi Program Studi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
*
* Kalijaga, UIN Sunan. 2007. Pedoman Akademik: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga.Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
*
* Kalijaga, UIN Sunan. 2008. Tata Tertib Mahasiswa: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.
*
* Rakhmat, Jalauddin. 2004. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar