Opini Lampost : Selasa, 8 Februari 2011
Arissetyanto Nugroho
Rektor Universitas Mercu Buana (UMB)
Sekitar 1,3 juta anak Indonesia adalah anak yang masuk kategori cerdas istimewa dan berbakat istimewa (CIBI). Mereka mempunyai kelebihan dengan rata-rata intelligence quotient (IQ) di atas 125. Mereka juga dapat cepat menguasai materi pelajaran di sekolah. Namun, di sisi lain, mereka cenderung cepat bosan dan frustrasi karena kurangnya tantangan yang diterima di sekolah. Anak CIBI juga mempunyai minat tertentu yang menjadi fokus perhatiannya, tapi fokus dan perhatiannya terhadap minat ini membuat anak CIBI penasaran dan terkadang menjadi tidak peduli dengan berbagai aktivitas lainnya dalam proses belajar-mengajar di kelas.
Cara anak CIBI berinteraksi juga berbeda dengan anak lainnya. Mereka cenderung lebih senang diskusi dengan orang dewasa, senang memberikan kritik terhadap pertanyaan daripada menjawab pertanyaan yang diajukan rekannya. Selain itu, anak CIBI juga cenderung lebih rapuh emosionalnya, merasa teralienasi karena dirinya berbeda dengan anak lain di lingkungan sosialnya. Anak CIBI juga mempunyai selera humor yang tinggi, bahkan terkadang dengan mengolok-olok dirinya sendiri.
Berbagai perbedaan yang dimiliki anak CIBI ini membutuhkan perlakuan khusus dari guru di sekolah dan lingkungan kondusif yang memahami perbedaan yang dimilikinya. Namun sayangnya, berdasarkan pernyataan Sekjen Asosiasi Penyelenggara, Pengembang, dan Pendukung Pendidikan Khusus untuk Siswa Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa (Asosiasi CI+BI) Nasional Amril Muhammad, baru 9.500 anak CIBI yang sudah mendapatkan perlakuan sesuai dengan kebutuhannya.
Masih sedikitnya anak CIBI yang memperoleh perlakuan khusus terkendala oleh kesiapan sumber daya untuk mengakomodasi kebutuhan anak CIBI. Anak CIBI ini membutuhkan perlakuan khusus dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Layanan khusus yang dibutuhkan anak CIBI adalah percepatan proses belajar-mengajar yang berbasis konten dan percepatan berbasis gradasi. Program percepatan yang dibutuhkan anak CIBI masih terkendala karena hanya 311 sekolah dari total 260.471 sekolah yang mempunyai layanan khusus untuk anak CIBI.
Berbagai keterbatasan seperti dana dalam mempersiapkan sumber daya manusia dan infrastruktur dalam membangun sekolah khusus anak CIBI membuat program layanan khusus bagi anak CIBI masih belum dapat mengakomodasi jumlah anak CIBI yang membutuhkan layanan ini. Namun, sedikitnya ada 3 hal yang perlu menjadi fokus dalam pengembangan anak CIBI di Indonesia.
Pertama, pengembangan proses belajar-mengajar yang disediakan oleh sekolah dan guru. Kedua, adalah pengembangan komunitas lingkungan sosial yang memahami perilaku anak CIBI dan dapat mengarahkan anak CIBI semakin matang di masa depan. Ketiga, adalah penelitian mengenai proses belajar-mengajar dan desain kurikulum yang dibutuhkan oleh anak CIBI. Ketiga hal ini dapat dipersiapkan oleh pemerintah bekerja sama dengan orang tua, sekolah umum, sekolah-sekolah khusus yang sudah menyediakan kelas untuk anak CIBI, dan pendidikan tinggi yang membangun kompetensi lulusannya untuk menjadi guru CIBI.
Pengembangan sekolah khusus dan guru khusus untuk anak CIBI dalam rentang waktu sekarang memang membutuhkan dana yang besar. Oleh karena itu, prioritas perlu diberikan untuk pengembangan guru di sekolah umum yang dapat menjadi pembimbing anak CIBI dalam berinteraksi dan belajar di sekolahnya. Langkah ini dilakukan dengan memberikan pelatihan khusus bagi guru-guru di sekolah umum dan swasta, yang di kemudian hari akan ditugaskan menjadi guru pembimbing mereka di sekolah. Akselerasi jumlah guru yang memahami anak CIBI juga dibutuhkan sehingga selanjutnya di sekolah umum dan swasta mereka dapat memberikan pencerahan bagi rekan-rekan guru lainnya mengenai kiat-kiat dalam berinteraksi dengan anak CIBI.
Kebutuhan untuk fokus dalam mendidik guru CIBI di Indonesia menjadi prioritas kita bersama karena memang sampai sekarang guru-guru yang mendidik anak CIBI masih belum disiapkan dengan khusus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sekjen Asosiasi CIBI Amril Muhammad dalam deklarasi asosiasi CIBI pada 2009. Usaha dalam membangun kualitas guru CIBI yang optimal dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pendidikan tinggi yang membuka pelatihan dan program khusus untuk mendidik guru-guru CIBI.
Di sisi lain, pemerintah juga dapat membangun motivasi calon guru untuk melihat potensi menjadi guru anak CIBI di masa depan. Jika sekarang persaingan untuk menjadi guru di sekolah umum dan swasta semakin tinggi, dengan potensi kebutuhan guru CIBI di masa depan, calon mahasiswa yang mengambil pendidikan guru di pendidikan tinggi dapat mulai membangun diferensiasinya dengan menekuni kompetensi yang dibutuhkan untuk menjadi guru CIBI di Indonesia.
Hal kedua adalah pengembangan komunitas anak CIBI dan keluarga CIBI. Ini dibutuhkan oleh banyak keluarga dan masyarakat yang masih belum mempunyai pengalaman dalam berinteraksi dengan anak CIBI. Pengembangan komunitas ini adalah sarana untuk saling bertukar pemikiran dan pengetahuan dalam mengembangkan anak CIBI, bagaimana potensi-potensi anak CIBI yang beragam ini dapat dioptimalkan. Selain itu, melalui komunitas ini, akan terjadi pertukaran informasi mengenai pengembangan karier anak CIBI di masa depan.
Melalui pengembangan komunitas ini, pemerintah juga bisa membangun ikatan emosional bagi anak CIBI dengan Indonesia. Ikatan yang kita butuhkan untuk dapat menarik perhatian mereka agar memberikan kontribusi bagi Indonesia di kemudian hari.
Hal ketiga adalah penelitian yang dilakukan dalam memetakan kebutuhan anak CIBI dan membangun desain kurikulum yang relevan bagi anak CIBI Indonesia. Topik mengenai bagaimana program akselerasi yang relevan bagi anak CIBI Indonesia merupakan wilayah kajian yang masih belum dieksplorasi dan membutuhkan penelitian. Layanan khusus atau akselerasi seperti apa yang dibutuhkan anak CIBI dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan apakah telescoping sudah sesuai dengan kebutuhan anak CIBI. Program telescoping adalah program yang paling banyak dipakai di Indonesia. Program ini mempersingkat rentang waktu belajar anak CIBI. Jika umumnya di sekolah umum seorang siswa membutuhkan waktu 1 tahun/2 semester, dalam program ini anak CIBI dipersiapkan untuk belajar kurikulum yang sama dengan 1 semester saja. Penelitian yang dilakukan di negara-negara lain menunjukkan bahwa selain telescoping, ada program seperti individual pace, grade skipping, subject acceleration, dan curriculum compacting yang juga dapat dipertimbangkan efektivitasnya untuk mendidik anak CIBI.
Perhatian Pemerintah
Berbagai negara, seperti Singapura, Malaysia, Amerika, dan Korea sudah melihat potensi anak CIBI dalam meningkatkan daya saing perekonomiannya di masa depan. Sekarang negara-negara ini sudah mulai menarik minat anak CIBI dengan menawarkan insentif beasiswa di perguruan tinggi yang bagus, dan bahkan pekerjaan sampai umur 55 tahun. Keyakinan bahwa anak CIBI mempunyai tingkat kreativitas yang tinggi dan mempunyai komitmen kerja keras merupakan keunggulan yang dibutuhkan oleh banyak negara di tengah persaingan perekonomian yang semakin tinggi. Jika melihat berbagai potensi ini dan orientasi masa depan, sudah sebaiknya pemerintah memberikan perhatian bagi anak CIBI.
Besar harapan kita semua pemerintah mulai memetakan potensi anak CIBI sehingga dapat membangun strategi dalam menyediakan kebutuhan dan mengembangkan potensi anak CIBI, mengeluarkan kebijakan yang mengatur pengembangan anak CIBI, melakukan sosialisasi bagi semua pemangku kepentingan yang berhubungan dengan anak CIBI sehingga potensi yang sudah kita miliki ini dapat kita kapitalisasi dan memberikan kontribusi bagi perekonomian Indonesia di masa depan. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar