Pendidikan Lampost : Rabu, 23 Maret 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Ketua DPRD Provinsi Lampung Marwan Cik Asan mengusulkan penyusunan peraturan daerah (perda) tentang pendidikan. Salah satu poin pentingnya memasukkan pendidikan karakter yang terintegrasi di sekolah dan di rumah.
Marwan Cik Asan meyakini dengan perda itu pendidikan karakter bisa dilaksanakan di sekolah maupun di rumah, yang didukung orang tua dan masyarakat.
"Beberapa daerah sudah menyusun Perda Pendidikan. Kita berharap dengan adanya perda ini, kita bisa memberikan payung hukum bagi sekolah untuk memberikan pendidikan karakter, yang selama ini diabaikan," kata dia, di Bandar Lampung, Selasa (23-3).
Dia mengatakan sedikitnya pendidikan karakter, baik di rumah maupun di sekolah, menyebabkan anak kehilangan jati diri. Anak-anak saat ini, menurut politisi dari Partai Demokrat itu, sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan dan teman, yang kadang mengajak atau membujuk melakukan hal-hal yang tidak baik dan bertentangan dengan norma di masyarakat.
"Kita lihat saat ini anak-anak dan orang tua sudah mulai meninggalkan akar budaya kita, seperti gotong royong, saling membantu, tepo seliro, dan sikap-sikap positif lainnya, seperti jujur dan bertangung jawab," kata Marwan.
Sebagai bangsa yang religius, dia menambahkan, bangsa Indonesia belum mengaktulisasikan perilaku yang religius. "Kita belum bertuhan secara maknawi, tetapi baru secara ritual," ujarnya.
Oleh sebab itu, menurut Marwan, keberadaan Perda Pendidikan diharapakan dapat membantu menanamkan pendidikan karakter yang baik kepada generasi penerus.
Dari pengamatan Lampung Post, beberapa sekolah swasta di Bandar Lampung menerapkan pendidikan karakter anak dengan menggunakan buku penghubung antara guru dan orang tua, misalnya, SDIT Permata Bunda, Sekolah Alam Lampung, Al Kautsar, SD Kartika II-5 Bandar Lampung, dan Al Azhar.
Sri (36), orang tua siswa, memilih memasukkan anaknya ke SDIT Pertama Bunda karena mengutamakan penanaman akhlak kepada siswanya. Salah satu cara mendidik karakter anak adalah melalui buku penghubung antara guru dan orang tua. Buku penghubung ini harus diisi oleh guru dan orang tua setiap hari.
Guru akan memantau sikap dan perilaku anak selama di sekolah. Sedangkan orang tua wajib mengisi buku penghubung ini dengan jujur. Kejujuran orang tua merupakan kunci membangun karakter baik pada anak.
Beberapa hal yang dipantau adalah sikap anak, apakah hari itu anak sedang senang, sedih atau marah, serta apa alasan sikap anak tersebut. Orang tua juga menilai sikap sopan santun, mandiri, kasih sayang kepada sesama. "Salat lima waktu juga dipantau. Misalnya apakah salat anak penuh, kalau tidak kenapa, apakah karena malas, sakit, atau lainnya," ujar Sri.
Melalui pemantauan harian ini, guru bisa mengambil langkah untuk menanamkan sikap-sikap baik pada anak. Pendidikan di sekolah memang tidak bisa lepas dari pendidikan di rumah. Orang tua ikut bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya.
Waktu anak bersama orang tua dan keluarga jauh lebih banyak dibandingkan dengan guru di sekolah. Artinya, orang tua seharusnya lebih mengetahui sifat-sifat anaknya. "Di sekolah itu ada persatuan antara orang tua dan guru. Pertemuan ini satu kali sebulan," kata Sri.
Dalam pertemuan ini, para orang tua siswa boleh curhat dan berbagi informasi tentang kondisi anaknya di rumah. Bahkan, orang tua juga dibekali dengan ilmu dan wawasan tentang mendidikan anak dengan baik dan benar. (RIN/UNI/S-1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar