Ruwa Jurai Lampost : Rabu, 9 Maret 2011
BEKRI (Lampost): Guru se-Kecamatan Bekri menolak menerima gaji bulan Februari dan Maret jika segala utang yang mereka tak ketahui, baik di KPN maupun bank, tetap menjadi tanggung jawab mereka.
====
Padahal, sebelumnya saat verifikasi di SDN 1 Bumirahayu, Bumiratu Nuban, telah disepakati semua pinjaman fiktif ditiadakan. Selain itu, para guru juga meminta permasalahan yang sudah ditempuh melalui jalur hukum agar segera diselesaikan secara tuntas.
Sebab, hasil verifikasi banyak ditemukan kejanggalan dalam proses pengajuan pinjaman. Baik itu pinjamnan ke KPN Sangun Kiwah ataupun bank.
Guru di Kecamatan Bekri yang menjadi korban Tukiran juga yakin bobolnya pinjaman dari KPN Sangun Kiwah dan bank bukan hanya ulah Tukiran seorang diri.
Seperti yang dialami Toharudin, guru SD Sinarbanten. Dia memiliki pinjaman di Bank Eka Cabang Bandarjaya sebesar Rp40 juta dan sudah memasuki angsuran bulan ke empat.
Namun, berkat kepiawaian Tukiran, dia berhasil mengambil SK asli, kartu pegawai dan lain-lain yang merupakan agunan pinjaman Toharudin di Bank Eka. Selanjutnya, berkas agunan itu kembali diajukan Tukiran ke bank di Metro untuk meminjam uang sebesar Rp125 juta.
Lagi-lagi, berkat kepiawaiannya Tukiran, pengajuan pinjaman atas nama Toharudin disetujui dan dana pinjaman dicairkan. Anehnya, Toharudin sama sekali tidak tahu-menahu, bahkan tidak menerima saat pencairan pinjaman. Hal ini baru diketahui setelah permasalahan gaji guru di tiga SD di Kecamatan Bekri tertunda.
Antarbank
Kepala SDN 1 Sinarbanten, Ngator Ansori, yang juga Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Bekri mengatakan pihaknya sudah menanyakan permasalahan pinjaman salah satu guru itu ke Bank Eka cabang Bandarjaya.
Anehnya, jawaban pihak bank SK agunan itu diserahkan ke pusat, yaitu Bank Eka Metro. "Kami juga heran, ternyata agunan itu diserahkan antarbank karena akan ditutup setelah mengajukan pinjaman ke bank lain. Lagi-lagi kami heran, bukan atas nama peminjam, uang ratusan juta bisa diserahkan bank kepada pihak lain," kata Ngator.
Menurut Ngator, setelah menelusuri ke bank tempat mengajukan pinjaman, pihaknya menemukan berkas pengajuan dan persetujuan atas nama Toharudin ditandatangani basah oleh pejabat terkait dan berstempel resmi.
Namun, berkas yang membutuhkan persetujuan dari kepala sekolah dan bendahara dipalsukan. "Pada berkas itu tanda tangan kepala sekolah dan cap dipalsukan. Sebab, tercatat nama kepala sekolah Sukiran. Sedangkan saya menjabat di sana sudah lama dan tanda tangan juga berbeda," kata Ngator.
Ia juga merasa heran dengan sistem pinjaman seperti ini. Lalu, di mana hak mereka atau guru sebagai nasabah. "Apakah kami tidak boleh menerima SK kami sendiri walaupun nantinya kembali diajukan ke bank lain. Ataukah sebegitu mudahnya aturan pinjam meminjam antarbank saat ini," kata dia heran. (DRA/D-3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar