Pendidikan Lampost : Sabtu, 22 Januari 2011
Tachrir, S.I.P.
Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung
ADA keinginan warga sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan guru untuk berperan serta lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam penyusunan kurikulum satuan pendidikan mengingat merekalah yang lebih mengetahui kondisi dan potensi siswa sehingga dapat menentukan layanan apa yang bisa diberikan untuk mengembangkan bakat, minat, dan potensinya. Karakteristik sekolah yang beragam dalam hal kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangannya dapat mewarnai corak KTSP masing-masing yang berbeda pula.
Sejalan dengan semangat otonomi daerah di bidang pendidikan, Pemerintah Pusat lebih banyak berperan dan berkewajiban menyusun standar-standar pendidikan. Sedangkan penerapan atau pelaksanaannya diserahkan kepada kewenangan daerah untuk mengaturnya dengan memperhatikan kesiapan dan keadaan satuan pendidikan di daerahnya masing-masing.
Tidak ada keraguan lagi untuk melaksanakannya, tidak perlu lagi menunda-nunda waktu menunggu sampai semuanya serbasempurna. Kapan lagi mau memulai kalau tidak sekarang, siapa lagi yang mau melaksanakan kalau bukan kita segenap warga pendidikan di setiap satuan pendidikan.
Landasan hukum KTSP sudah cukup lengkap meliputi; Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.
Pada kenyataannya, penerapan di lapangan masih banyak menemui kendala dan kekurangan serta kelemahan, karena itu mari kita kaji beberapa hal berikut ini, dengan harapan mendapatkan tanggapan untuk menemukan solusinya.
Beberapa Kajian
Kajian 1 tentang KTSP.
Kumandang atau gaungnya sangat kuat menyeruak seantero Nusantara dan mendapat sambutan yang luar biasa, tetapi belum sepenuhnya dipahami oleh guru. Pemahaman yang masih setengah-setengah inilah yang membuat penerapan KTSP menjadi kurang efektif. Informasi yang diperoleh tidak merata, sebagian kecil dapat mengakses melalui internet, sementara sebagian besar hanya mendapatkannya dari beberapa teman yang berkesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat di tingkat nasional.
Oleh-oleh informasi ini pun belum serta-merta dapat diimbaskan kepada teman-teman guru baik di lingkup kecil KKG maupun lingkup yang lebih luas lagi, mengingat para pengambil kebijakan pada umumnya masih bersikap menunggu petunjuk dari atas, otonomi sekolah/MBS belum berjalan. Dinas Pendidikan di daerah kurang serius melakukan pembinaan pengembangan KTSP.
Ketersediaan dokumen KTSP yang diperlukan oleh setiap satuan pendidikan sebagai panduan atau pedoman penyusunan maupun model-model yang dibutuhkan untuk pengembangan masih belum memadai. Dokumen dalam bentuk soft copy maupun hard copy hanya dimiliki oleh kalangan terbatas sehingga satuan pendidikan harus proaktif jemput bola berusaha mendapatkan dokumen tersebut dengan caranya masing-masing.
Sosialisasi dan pelatihan belum efektif baik kualitatif maupun kuantitatif. Peserta hanya menerima informasi dan kurang terlibat aktif dalam dialog, diskusi, maupun kerja kelompok. Jumlah peserta yang terlalu banyak dalam suatu pertemuan sosialisasi, menyebabkan hasil yang kurang maksimal dan metode yang dapat dipergunakan hanyalah ceramah dan tanya jawab. Masih banyak guru yang belum pernah mendapatkan kesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat, sementara ada yang sudah beberapa kali mengikuti penataran tetapi tidak mampu menyampaikan pengimbasan atau tidak dimanfaatkan oleh lingkungannya. n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar