Pendidikan Lampost : Jum'at, 28 Januari 2011
JAKARTA (Lampost): Pensiun massal guru angkatan 1970-an bisa menjadi ancaman jika tak ditangani dengan serius. Masalahnya, beberapa daerah saat ini masih kekurangan guru, sedangkan di daerah lain bisa jadi kelebihan guru.
Pensiun massal ini terjadi karena pengangkatan massal tenaga guru SD dilakukan pemerintah pada 1974. Hal itu sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor I tahun 1974 guna meningkatan mutu pendidikan dasar proses pengangkatan guru menjadi lebih mudah.
"Perlu ada komitmen serius pemerintah daerah dalam upaya mengatasi ancaman ini, karena saat ini penempatan guru ditangani daerah," kata Baedhowi, mantan Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Kementerian Pendidikan, Kamis (27-1), seperti dikutip Republika online.
Menurut Pelaksana Tugas Direktorat Menengah ini, distribusi bisa saja dilakukan jika ada kesepakatan antarpemda. Sehingga selain komitmen, ia juga meminta peran aktif dari pemda untuk melakukan distribusi sehingga terjadi pemerataan. Ia menyatakan hingga saat ini pemerataan guru masih cukup timpang, khususnya antara kota dan daerah. "Satu hal yang menghambat pemerataan guru ialah pemetaan yang belum selesai dilakukan pemda," kata dia.
Pemetaan, menurut dia, amat penting untuk menentukkan mana daerah yang kekurangan guru dan mana yang justru amat berlebih. Intinya pemetaan itu harus dilakukan amat serius dan teliti. Ia yakin jika di wilayah kabupaten ataupun desa sampai kekurangan guru, maka terjadi penumpukan guru di kota.
"Jadi daerah tak asal mengajukan kekurangan guru, justru yang harus dilihat mana daerah yang kelebihan guru," kata dia.
Soal formula pengangkatan guru yang dibatasi oleh Pemerintah Pusat, hal ini dilakukan sebagai sistem kontrol agar tidak terjadi penumpukan di satu daerah. Kemudian soal sertifikasi yang dinilai lamban, menurut dia bukannya lamban, melainkan ada guru yang belum memenuhi persyaratan sertifikasi.
"Sertifikasi sebenarnya berjalan normal dan terus dilakukan hingga kini. Tapi kondisi di lapangan banyak guru yang tidak bisa mengajar selama 24 jam/minggu. Jadi tak memenuhi syarat sertifikasi," kata dia.
Sebelumnya Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengakui bahwa saat ini distribusi guru di daerah tak merata. "Kalau dilihat dari rasio tingkat nasional dan provinsi, itu hampir semuanya bagus-bagus, tapi kalau dilihat lagi di tingkat kabupaten dan kota, akan terlihat lag antardaerah," kata Nuh.
Seperti di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, rasio pembagiannya cukup baik, yaitu 1:18. Artinya, satu guru bisa mengajar pada delapan belas siswa. Akan tetapi jika dilihat di tingkat kabupaten sangat terlihat perbedaan luar biasa. "Di Sabang itu 1:8, tetapi di Aceh jaya 1:55," kata dia.
Selain itu, menurut Nuh, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga akan membuat regulasi khusus untuk distribusi antarprovinsi. "Kami akan push pemerataan dari tingkat provinsi agar tidak lagi provinsi yang kekurangan guru," kata dia.
Menanggapi banyak guru yang akan pensiun, Sulistio, Ketua Umum PGRI menyatakan selama ini masalah persebaran guru menjadi titik rawan dari ancaman pensiun masal ini. "Pesebaran ini menjadi masalah di daerah perdesaan, pinggiran, perbatasan dam swasta kecil," kata dia. Bisa jadi, menurut dia, akan banyak daerah yang akan kekurangan guru pada 2014.
Ia mengingatkan bahwa pihaknya sudah tak lagi menerima bahwa pemerintah hanya bisa bersedih dan mengeluh saja soal itu. "Perlu ada tindakan nyata dari pemerintah, karena yang berhak menekan dan membuat regulasi yang tepat untuk mengatasi hal ini hanya pemerintah," kata dia. (S-1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar