Pendidikan Lampost : Sabtu, 5 Februari 2011
Tachrir, S.I.P.
Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung
KEBIJAKAN pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota belum secara serius menunjang penerapan KTSP baik regulasi maupun donasi. Menurut salah satu ayat/pasal pada Peraturan Mendiknas Nomor 24 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dinyatakan bahwa gubernur/bupati/wali kota dapat mengatur pelaksanaan SI dan SKL dengan memperhatikan kesiapan dan keadaan satuan pendidikan di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan tentang hal itu secara definitif agar ada pegangan kebijakan bagi satuan pendidikan selaku pelaksana. Ada pilihan waktu untuk menerapkan KTSP yaitu:
1. Bagi sekolah yang sudah melaksanakan uji coba KBK 2004 secara menyeluruh dapat melaksanakan KTSP pada tahun pelajaran 2006—2007.
2. Bagi sekolah yang belum melaksanakan uji coba KBK 2004 dapat melaksanakan secara bertahap selama 3 tahun, yaitu:
a. Tahun pelajaran ke-1 di kelas I dan IV
b. Tahun pelajaran ke-2 di kelas I, II dan IV, V
c. Tahun pelajaran ke-3 di kelas I, II, III, IV, V, dan VI
Selambatnya pada tahun pelajaran 2009—2010 seluruh sekolah harus sudah melaksanakan KTSP. Dari segi donasi, belum secara menyeluruh pemerintah daerah mencantumkan anggaran pengembangan KTSP dalam APBD kabupaten/kota masing-masing.
Satuan pendidikan cenderung masih mengopi dokumen pengembangan KTSP dari sekolah lain tanpa berjuang keras untuk dapat mengembangkannya sendiri. Kunjungan studi banding ke sekolah di daerah lain sering dilakukan untuk menimba informasi dan melihat penerapan KTSP di sekolah tersebut. Namun, hasil studi banding masih belum efektif karena keadaan di sekolah model tidak serta-merta dapat sepenuhnya diterapkan di sekolah asal masing-masing.
Kajian 2 tentang Guru.
Guru bingung menghadapi kurikulum yang beragam berlaku di satu sekolah selama perubahan/peralihan sedang berjalan, ada kurikulum 94 plus suplemen 99, KBK 2004, dan KTSP 2006. Apalagi sistem penilaian dan model laporan hasil belajar (rapor) yang selalu berubah-ubah serta pengadaan buku rapor yang selalu terlambat dan petunjuk pengisiannya tidak sesuai dengan Pedoman Penilaian dari Kementerian sangat merepotkan dan memusingkan kerja para guru.
Namun, sebaliknya guru sangat antusias untuk mengetahui dan memahami KTSP. Banyak cara yang ditempuh secara mandiri dan swadana mengikuti pertemuan-pertemuan sosialisasi, seminar, kegiatan workshop di KKG. Sekalipun guru sudah banyak mendengar informasi tentang KTSP, guru masih belum paham.
Akibat dari kurangnya pemahaman guru terhadap KTSP, maka guru dan sekolah melaksanakan KTSP hanya sebatas karena ada perintah dari Dinas Pendidikan setempat, bukan karena kesadaran atau kebutuhan, dan mungkin hanya karena mengejar kompetensi guru memenuhi syarat sertifikasi.
Konsep-konsep pembelajaran kontekstual, active learning, cooperative learning, PAKEM, belajar tuntas, penggunaan berbagai model dan media pembelajaran, belum tecermin dalam implementasi pembelajaran di kelas. Dominasi guru dalam pembelajaran masih terjadi. Belum banyak tampak learning experience, yakni belajar dengan mencoba untuk menemukan sesuatu dari pengalamannya. Di sinilah pentingnya pengalaman belajar perlu dirancang agar banyak menekankan pada keaktifan siswa mengembangkan kompetensinya.
Kelompok kerja guru belum berfungsi secara optimal. Jadwal kegiatan dan materi programnya belum tersusun dan terlaksana dengan efektif. Padahal banyak hal yang bisa dikerjakan secara kelompok di KKG, seperti mengembangkan silabus dan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada kenyataannya para guru masih mengopi silabus dan RPP dari sekolah lain yang belum tentu cocok dengan keadaan (karakteristik) sekolahnya sendiri. n
Tampilkan postingan dengan label Forum Guru KTSP. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Forum Guru KTSP. Tampilkan semua postingan
Sabtu, 05 Februari 2011
Jumat, 28 Januari 2011
Refleksi Implementasi KTSP di Sekolah Dasar/MI (4)
Pendidikan Lampost : Sabtu, 29 Januari 2011
Tachrir, S.I.P.
(Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung)
KETERSEDIAAN dokumen KTSP yang diperlukan oleh setiap satuan pendidikan sebagai panduan atau pedoman penyusunan maupun model-model yang dibutuhkan untuk pengembangan masih belum memadai. Dokumen dalam bentuk soft copy maupun hard copy hanya dimiliki oleh kalangan terbatas sehingga satuan pendidikan harus proaktif jemput bola berusaha mendapatkan dokumen tersebut dengan caranya masing-masing.
Sosialisasi dan pelatihan belum efektif baik kualitatif maupun kuantitatif. Peserta hanya menerima informasi dan kurang terlibat aktif dalam dialog, diskusi, maupun kerja kelompok. Jumlah peserta yang terlalu banyak dalam suatu pertemuan sosialisasi, menyebabkan hasil yang kurang maksimal dan metode yang dapat dipergunakan hanyalah ceramah dan tanya jawab. Masih banyak guru yang belum pernah mendapatkan kesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat, sementara ada yang sudah beberapa kali mengikuti penataran tetapi tidak mampu menyampaikan pengimbasan atau tidak dimanfaatkan oleh lingkungannya.
Mekanisme atau prosedur sosialisasi belum terstandar; baik materi, strategi, pendekatan penyampaian maupun narasumber. Sosialisasi tidak dilakukan secara berjenjang, mulai dari pejabat struktural pengambil kebijakan hingga tenaga fungsional selaku pelaksana di lapangan. Guru sudah menerima sosialisasi, tetapi atasannya belum memahaminya sehingga penerapan menunggu kebijakan atasan.
Materi yang masih terus mengalami perubahan atau perbaikan membuat pelaksana harus selalu menyesuaikannya. Strategi yang dipergunakan masih tergantung kepada daerah otonom setempat maupun lembaga yang berkompeten. Metode, model maupun pendekatan penyampaian dan media yang dipergunakan dalam sosialisasi masih belum tampak inovatif, kreatif, dan motivatif. Ketersediaan narasumber yang masih terbatas jumlahnya, dan kesempatan karena tugas pokoknya, serta luas wilayah daerah yang harus dijangkau menyebabkan jadwal sosialisasi tertunda.
Sosialisasi terkesan berjalan sendiri-sendiri dan kurang terkoordinasi. Beberapa KKG atau gabungan dalam unit yang lebih luas atas prakarsa sendiri dan swadana melakukan sosialisasi secara mandiri. Koordinasi antar-KKG dalam satu kecamatan atau antarkecamatan dalam satu kabupaten/kota belum terjalin dengan baik. Pemerintah daerah setempat (kabupaten/kota) belum mengkoordinasi dengan mantap kegiatan/program sosialisasi KTSP di daerahnya dan hanya menyerahkan kepada kecamatan atau KKG masing-masing tanpa memberikan bimbingan dan pembinaan sebagaimana mestinya.
Kebijakan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota belum secara serius menunjang penerapan KTSP baik regulasi maupun donasi. Menurut salah satu ayat/pasal pada Peraturan Mendiknas Nomor 24 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dinyatakan bahwa gubernur/bupati/wali kota dapat mengatur pelaksanaan SI dan SKL dengan memperhatikan kesiapan dan keadaan satuan pendidikan di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan tentang hal itu secara definitif agar ada pegangan kebijakan bagi satuan pendidikan selaku pelaksana. Ada pilihan waktu untuk menerapkan KTSP yaitu:
1. Bagi sekolah yang sudah melaksanakan uji coba KBK 2004 secara menyeluruh dapat melaksanakan KTSP pada tahun pelajaran 2006—2007.
2. Bagi sekolah yang belum melaksanakan uji coba KBK 2004 dapat melaksanakan secara bertahap selama 3 tahun, yaitu:
a. Tahun pelajaran ke-1 di kelas I dan IV
b. Tahun pelajaran ke-2 di kelas I, II dan IV, V
c. Tahun pelajaran ke-3 di kelas I, II, III, IV, V, dan VI
3. Selambatnya pada tahun pelajaran 2009—2010 seluruh sekolah harus sudah melaksanakan KTSP. n
Tachrir, S.I.P.
(Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung)
KETERSEDIAAN dokumen KTSP yang diperlukan oleh setiap satuan pendidikan sebagai panduan atau pedoman penyusunan maupun model-model yang dibutuhkan untuk pengembangan masih belum memadai. Dokumen dalam bentuk soft copy maupun hard copy hanya dimiliki oleh kalangan terbatas sehingga satuan pendidikan harus proaktif jemput bola berusaha mendapatkan dokumen tersebut dengan caranya masing-masing.
Sosialisasi dan pelatihan belum efektif baik kualitatif maupun kuantitatif. Peserta hanya menerima informasi dan kurang terlibat aktif dalam dialog, diskusi, maupun kerja kelompok. Jumlah peserta yang terlalu banyak dalam suatu pertemuan sosialisasi, menyebabkan hasil yang kurang maksimal dan metode yang dapat dipergunakan hanyalah ceramah dan tanya jawab. Masih banyak guru yang belum pernah mendapatkan kesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat, sementara ada yang sudah beberapa kali mengikuti penataran tetapi tidak mampu menyampaikan pengimbasan atau tidak dimanfaatkan oleh lingkungannya.
Mekanisme atau prosedur sosialisasi belum terstandar; baik materi, strategi, pendekatan penyampaian maupun narasumber. Sosialisasi tidak dilakukan secara berjenjang, mulai dari pejabat struktural pengambil kebijakan hingga tenaga fungsional selaku pelaksana di lapangan. Guru sudah menerima sosialisasi, tetapi atasannya belum memahaminya sehingga penerapan menunggu kebijakan atasan.
Materi yang masih terus mengalami perubahan atau perbaikan membuat pelaksana harus selalu menyesuaikannya. Strategi yang dipergunakan masih tergantung kepada daerah otonom setempat maupun lembaga yang berkompeten. Metode, model maupun pendekatan penyampaian dan media yang dipergunakan dalam sosialisasi masih belum tampak inovatif, kreatif, dan motivatif. Ketersediaan narasumber yang masih terbatas jumlahnya, dan kesempatan karena tugas pokoknya, serta luas wilayah daerah yang harus dijangkau menyebabkan jadwal sosialisasi tertunda.
Sosialisasi terkesan berjalan sendiri-sendiri dan kurang terkoordinasi. Beberapa KKG atau gabungan dalam unit yang lebih luas atas prakarsa sendiri dan swadana melakukan sosialisasi secara mandiri. Koordinasi antar-KKG dalam satu kecamatan atau antarkecamatan dalam satu kabupaten/kota belum terjalin dengan baik. Pemerintah daerah setempat (kabupaten/kota) belum mengkoordinasi dengan mantap kegiatan/program sosialisasi KTSP di daerahnya dan hanya menyerahkan kepada kecamatan atau KKG masing-masing tanpa memberikan bimbingan dan pembinaan sebagaimana mestinya.
Kebijakan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota belum secara serius menunjang penerapan KTSP baik regulasi maupun donasi. Menurut salah satu ayat/pasal pada Peraturan Mendiknas Nomor 24 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan dinyatakan bahwa gubernur/bupati/wali kota dapat mengatur pelaksanaan SI dan SKL dengan memperhatikan kesiapan dan keadaan satuan pendidikan di daerahnya masing-masing. Pemerintah daerah dapat menetapkan kebijakan tentang hal itu secara definitif agar ada pegangan kebijakan bagi satuan pendidikan selaku pelaksana. Ada pilihan waktu untuk menerapkan KTSP yaitu:
1. Bagi sekolah yang sudah melaksanakan uji coba KBK 2004 secara menyeluruh dapat melaksanakan KTSP pada tahun pelajaran 2006—2007.
2. Bagi sekolah yang belum melaksanakan uji coba KBK 2004 dapat melaksanakan secara bertahap selama 3 tahun, yaitu:
a. Tahun pelajaran ke-1 di kelas I dan IV
b. Tahun pelajaran ke-2 di kelas I, II dan IV, V
c. Tahun pelajaran ke-3 di kelas I, II, III, IV, V, dan VI
3. Selambatnya pada tahun pelajaran 2009—2010 seluruh sekolah harus sudah melaksanakan KTSP. n
Sabtu, 22 Januari 2011
Refleksi Implementasi KTSP di Sekolah Dasar/MI 3
Pendidikan Lampost : Sabtu, 22 Januari 2011
Tachrir, S.I.P.
Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung
ADA keinginan warga sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan guru untuk berperan serta lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam penyusunan kurikulum satuan pendidikan mengingat merekalah yang lebih mengetahui kondisi dan potensi siswa sehingga dapat menentukan layanan apa yang bisa diberikan untuk mengembangkan bakat, minat, dan potensinya. Karakteristik sekolah yang beragam dalam hal kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangannya dapat mewarnai corak KTSP masing-masing yang berbeda pula.
Sejalan dengan semangat otonomi daerah di bidang pendidikan, Pemerintah Pusat lebih banyak berperan dan berkewajiban menyusun standar-standar pendidikan. Sedangkan penerapan atau pelaksanaannya diserahkan kepada kewenangan daerah untuk mengaturnya dengan memperhatikan kesiapan dan keadaan satuan pendidikan di daerahnya masing-masing.
Tidak ada keraguan lagi untuk melaksanakannya, tidak perlu lagi menunda-nunda waktu menunggu sampai semuanya serbasempurna. Kapan lagi mau memulai kalau tidak sekarang, siapa lagi yang mau melaksanakan kalau bukan kita segenap warga pendidikan di setiap satuan pendidikan.
Landasan hukum KTSP sudah cukup lengkap meliputi; Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.
Pada kenyataannya, penerapan di lapangan masih banyak menemui kendala dan kekurangan serta kelemahan, karena itu mari kita kaji beberapa hal berikut ini, dengan harapan mendapatkan tanggapan untuk menemukan solusinya.
Beberapa Kajian
Kajian 1 tentang KTSP.
Kumandang atau gaungnya sangat kuat menyeruak seantero Nusantara dan mendapat sambutan yang luar biasa, tetapi belum sepenuhnya dipahami oleh guru. Pemahaman yang masih setengah-setengah inilah yang membuat penerapan KTSP menjadi kurang efektif. Informasi yang diperoleh tidak merata, sebagian kecil dapat mengakses melalui internet, sementara sebagian besar hanya mendapatkannya dari beberapa teman yang berkesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat di tingkat nasional.
Oleh-oleh informasi ini pun belum serta-merta dapat diimbaskan kepada teman-teman guru baik di lingkup kecil KKG maupun lingkup yang lebih luas lagi, mengingat para pengambil kebijakan pada umumnya masih bersikap menunggu petunjuk dari atas, otonomi sekolah/MBS belum berjalan. Dinas Pendidikan di daerah kurang serius melakukan pembinaan pengembangan KTSP.
Ketersediaan dokumen KTSP yang diperlukan oleh setiap satuan pendidikan sebagai panduan atau pedoman penyusunan maupun model-model yang dibutuhkan untuk pengembangan masih belum memadai. Dokumen dalam bentuk soft copy maupun hard copy hanya dimiliki oleh kalangan terbatas sehingga satuan pendidikan harus proaktif jemput bola berusaha mendapatkan dokumen tersebut dengan caranya masing-masing.
Sosialisasi dan pelatihan belum efektif baik kualitatif maupun kuantitatif. Peserta hanya menerima informasi dan kurang terlibat aktif dalam dialog, diskusi, maupun kerja kelompok. Jumlah peserta yang terlalu banyak dalam suatu pertemuan sosialisasi, menyebabkan hasil yang kurang maksimal dan metode yang dapat dipergunakan hanyalah ceramah dan tanya jawab. Masih banyak guru yang belum pernah mendapatkan kesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat, sementara ada yang sudah beberapa kali mengikuti penataran tetapi tidak mampu menyampaikan pengimbasan atau tidak dimanfaatkan oleh lingkungannya. n
Tachrir, S.I.P.
Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung
ADA keinginan warga sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan guru untuk berperan serta lebih aktif, kreatif, dan inovatif dalam penyusunan kurikulum satuan pendidikan mengingat merekalah yang lebih mengetahui kondisi dan potensi siswa sehingga dapat menentukan layanan apa yang bisa diberikan untuk mengembangkan bakat, minat, dan potensinya. Karakteristik sekolah yang beragam dalam hal kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangannya dapat mewarnai corak KTSP masing-masing yang berbeda pula.
Sejalan dengan semangat otonomi daerah di bidang pendidikan, Pemerintah Pusat lebih banyak berperan dan berkewajiban menyusun standar-standar pendidikan. Sedangkan penerapan atau pelaksanaannya diserahkan kepada kewenangan daerah untuk mengaturnya dengan memperhatikan kesiapan dan keadaan satuan pendidikan di daerahnya masing-masing.
Tidak ada keraguan lagi untuk melaksanakannya, tidak perlu lagi menunda-nunda waktu menunggu sampai semuanya serbasempurna. Kapan lagi mau memulai kalau tidak sekarang, siapa lagi yang mau melaksanakan kalau bukan kita segenap warga pendidikan di setiap satuan pendidikan.
Landasan hukum KTSP sudah cukup lengkap meliputi; Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan.
Pada kenyataannya, penerapan di lapangan masih banyak menemui kendala dan kekurangan serta kelemahan, karena itu mari kita kaji beberapa hal berikut ini, dengan harapan mendapatkan tanggapan untuk menemukan solusinya.
Beberapa Kajian
Kajian 1 tentang KTSP.
Kumandang atau gaungnya sangat kuat menyeruak seantero Nusantara dan mendapat sambutan yang luar biasa, tetapi belum sepenuhnya dipahami oleh guru. Pemahaman yang masih setengah-setengah inilah yang membuat penerapan KTSP menjadi kurang efektif. Informasi yang diperoleh tidak merata, sebagian kecil dapat mengakses melalui internet, sementara sebagian besar hanya mendapatkannya dari beberapa teman yang berkesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat di tingkat nasional.
Oleh-oleh informasi ini pun belum serta-merta dapat diimbaskan kepada teman-teman guru baik di lingkup kecil KKG maupun lingkup yang lebih luas lagi, mengingat para pengambil kebijakan pada umumnya masih bersikap menunggu petunjuk dari atas, otonomi sekolah/MBS belum berjalan. Dinas Pendidikan di daerah kurang serius melakukan pembinaan pengembangan KTSP.
Ketersediaan dokumen KTSP yang diperlukan oleh setiap satuan pendidikan sebagai panduan atau pedoman penyusunan maupun model-model yang dibutuhkan untuk pengembangan masih belum memadai. Dokumen dalam bentuk soft copy maupun hard copy hanya dimiliki oleh kalangan terbatas sehingga satuan pendidikan harus proaktif jemput bola berusaha mendapatkan dokumen tersebut dengan caranya masing-masing.
Sosialisasi dan pelatihan belum efektif baik kualitatif maupun kuantitatif. Peserta hanya menerima informasi dan kurang terlibat aktif dalam dialog, diskusi, maupun kerja kelompok. Jumlah peserta yang terlalu banyak dalam suatu pertemuan sosialisasi, menyebabkan hasil yang kurang maksimal dan metode yang dapat dipergunakan hanyalah ceramah dan tanya jawab. Masih banyak guru yang belum pernah mendapatkan kesempatan mengikuti sosialisasi maupun diklat, sementara ada yang sudah beberapa kali mengikuti penataran tetapi tidak mampu menyampaikan pengimbasan atau tidak dimanfaatkan oleh lingkungannya. n
Sabtu, 15 Januari 2011
Refleksi Implementasi KTSP di Sekolah Dasar/MI (2)
Pendidikan Lampost : Sabtu, 15 Januari 2011
Tachrir, S.I.P.
Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung
MEMASUKI akhir semester kesatu tahun pelajaran 2010—2011, pelaksanaan KTSP di sekolah dasar/MI yang berfokus pada proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan, pembelajaran kontekstual, serta prinsip belajar tuntas dengan pendekatan tematik untuk kelas awal (I—III) dan pendekatan mata pelajaran untuk kelas tinggi (IV—VI) dari hasil pengamatan ke beberapa sekolah di berbagai daerah belum tampak keberhasilan yang menggembirakan sebagaimana diharapkan.
Kemampuan dan keterampilan guru untuk mengembangkan silabus, rancangan pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, model pembelajaran, media pembelajaran, penetapan KKM, penilaian, dan analisis serta tindak lanjutnya, laporan hasil belajar siswa, kegiatan pembiasaan, bimbingan dan pelayanan minat dan bakat siswa dengan kegiatan ekstrakurikuler masih perlu terus-menerus ditingkatkan melalui berbagai diklat dan workshop yang terprogram secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan wadah KKG.
Kini, perhatian para guru dan siswa serta sekolah tercurah pada pelaksanaan ujian nasional/ujian akhir sekolah bertaraf nasional yang sudah di ambang pintu sehingga seolah-olah KTSP tenggelam dari penerapannya. Guru dan siswa cenderung kembali ke pola lama mengejar target kelulusan UN dengan memacu kesiapan berlatih soal-soal dan teknis pengerjaannya dengan metode drill untuk tiga mata pelajaran yang di UN/UASBN kan saja.
Karena itu, perlu kiranya kita melakukan kajian ulang, melihat kembali penerapan KTSP di sekolah dasar/MI untuk menemukan apa kekurangan atau kelemahan maupun kendala yang ada dan bagaimana upaya kita untuk memperbaikinya. Refleksi tepat dilakukan saat ini mengingat sekarang kita sudah memasuki tahun pelajaran 2010—2011 sebagai tahun pertama setelah batas akhir selambat-lambatnya SI dan SKL harus sudah dilaksanakan di seluruh Indonesia pada tahun pelajaran 2009—2010 yang telah berlalu.
Guna memantapkan komitmen kita pada pelaksanaan KTSP ada baiknya kita mengingat kembali latar belakang KTSP tersebut. Kurikulum nasional kurang menyentuh permasalahan pendidikan, atau belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik, kondisi dan potensi daerah, sekolah, masyarakat, dan peserta didik. Masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan (stakeholder) berkeinginan untuk menyusun kurikulum satuan pendidikan yang merupakan center of teaching and learning process. n
Tachrir, S.I.P.
Kepala SD Negeri 1 Palapa, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, Bandar Lampung. Anggota Tim Pengembangan Kurikulum Provinsi Lampung
MEMASUKI akhir semester kesatu tahun pelajaran 2010—2011, pelaksanaan KTSP di sekolah dasar/MI yang berfokus pada proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan, pembelajaran kontekstual, serta prinsip belajar tuntas dengan pendekatan tematik untuk kelas awal (I—III) dan pendekatan mata pelajaran untuk kelas tinggi (IV—VI) dari hasil pengamatan ke beberapa sekolah di berbagai daerah belum tampak keberhasilan yang menggembirakan sebagaimana diharapkan.
Kemampuan dan keterampilan guru untuk mengembangkan silabus, rancangan pelaksanaan pembelajaran, bahan ajar, model pembelajaran, media pembelajaran, penetapan KKM, penilaian, dan analisis serta tindak lanjutnya, laporan hasil belajar siswa, kegiatan pembiasaan, bimbingan dan pelayanan minat dan bakat siswa dengan kegiatan ekstrakurikuler masih perlu terus-menerus ditingkatkan melalui berbagai diklat dan workshop yang terprogram secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan wadah KKG.
Kini, perhatian para guru dan siswa serta sekolah tercurah pada pelaksanaan ujian nasional/ujian akhir sekolah bertaraf nasional yang sudah di ambang pintu sehingga seolah-olah KTSP tenggelam dari penerapannya. Guru dan siswa cenderung kembali ke pola lama mengejar target kelulusan UN dengan memacu kesiapan berlatih soal-soal dan teknis pengerjaannya dengan metode drill untuk tiga mata pelajaran yang di UN/UASBN kan saja.
Karena itu, perlu kiranya kita melakukan kajian ulang, melihat kembali penerapan KTSP di sekolah dasar/MI untuk menemukan apa kekurangan atau kelemahan maupun kendala yang ada dan bagaimana upaya kita untuk memperbaikinya. Refleksi tepat dilakukan saat ini mengingat sekarang kita sudah memasuki tahun pelajaran 2010—2011 sebagai tahun pertama setelah batas akhir selambat-lambatnya SI dan SKL harus sudah dilaksanakan di seluruh Indonesia pada tahun pelajaran 2009—2010 yang telah berlalu.
Guna memantapkan komitmen kita pada pelaksanaan KTSP ada baiknya kita mengingat kembali latar belakang KTSP tersebut. Kurikulum nasional kurang menyentuh permasalahan pendidikan, atau belum sepenuhnya sesuai dengan karakteristik, kondisi dan potensi daerah, sekolah, masyarakat, dan peserta didik. Masyarakat dan pemangku kepentingan pendidikan (stakeholder) berkeinginan untuk menyusun kurikulum satuan pendidikan yang merupakan center of teaching and learning process. n
Langganan:
Postingan (Atom)