Pendidikan Lampost : Selasa, 5 April 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) tahun ini mengubah format ijazah SMP dan SMA untuk mengantisipasi kecurangan. Seluruh komponen nilai dipaparkan dalam ijazah.
"Berbeda dari tahun sebelumnya yang hanya menampilkan nilai akhir siswa. Tahun ini semua komponen nilai tertera dalam blangko nilai dan lembar ijazah," kata Sekretaris Musyawarah Kerja Kepala Sekolah Berchah Pitoewas, Senin (14-4).
Pitoewas di ruang kerjanya, kompleks pendidikan YP Unila, menjelaskan komponen nilai itu meliputi nilai rata-rata rapor, nilai ujian sekolah, dan nilai akhir sekolah. Selain itu, nilai sekolah, nilai ujian nasional, dan nilai akhir siswa.
Pitoewas mengatakan informasi ini baru ia terima dua minggu lalu dan baru mendapatkan contoh format ijazah yang akan diedarkan, dengan mengunduh di internet, yang terdiri dari petunjuk umum, petunjuk khusus pengisian halaman depan, halaman belakang, lampiran blangko ijazah, dan contoh penulisan blangko ijazah.
Menurut Pitoewas, pemerintah sengaja mengubah format ijazah untuk mengantisipasi kecurangan yang dilakukan sekolah dalam menyetorkan nilai rapor siswa karena pengguna ijazah dapat memverifikasi antara rata-rata nilai rapor di ijazah dan nilai rapor sesungguhnya.
Menurut dia, sekolah akan sulit mengubah nilai rapor siswa karena membutuhkan rapor baru yang jumlahnya terbatas dan hanya tersedia di Dinas Pendidikan Provinsi. Namun, sekolah dapat saja menyetorkan nilai rata-rata rapor yang berbeda kepada Dinas Pendidikan Provinsi.
Pitoewas menjelaskan tahun ini format kelulusan berubah, yang sebelumnya 100% ditentukan berdasar hasil ujian nasional, sekarang ditentukan dari nilai akhir sekolah dan nilai ujian nasional. Nilai akhir sekolah memiliki porsi 40% dan nilai ujian nasional mendapat porsi 60%.
"Nilai akhir sekolah merupakan hak sekolah yang dapat diolah dari rata-rata rapor yang berbobot 60% dan ujian akhir sekolah yang berbobot 40%. Nilai sekolah ini terdiri dari ulangan harian nilai mid semester dan nilai hasil ujian sekolah," kata dia.
Yang patut dicermati dari pola penilaian ini, menurut Pitoewas, sekolah yang menerapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang tinggi akan diuntungkan ketimbang mereka yang menetapkan KKM rendah. Kekhawatirannya ke depan sekolah akan memaksakan KKM tinggi kepada siswa. (MG14/S-1)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar