Minggu, 29 Mei 2011

Siapa Yang Culas Dalam UN. ?


Ibarat kata pepatah lama, "Buruk Wajah Cermin Dipecahkan". Sepanjang belum ada perbaikan yang refepresentatif, maka polemik UN tak akan ada hentinya. Tetapi mengharap adanya pernaikan yang tepat sasaranpun sepertinya masih jauh panggang dari api. Hal tersebut diakibatkan karena temuan temuan kecurangan dalam UN tidak ditindaklanjuti. Andaikata memang ada melaporkan kecurangan oleh petugas pengawasan UN lalu jelas siapa pelakunya, melanggar pasal aturan yang mana serta apa sangsinya, kalau tidak, maka perbaikan UN akan sulit dilaksanakan secara tepat sasaran, pelanggaran daklam UN sepertinya akan selalu terulang lagi.

Berbagai hal yang diaku sebagai temuan oleh mereka mereka yang terlibat dalam pengawasan UN sepertinya hanya catatan catatan yang akan disimpan oleh pribadi sipencatat, yang pada ujungnya kita menduga bahwa catatan itu hanyalah berdasarkan kecurigaan dan opini yang berkembang saja. Dan tidak lebih hanya membangun opini buruk terhadap UN tampa ada usaha untuk memperbaikinya.

Di dalam kelas dalam penyelenggaraan UN terdapat pengawas silang, pengawas kelas terdiri dari petugas pengawas guru dari lain sekolah. Kalau memang terjadi keculasan yang dilakukan oleh peserta UN, mengapa tidak dicegah.? Bukankah tugas pengawas adalah menertibkan jalannya pelaksanaan UN. Mengapa dibiarkan, mengapa tidak dibuatkan berita acara, kalau memang benar ada pelanggaran.
Bila keculasan dilakukan oleh guru sekolah setempat, mengapa juga tidak dicegah, atau melaporkan setelah usaha pencegahan sia sia. Ataukah justeru guru pengawas terlibat kerjasama untuk melakukan pelanggaran itu.

Semula masyarakat berharap dengan hadirnya pengawasan independen pada masing masing sekolah penyelenggara UN akan memberikan pencerahan yang sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan mutu UN dan terhindarkan dari berbagai polemik. ternyata polemik yang hanya berdasarkan kecurigaan itu tetap saja marak sejalan dengan penyelenggaraan UN.

Teriakan adanya keculasan dalam penyelenggaraan UN di mata masyarakat tidak lebih dari lolongan srigala di malam hari. Menjadi tidak jelas siapa yang melolong, dan untuk apa dia melolong. kalau srigala sungguhan, maka lolongan tahap pertama adalah menggalang persatuan dalam rangka memburu mangsa, tetapi lolongan tahap kedua dapat diartikan bahwa srigala sedang berebut bagian. Tetapi triakan keculasan dalam UN di mata masyarakat menjadi sesuatu yang tidak jelas. Yang jelas putra putri mereka adalah mengikuti UN yang diselenggarakan oleh Pemerintah setiap tahunnya.

Kalau memang benar pelanggaran itu ada mengapa tidak di laporkan, kepada Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti. kalau memang yang melakukan pelanggaran adalah peserta UN, sudah dilakukan pencegahan dan arahan tetapi tetap saja yang bersangkutan melakukan kesalahan itu. Sudah selayaknya siswa yang bersangkutan mendapatkan hukuman yang mendidik yang ditetapkan bersama Dinas Pendidikan dan Dewan Rektor khususnya bila itu dilakukan pada level SMA.

Kalau yang melakukan kesalahan itu adalah guru, maka guru yang bersangkutan bisa dicabut sertifikatnya dan dilarang mendekati lokasi ujian berikutnya. Kalau yang melakukan keculasan adalah guru pengawas UN, maka selayaknya dihukum dengan pencabutan atau penundaan sertifikat UN dan tidak lagi dilibatkan dalam penyelenggaraan UN waktu waktu berikutnya. Hukuman hukuman itu kita yakini memiliki efek jera. Asalkan dilaksanakan sesuai dengan prosedur serta aturan yang berlaku.

Kalau dimasa mendatan UN masih tetap akan dilaksanakan, maka buatlah peraturan dan sangsi bagi pelanggara ketentuan. dan bagi para pihak berhentilah menuduh keculasan dalam UN bila tidak memiliki bukti bukti yang konkrit, bukan hanya opini dan prasangka buruk terhadap penyelenggaraan UN. Mereka yang menuduh tampa dasar tidak lebih baik dari merek mereka yang melakukan pelanggaran UN itu sendiri.

Saya tidak yakin siswa melakukan keculasan dalam UN. kalaupun terjadi maka itu adalah akibat lemahnya pelaksanaan pengawasan, maka yang harus diinvestigasi adalah kelemahan pengawasan tersebut. Aturan bisa ditegakkan manakala ada sanksi bagi pelanggarnya. Sangsi atas pelanggaran ini harus benar benar dilaksanakan, sehingga pada waktu waktu berikutnya pelanggaran serupa tidak terulang lagi.
=============================================
BANDAR LAMPUNG Lampost : Sabtu 28 Mei 2011
PENDIDIKAN: FMGI: UN Selayaknya Dihentikan

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Lampung akan memperjuangkan persoalan pelaksanaan ujian nasional (UN) di Lampung hingga ke level pusat. FMGI menilai UN sudah selayaknya dihentikan.

Demikian dikatakan Ketua FMGI Lampung Aswandi Barawi yang didampingi Sekretaris Bidang Humas Hadi Aspirin kepada Lampung Post usai melakukan kunjungan ke Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Lampung, Jumat (27-05).

Pertemuan FMGI dengan Ketua Lembaga Penelitian Unila Budi Koestoro hari itu bermaksud meminta Universitas Lampung untuk membeberkan indeks kejujuran pelaksanaan UN di Lampung kepada publik.

Namun, menanggapi permintaan FMGI itu, Budi Koestoro menyatakan Unila tidak dapat memberikan data yang dimaksud karena hal itu bukan tugas dan wewenangnya. Tugas Unila sebatas pengawasan dari pencetakan soal hingga pelaksanaan ujian.

"Silakan FMGI Lampung berkirim surat ke Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Pusat Evaluasi Pendidikan dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kementerian Pendidikan Nasional terkait permohonan data yang dimaksud," kata dia.

UN menurut dia bukanlah tugas pokok institusi perguruan tinggi. Namun, karena Menteri Pendidikan M. Nuh meminta Majelis Rektor, keterlibatan perguruan tinggi harus dilakukan. Harapannya, UN dapat dipercaya atau kredibel.

Menanggapi hal ini, FMGI Lampung yang diwakili Hadi Aspirin menyatakan pihaknya tidak akan patah arang. FMGI akan terus memperjuangkan persoalan UN ini hingga level pusat.

"Kami akan temui Komisi X DPR, DPD, Menteri Pendidikan Nasional, jika perlu hingga Presiden SBY. Kami ingin indeks kejujuran UN itu dapat dibuka ke publik dari tingkat provinsi, kabupaten kota hingga satuan pendidikan," kata dia.

Ia mengatakan FMGI juga akan melampirkan data penguat yang menyatakan terjadi kecurangan dalam UN. Menurut dia, mata rantai persoalan UN ini hanya bisa diselesaikan dengan menghentikan UN itu sendiri. (MG1/K-1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar