Minggu, 29 Mei 2011

Pemahaman Pancasila Masuki Fase Krisis



Pendidikan Lampost : Senin, 30 Mei 2011

JAKARTA (Lampost): Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 ditengarai telah memudar, terutama di kalangan pemuda dan mahasiswa. Bahkan, mahasiswa yang disebut-sebut sebagai kelompok intelektual muda mengalami kesulitan memahami ideologi negara itu.

Staf Ahli Kementerian Politik, Hukum, dan HAM (Kempolhukam) Cristina M. Rantetana menyatakan hal itu dalam seminar nasional Wawasan Kebangsaan, akhir pekan lalu, di Universitas Nasional, Jakarta.

Dari berbagai survei yang dilakukannya di sejumlah kampus, Cristina mengatakan mahasiswa saat ini tampak kesulitan memahami Pancasila. Kondisi ini membawa keprihatinan mendalam bagi pemerintah, apalagi salah satu kampus di Gorontalo telah mengusulkan kepadanya untuk menerapkan kembali P4 yang di zaman Orde Baru menjadi agenda wajib bagi mahasiswa.

"Dari beberapa kampus yang saya kunjungi, baik universitas negeri maupun swasta, semuanya menyatakan krisis mental Pancasila. Bahkan, Universitas Gorontalo mengusulkan harus ada pendidikan P4 lagi sebagai platform kebangsaan masyarakat," kata dia.

Kondisi itu, menurut Cristina, menjadi ancaman besar bagi kemajemukan bangsa. Ia mencontohkan sejumlah mahasiswa yang berbeda fakultas atau kampus sering terlibat bentrokan atau tawuran hanya diakibatkan persoalan sepele. "Kondisi faktual ini juga membawa degradasi moral dan akhlak dengan dalih norma agama, menguatnya semangat kedaerahan, serta dampak negatif globalisasi," ujarnya.

Menurut Cristina, hal itu terjadi karena pada saat Reformasi 1998 meletus, segala nilai yang tertanam di era sebelumnya dianggap buruk sehingga semuanya ditinggalkan. Sementara itu, nilai-nilai baru sampai sekarang belum muncul. "Saat ini, nilai-nilai yang lalu itu semuanya dianggap jelek, sedangkan yang baru tak juga ditemukan. Akhirnya, negara menjadi tak karu-karuan," kata Cristina.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Haryanto Y. Thohary menyatakan kekecewaannya dengan keputusan Kementerian Pendidikan Nasional yang melebur pendidikan Pancasila menjadi pendidikan kewarganegaraan.

Menurut Haryanto, selain sebuah distorsi, peleburan pendidikan Pancasila menjadi pendidikan kewarganegaraan dinilai sebagai bentuk penyederhanaan pendidikan Pancasila itu sendiri. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional harus mengembalikan pendidikan Pancasila.

Seharusnya, kata dia, Kemendiknas harus mampu menjadi ujung tombak dalam nation and character building. Salah satunya melalui pendidikan Pancasila. "Karena itu kami sangat kecewa ketika Kemendiknas melebur pendidikan Pancasila ke dalam kewarganegaraan. Itu merupakan sebuah distorsi, sekaligus sebuah simplifikasi atau penyederhanaan," kata Haryanto.

Haryanto menegaskan Kemendiknas harus kembali menghidupkan pendidikan Pancasila, yang harus disajikan lebih aktual, tidak monoton, bukan hanya berbentuk monolog yang membosankan. "Harus benar-benar dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor yang mencerahkan di kehidupan masyarakat," ujarnya yang dikutip dari Kompas online.

Menurut dia, pemerintah melalui Kemendiknas harus membuat sebuah lembaga khusus yang bertugas mengkaji materi, format, dan metodologi pembelajaran pendidikan Pancasila secara mendalam.

"Pertama-tama, harus ada sebuah badan yang mengurus itu, yang nantinya melakukan pengkajian secara mendalam, termasuk materi, format, dan yang terpenting adalah metodologi pengajaran pendidikan Pancasila agar bisa diterima dengan sebaik-baiknya," kata Haryanto.

Nyatanya, Pusat Kurikulum dan Buku malah menghapuskan pendidikan Pancasila, berarti harus ada lembaga lain yang mengatur ini. Menurut dia, adalah memperbaiki metode pengajarannya. (S-1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar