Kamis, 13 Oktober 2011

KOALISI PAMONG BELAJAR DAN PENILIK upaya meningkatkan kualitas program pendidikan nonformal

Oleh Fauzi Eko Pranyono
Ketua Umum PP IPABI


Nama “Koalisi Nasional Pamong Belajar dan Penilik Indonesia” resmi digunakan mulai 24 Mei 2010. Koalisi ini diawali dengan pembicaraan antara Ketua Umum IPABI dan Ketua Umum IPI pada 22 Desember 2009 di Jakarta, bahkan pembicaraan awal sudah terjadi dalam perjalanan darat kedua Ketua Umum tersebut antara Surabaya dan Yogyakarta pada tanggal 16 Desember 2009. Pada 14 Mei 2010 bertempat di sekretariat PP IPI sudah disepakati langkah-langkah dalam memperjuangkan nasib Pamong Belajar dan Penilik akan dilakukan bersama-sama.

Menurut Wikipedia koalisi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Koalisi bisa juga merujuk pada sekelompok orang/warganegara yang bergabung karena tujuan yang serupa. Koalisi dalam ekonomi merujuk pada sebuah gabungan dari perusahaan satu dengan lainnya yang menciptakan hubungan saling menguntungkan. Jadi koalisi tidak harus berupa kerjasama antar partai dalam pemerintahan. Koalisi atau bersatunya Pamong Belajar dan Penilik menjadi suatu kebutuhan, memperhatikan kecilnya komunitas ini. Hal ini berbeda dengan PGRI yang memiliki jumlah anggota yag relatif besar, bahkan menembus angka jutaan bandingkan dengan Pamong Belajar yang berjumlah 3615 orang dan Penilik 7027 orang. Dengan bersatu diharapkan menjadi kekuatan yang lebih bermakna dalam melakukan lobi dan menekan pemerintah untuk meningkatkan harkat martabat Pamong Belajar dan Penilik.

Selama ini perjuangan Pamong Belajar dan Penilik berjalan sendiri-sendiri padahal kedua PTK PNF ini memiliki hubungan kerja yang erat di lapangan. Walaupun persoalan utama yang dihadapi Pamong Belajar dan Penilik agak berbeda namun keduanya memiliki keterkaitan. Misalnya, agenda perpanjangan batas usia pensiun Penilik akan terkait erat dengan Pamong Belajar karena menurut PP 19 Tahun 2005 pasal 40 ayat 2 disebutkan bahwa masukan Penilik di antaranya adalah Pamong Belajar. Bahkan tidak sedikit Pamong Belajar yang saat ini diangkat menjadi Penilik, tentunya hal ini menjadi persoalan karena Pamong Belajar yang diangkat Penilik akan kurang dapat menikmati pekerjaan karena menurut aturan ia harus pensiun pada usia 56 tahun. Di sinilah Ikatan Pamong Belajar Indonesia mempunyai kepentingan dalam ikut memperjuangkan perpanjangan batas usia pensiun Penilik.

Di samping itu, Pamong Belajar dan Penilik merasakan senasib menjadi korban marjinalisasi atau paling tidak dianaktirikan dalam konstelasi sistem pendidikan nasional. Kebijakan revisi jabatan fungsional Pamong Belajar dan Penilik yang berlarut-larut menjadi bukti nyata. Mengapa revisi jabatan fungsional guru yang dibahas belakangan sudah diterbitkan, sementara Pamong Belajar dan Penilik harus menunggu pembahasan revisi jabatan fungsional Pengawas. Belum lagi standar kualifikasi akademik dan kompetensi Pamong Belajar/Penilik sejak tahun 2007 belum diterbitkan, padahal standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sudah terbit sejak tahun 2007. Jika standar kualifikasi akademik dan kompetensi Pamong Belajar/Penilik belum diterbitkan maka uji kompetensi atau sertifikasi Pamong Belajar/Penilik masih jauh panggang dari api. Sementara itu PP 17 Tahun 2010 pasal 12 mengamanatkan adanya sertfikasi bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Nah! Dalam hal inilah IPABI dan IPI memiliki kepentingan bersama. Jika agenda tersebut diperjuangkan bersama insya Allah daya tekan akan semakin besar dan memperingan langkah.

Koalisi ini juga akan merancang perjuangan yang lebih taktis dan strategis, dan dilakukan dengan elegan. Demonstrasi bukan menjadi pilihan pertama karena cenderung kontra produktif, dan karena kita sadar bahwa kita kurang memiliki posisi tawar yang tinggi. Dalam hal ini kita harus bersikap realistis. Upaya membangun opini dan mempengaruhi kebijakan untuk peningkatan harkat dan martabat Pamong Belajar/Penilik lebih dikedepankan baik melalui jalur kementrian, lembaga negara maupun politik (DPR). Demonstrasi bukan menjadi pilihan pertama, namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Demonstrasi terpaksa dilakukan jika memang semua saluran sudah tersumbat dan suara kita memang sudah tidak didengar lagi oleh pemangku kepentingan. Demonstrasi pun masih dalam wacana mengingat seluruh pamong belajar masih belum memiliki kesamaan langkah dalam memaknai keberadaan IPABI (termasuk juga para penilik yang belum paham akan kehadiran IPI), masih banyak yang belum tahu dan tak mau tahu tentang upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pengurus IPABI. Untuk itulah, mungkin kedepan, koordinasi dan konsolidasi harus dilakukan untuk membangun kesepahaman akan pentingnya IPABI dan IPI sebagai wadah para penggiat program pendidikan nonformal di lapangan.

Untuk itulah melalui kegiatan Jambore 1000 PTK-PNF tahun 2010 inilah, kita galang persatuan dan kesatuan, saling silaturahim tukar informasi untuk kemajuan program pendidikan nonformal yang semakin memberdayakan dan dirasakan oleh sasaran program. Paradigma baru harus segera dibangun oleh seluruh pamong belajar, disesuaikan dengan semangat reorganisasi kementerian pendidikan nasional serta pemberlakuan UU Keterbukaan Informasi Publik yang mana masyarakat diperbolehkan mengetahui program sekaligus anggaran pendukungnya. Semoga. [fep] Yogyakarta, 25 Mei 2010

Sumber : Mediksi Edisi 2/ 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar