Kamis, 12 Januari 2012

Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik




Mutu pendidikan di Indonesia saat ini, masih belum terlihat secara keseluruhan, sebab beberapa putra-putri bangsa Indonesia telah meraih berbagai kejuaraan olimpiade dunia, tetapi secara keseluruhan mutu pendidikan bangsa Indonesia masih rendah, jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Hal ini bisa diketahui dari penelitian yang dilakukan, “UNESCO melalui penelitian tentang Human Development Index (HDI) menempatkan Indonesia pada urutan ke-112 di antara 174 negara yang diteliti. Sedangkan, The Political dan Economics Risk Consultancy (PERC) yang berpusat di Hongkong, menempatkan sistem pendidikan di Indonesia pada urutan ke-12 di antara 12 negara yang diteliti” (Zheis, 2010). Penelitian di atas menunjukkan mutu pendidikan yang masih rendah, sehingga perlu adanya kerjasama dari berbagai pihak yang saling terkait. Beberapa pihak itu di antaranya para pendidik, peserta didik dan lingkungan sekitar (terutama keluarga).Mutu pendidikan tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Namun, faktor yang paling penting adalah pendidik (guru), karena sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan hal-hal yang terkait pada pribadi seorang pendidik, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai contoh untuk diteladani (dijadikan bahan pembelajaran). Dikarenakan secara umum pendidik merupakan faktor sentral untuk membangun mutu pendidikan, maka sangat perlu adanya langkah-langkah serius dari pemerintah (khususnya Kepala Dinas Pendidikan) untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui pembinaan profesional kepada tenaga pendidik.
Skenario yang diprogramkan untuk meningkatkan mutu pendidik meliputi beberapa tahapan yang harus saling terkait. Langkah pertama yang perlu diambil adalah tahapan yang dinilai sangat penting sebagai titik awal (starting point) untuk melakukan langkah-langkah berikutnya. langkah-langkah selanjutnya adalah tahapan yang harus dilakukan dalam keseluruhan skenario, namun perlu diperhatikan hubungan antara tahapan yang satu dengan tahapan yang lain. Selain itu, target atau tujuan harus jelas dalam pencapaian tahapan yang ditentukan.

1. Langkah pertama: peningkatan kesejahteraan guru
Hak pendidik harus mendapat prioritas dalam kebijakan pemerintah (khususnya Kepala Dinas Pendidikan). Beberapa hak-hak tersebut di antaranya adalah hak untuk memperoleh penghasilan dan kesejahteraan dengan standar upah yang layak. Dengan terpenuhinya hak-hak pendidik, maka para pendidik dengan sendirinya akan mempunyai tanggung jawab untuk mengejar prestasi. Itulah sebabnya, maka langkah pertama ini dinilai amat vital dan strategis untuk meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Alasan dalam mengambil langkah ini sebagai yang pertama adalah peningkatan gaji dan kesejahteraan merupakan langkah yang memiliki dampak yang paling berpengaruh terhadap langkah-langkah lainnya. Selain itu, kenaikan gaji dapat dilakukan secara menyeluruh dan bertahap. Hal ini terkait dengan semakin maraknya tindak korupsi di negeri ini (Indonesia).
Berkaitan dengan korupsi ini, pendidik (guru) merupakan pelaku sekaligus korban korupsi. Guru sebagai korban korupsi adalah perlakuan tidak adil pejabat dalam tingkatan di atasnya (baik dinas, maupun cabang dinasnya), yang kadang memotong gaji guru untuk sejumlah alasan (kepentingan yang tidak terarah tujuannya). Sedangkan, guru sebagai pelaku korupsi dikarenakan tiga alasan, yaitu Pertama, pendapatan yang diterima guru kurang dibandingkan pengeluaran untuk kehidupan pribadi, ditambah untuk pengeluaran dalam mendukung proses pembelajaran. Kedua, guru tidak diikutkan untuk menentukan kebijakan di sekolah. Secara umum, guru hanya diposisikan sebagai educator. “Hasil penelitian Indonesian Corruption Watch pada beberapa kota di Indonesia secara umum menunjukkan bahwa guru tidak mengetahui kebijakan sekolah. Bahkan banyak yang mengaku belum pernah melihat rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah (APBS) di sekolahnya” (Hidayat, 2010). Ketiga, guru merupakan pegawai bawah di antara penyelenggara pendidikan lain, seperti kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan, sehingga selain menjadi korban obyekan atasan, porsi anggaran atau pendapatan yang diperoleh pun biasanya kecil. “Penelitian Indonesian Corruption Watch pada APBS beberapa sekolah di Jakarta dan Tangerang memperlihatkan bahwa alokasi anggaran untuk guru tidak mencapai setengah porsi untuk kepala sekolah” (Hidayat, 2010).
Dengan demikian, usaha memberantas korupsi ini bisa diawali dengan perjuangan memperbaiki nasib (kesejahteraan) para guru. Jika standar gaji dinaikkan itu sudah layak, maka kenaikan gaji dapat diikuti dengan standar kompetensi yang tinggi pula. Oleh karena itu, terdapat berbagai pangkat dan golongan pegawai, maka kenaikan gajinya juga diselaraskan dengan pangkat dan golongan pegawai tersebut. Dengan demikian, uji kompetensi harus dilakukan secara jujur dan transparan. Untuk itu, maka instrumen uji kompetensi harus disiapkan secara matang. Jangan sampai terjadi kecurangan dalam proses uji kompetensi ini. Jika terjadi kecurangan dalam pelaksanaan uji kompetensi, maka secara otomatis akan dapat merusak seluruh komponen dalam sistem ini. Langkah pertama ini akan berjalan dengan lebih mantap jika sistem pembayaran gajinya telah dilaksanakan melalui bank (secara pribadi).

2. Langkah kedua: alih tugas profesi dan rekruitmen guru
Langkah kedua ini merupakan konsekuensi dari langkah pertama, sehingga para pendidik yang tidak memenuhi standar kompetensi harus dialihtugaskan kepada profesi lain. Para pendidik harus rela dialihtugaskan ke profesi yang lain, misalnya menjadi tenaga administrasi atau yang lain, jika para pendidik tersebut telah diberikan kesempatan untuk mengikuti diklat dan pembinaan secara intensif, tetapi tidak menunjukkan adanya perkembangan positif kompetensi untuk menjadi pendidik profesional.
Untuk mengganti tenaga pendidik yang telah dialihtugaskan ke profesi lain tersebut perlu adanya seleksi (rekruitmen) secara jujur dan transparan, sesuai standar kualifikasi yang telah ditetapkan. Rekruitmen pendidik yang jujur dan transparan ini dilakukan dalam rangka mereformasi pendidikan.

3. Langkah ketiga: membangun sistem sertifikasi pendidik
Langkah ini akan memberikan dukungan bagi pelaksanaan langkah pertama. Tahapan ini sangat berat, karena terkait dengan anggaran belanja negara yang sangat besar. Prasyarat yang harus dipernuhi, yaitu untuk pendidik yang akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus sesuai standar minimal kualifikasi pendidikan. Sementara bagi guru yang sudah memiliki pengalaman tidak perlu dituntut untuk memenuhi standar ijazah tersebut, karena akan menyebabkan terjadinya apa yang disebut dengan ‘jual beli ijazah’ yang juga dikenal dengan ‘sekolah tidak ijazah ada’ (STIA). Bagi pendidik yang telah berpengalaman diperlukan adanya pendidikan profesi dan sistem diklat berjenjang yang harus dihargai setara dengan kualifikasi pendidikan tertentu. Jika sistem sertifikasi ini telah mulai berjalan, maka sistem kenaikan pangkat bagi pendidik sudah waktunya disesuaikan. Kenaikan pangkat pendidik bukan hanya sebagai proses administrasi saja, melainkan proses penting dalam sertifikasi yang berdasarkan kompetensi yang dimiliki para pendidik.

4. Langkah keempat: membangun standar pembinaan karir (career development path)
Seiring dengan pelaksanaan sertifikasi tersebut, disusunlah satu standar pembinaan karier. Sistem itu harus dalam bentuk dokumen yang disahkan dalam bentuk undang-undang atau setidaknya berupa peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan oleh aparat otonomi daerah. Sebagai contoh, untuk menjadi instruktur, kepala sekolah, atau pengawas, seorang pendidik harus memiliki standar kompetensi yang diperlukan, dan harus melalui proses pencapaian yang telah diberlakukan tersebut. Standar pembinaan karir dapat dilaksanakan dengan baik apabila sistem sertifikasi pendidik dan sistem kenaikan pangkat pegawai berdasarkan sertifikasi sudah berjalan.

5. Langkah kelima: peningkatan kompetensi melalui kegiatan diklat, dan pendidikan profesi, serta melibatkan organisasi pembinaan profesi tenaga pendidik
Sebagaimana dijelaskan pada langkah sebelumnya, proses rekruitmen guru baru harus dilaksanakan secara jujur dan transparan, dengan menggunakan standar kualifikasi yang telah ditetapkan. Sedangkan, untuk para pendidik yang sudah berpengalaman perlu diberikan kesempatan untuk mengikuti penataran yang dilaksanakan oleh lembaga inservice training terakreditasi. Selain itu, para pendidik juga disyaratkan untuk mengikuti pendidikan profesi yang dapat dilaksanakan oleh lembaga tenaga kependidikan (LPTK) terakreditasi.
Upaya peningkatan kompetensi bagi pendidik harus dilaksanakan dengan program yang jelas. Jumlah pendidik yang besar di negeri ini memerlukan penanganan secara sinergis oleh semua instansi yang terkait dengan preservice education, inservice training, dan on the job training. Kegiatan sinergis peningkatan mutu pendidik juga harus melibatkan organisasi pembinaan profesi guru, seperti Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), dan Musyawarah Kerja Penilik atau Pengawas Sekolah (MKPS), termasuk PGRI sebagai wadah organisasi perjuangan para guru.
Pembinaan profesional guru melalui KKG, MGMP, MKKS, dan MKPS, tidak hanya membicarakan permasalahan yang terjadi pada situasi saat itu saja, tetapi sangat perlu adanya pengembangan dengan pembuatan program yang disusun pada saat ajaran baru, sehingga ada tujuan yang jelas untuk dievaluasi di tiap akhir tahun. Selama ini, semua kegiatan tersebut berjalan seperti biasa. Namun, belum terlihat manfaat atau hasilnya.
Oleh karena itu, pembinaan profesional guru diharapkan memiliki kegiatan rutin yang inovatif, seperti mengadakan lomba pembuatan rancangan teknologi bagi peserta didik, mengadakan acara seminar untuk guru bidang studi tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar