Pendidikan Lampost : Senin, 9 Mei 2011
BANDAR LAMPUNG—Lomba Proposal Bisnis Festival Ekonomi Syariah Tingkat Nasional Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Rohani Islam (Rohis) Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Lampung (Unila) memasuki babak final. Bertempat di gedung Pascasarjana FE Unila, Minggu (8-5), sepuluh proposal bisnis dari beberapa perguruan tinggi berkompetisi pada babak final.
Ketua Rohis FE Unila Rahmad Adhi Pratomo mengatakan sejak Maret hingga pertengahan April, panitia telah membuka pendaftaran. Dari data yang ada, terdapat 47 proposal bisnis yang ikut dalam perlombaan.
"Dari 47 proposal tersebut, diadakan seleksi naskah yang dilihat dari kreativitas ide, realisasi bisnis, dan pemasaran usaha, sehingga terpilihlah sepuluh proposal terbaik yang layak masuk babak final," kata dia.
Rahmad mengatakan dalam babak final ini, kesepuluh peserta harus mampu mempresentasikan proposal bisnisnya di hadapan tiga orang juri, yakni Hermansyah, Dewi, dan Kurnia Perdana, yang berasal dari Enterpreneure Success Comunity. (MG1/S-2)
Dana Riset Dirjen Dikti Berkurang
BANDAR LAMPUNG—Dana riset dan penelitian pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) bagi kalangan perguruan tinggi untuk tahun ini mengalami penurunan. Demikian disampaikan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung Admisyarif kepada Lampung Post di ruang kerjanya akhir pekan lalu.
Ia menginformasikan dana penelitan yang diterima Unila dari Dikti untuk penelitian mengalami penurunan, baik dana yang diperoleh dari hibah bersaing maupun dari DIPA APBN Unila 2011.
"Tahun lalu dana penelitian yang dikucurkan melalui APBN dalam DIPA Unila mencapai Rp3 miliar, tetapi tahun ini turun menjadi Rp500 juta. Pun halnya untuk dana hibah bersaing tahun ini, Unila diperkirakan hanya akan memperoleh kucuran dana tidak sampai Rp10 miliar," kata dia.
Admisyarif mengatakan penurunan penerimaan Unila ini bukan berarti menurunnya kualitas penelitian Unila, melainkan alokasi dana Pemerintah Pusat pada Dikti yang mengalami penurunan secara keseluruhan. Padahal, menurutnya animo meneliti dosen setiap tahun terus meningkat.
"Adanya tunjangan sertifikasi guru dan dosen serta tunjangan bagi para guru besar membebani anggaran Kementerian Pendidikan Nasional. Akibatnya, alokasi dana penelitian terus mengalami penurunan," ujar dia. (MG1/S-2)
Ijazah ‘Homeschooling’ Kerap Ditolak
TANGERANG—Pendidikan sekolah rumah (homeschooling) yang diakui pemerintah sebagai pendidikan informal masih didiskriminasikan. Peserta didik homeschooling di berbagai daerah belum mendapat dukungan kebijakan yang baik dari dinas pendidikan setempat.
Persoalan tersebut dikemukakan para pelaku homeschooling, baik tunggal maupun komunitas, pada acara Simposium Pendidikan Informal: Implementasi Hak Peserta Didik Jalur Informal, Sabtu (7-5), di Universitas Multimedia Nusantara, Tanggerang Selatan. Acara tersebut dilaksanakan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena).
Dian G., orang tua siswa dari Bekasi, mengatakan bahwa siswa homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan di jenjangnya lebih awal sulit melakukan akselerasi. Padahal, banyak anak homeschooling lain yang mampu menyelesaikan materi belajar di suatu jenjang pendidikan lebih cepat dibandingkan anak-anak sekolah formal.
"Anak tidak bisa ikut ujian nasional pendidikan kesetaraan karena dianggap belum tuntas belajar tiga tahun untuk siswa SMP atau SMA. Dinas Pendidikan tidak mau memahami kondisi anak-anak homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan lebih cepat," ujar Dian. Demikian dikutip dari Kompas.com. (S-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar