INDRA / LATIEF
JAKARTA, KOMPAS.com — Rendahnya angka kelulusan mata pelajaran Bahasa Indonesia pada ujian nasional 2011 jenjang SMA/MA dinilai akibat soal terlalu sulit. Naskah soal tergolong sulit karena lebih mengutamakan soal yang bersifat penalaran.
Demikian penilaian Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Yeyen Maryani terkait rendahnya nilai ujian nasional Bahasa Indonesia. Berdasarkan data Kemdiknas, Bahasa Indonesia menempati urutan kedua dengan angka tidak lulus terbanyak setelah Matematika. Tahun ini sekitar 1.786 siswa (38,43 persen) SMA/MA tidak lulus ujian nasional Bahasa Indonesia.
"Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya nilai ujian nasional Bahasa Indonesia. Dari informasi yang saya terima, rendahnya nilai Bahasa Indonesia akibat soalnya tergolong sulit dan lebih mengutamakan soal yang sifatnya nalar," kata Yeyen kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2011).
Akibatnya, lanjut Yeyen, siswa sulit memahami beberapa paragraf yang disajikan dalam soal ujian nasional. Sementara ketika mereka belajar atau bimbingan belajar, guru ataupun instruktur tidak memfokuskan pada soal-soal semacam itu.
"Karena dibagi dalam beberapa materi, seperti pemahaman EYD dan lain-lain," ujarnya.
Meski sampai saat ini belum bisa memastikan indikator utama penyebab rendahnya angka kelulusan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Yeyen mengungkapkan, ada laporan dari daerah bahwa konsentrasi siswa saat mengerjakan soal Bahasa Indonesia terganggu karena sistem yang diterapkan.
"Ada laporan di daerah bahwa sistemnya juga mengganggu. Terutama karena Bahasa Indonesia diujikan pada hari pertama, banyak pejabat yang meninjau, jadi siswa-siswi menjadi tegang, mengganggu konsentrasi. Saya pikir itu hal lain yang juga memengaruhi," kata Yeyen.
Komponen lainnya, kata Yeyen, adalah kemampuan siswa secara pribadi terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mungkin memang rendah.
"Tetapi, jika jebloknya nilai ujian nasional terjadi secara umum (banyak), berarti bukan karena pribadi, tetapi mungkin memang soalnya benar-benar sulit. Proses pembelajaran di kelas kurang efektif, kurikulum yang disajikan, atau faktor buku, dan bisa saja kemampuan gurunya yang kurang," ujar Yeyen.
Sumber: edukasi.kompas.com | Selasa, 24 Mei 2011
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar