Minggu, 16 Oktober 2011
Tupoksi Baru Menjanjikan Penilik Masa Depan
Drs. Edy Basuki, M.SI
BPPNFI Reg. 4 Surabaya
Konon, sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, pendidikan nonformal (PNF) memiliki beberapa peran, salah satunya adalah menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia seutuhnya yang diantaranya , memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tanggung jawab kemasyarakatan. Upaya mencapai statement diatas diantaranya bisa melalui (1) Program Pasca Keaksaraan, yaitu upaya mempertahankan dan meningkatkan kemampuan beraksara dengan menyediakan Taman Bacaan Masyarakat. (2) Program Peningkatan Kualitas Kehidupan, yang di dalamnya termasuk pendidikan kependudukan, pengarus utamaan gender, bahaya traficking, bahaya narkoba dan penyuluhan lain yang ada relevansinya dengan pendidikan nonformal yang menjadi garapan penilik. Dalam Permenpan dan RB nomor 14 disebutkan bahwa jabatan fungsional penilik adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengendalian mutu dan evaluasi dampak program pendidikan anak usia dini, pendidikan kesetaraan dan keaksaraan, serta kursus pada jalur pendidikan nonformal dan informal. Untuk itulah segala informasi program-program PNFI diatas, secara kreatif bisa “dititipkan” atau “dikerjasamakan” oleh penilik melalui kegiatan PKK, Arisan, Posyandu, majlis taklim dan kegiatan desa lainnya. Informasi itu juga bisa disampaikan melalui pembelajaran pada kelompok keaksaraan fungsional dan kelompok belajar kesetaraan yang saat ini semakin diperhatikan oleh Kemendiknas dalam rangka memperbaiki mutu kehidupan masyarakat yang beberapa tahun terakhir ini selalu terpuruk, berkutat pada masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Dengan demikian peran penilik PNF dalam upaya membelajarkan masyarakat akan tampak eksistensinya dengan segala program-programnya, hal ini sesuai dengan tujuan PNF, yaitu membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja mencari nafkah demi kesejahteraan hidupnya. Seperti diketahui bahwa program pendidikan nonformal, dalam hal ini program kesetaraan semakin menjadi tolehan dari berbagai pihak sejak banyaknya siswa yang tidak lulus dalam ujian nasional, perlu kiranya disisipi bimbingan yang membekali warga belajar agar mereka memiliki kesadaran dan memahami dirinya secara utuh, baik potensi dirinya, bakat dan minatnya untuk menghadapi masa depannya. Dengan kata lain warga belajar perlu diberi pembinaan (pendampingan) tentang sikap dan perilaku yang baik dalam hidup bermasyarakat. Mereka harus dikenalkan tentang nilai, norma serta sopan santun bermasyarakat sebagai bekal yang sangat penting bagi seseorang untuk menjalani kehidupan, berani menghadapi dan memecahkan segala permasalahan kehidupan secara wajar dan kreatif dalam menjalani aktivitas hidupnya. Dengan demikian, setiap saat dan setiap waktu produktivitas seseorang senantiasa dalam kondisi prima untuk menghadapi jaman yang cepat berubah di era kapitalisasi dunia.
Hal ini mengingat, bahwa mereka terpaksa bekerja membantu ekonomi orang tua. Dengan demikian “masa bermain” sebagai anak telah terampas oleh keadaan yang memaksa mereka melupakan norma dan nilai susila untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai upaya bertahan hidup (survive). Mereka sangat rentan untuk terjerumus pada tindak kriminal, bahkan menjadi incaran empuk bagi calo-calo traficking yang semakin marak ditengah-tengah menjamurnya penduduk miskin.
Peran Penilik PNF (yang tentunya bekerja sama dengan para tokoh masyarakat setempat termasuk tutor dan pamong belajar ) sangatlah penting sekali untuk menyadarkan mereka akan pengaruh “Lingkungan” yang bisa menjerumuskannya, sehingga akan memperburam masa depan mereka yang senyatanya sudah buram. Sukur-sukur Penilik punya waktu untuk menyampaikan muatan lokal berupa keterampilan berusaha yang bermanfaat sebagai mata pencaharian, yang dapat diusahakan secara kelompok atau individual melalui pendekatan fun learning. Untuk itulah kegiatan pembelajaran kepada “masyarakat” melalui pendidikan nonformal haruslah dikemas sedemikian rupa yang bisa menggairahkan, perlu pula menggunakan berbagai metode yang kreatif agar mereka merasa ‘enjoyful learning’ yang bisa melesatkan kemampuan pikir mereka agar cepat menyadari akan kekurangannya untuk kemudia bersedia diajak berubah melalui program pendidikan luar sekolah yang “menggembirakan” , tidak sekedar bergelut dalam tataran teori semata sehingga program bentukan para penilik bisa lestari dan berkesinambungan. Mudah-mudahan dengan lahirnya aturan baru tentang jabatan fungsional penilik dan angka kreditnya sekaligus perubahan Batas Usia Pensiun 60 tahun, akan diikuti dengan peningkatan kualitas kinerja penilik yang mengarah kepada profesionalisme yang bermartabat sebagai sebuah profesi yang “mewartakan” pendidikan nonformal agar nantinya semakin menjadi tolehan berbagai pihak. Dalam permenpan dan RB nomor 15 disebutkan bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Sedangkan satan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, PKBM dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis. Semua yang disebutkan diatas merupakan ‘wilayah kerja’ yang harus dikuasai dengan baik agar menghasilkan keluaran yang baik pula.* [staf bppnfi-reg4 surabaya].
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar