Pendidikan Luar Sekolah atau yang kita kenal dengan Pendidikan nonfornal (PNF) yang diketahui oleh Pamong Belajar, mahasiswa adalah mengajar di SKB, PKBM, Pemberantasan Buta Aksara, Pelatihan, mengajar kursus, pengelola Paud, dan bersifat pada instansi dan melembaga. Namun apakah kompetensi itu sudah terdapat pada PB, mahasiswa tersebut ?, Ataukah hanya sebatas teori semata yang Cuma tertulis di sebuah buku dan menjadi pajangan saja? Dan kita ketahui banyaknya PB, dan mahasiswa dari lulusan sarjana PLS sendiri tak tau arah tujuan kompetensinya sebagai penganyom masyarakat, dan tak jelas arah tujuannya dikarenakan kurangnya pengetahuan akan hal itu. Akankah kita selaku PB, masyarakat atau mahasiswa PLS terus- terusan tidak peduli dengan jurusan kita ini, atau kah kita kuliah cukup hanya untuk mendapat gelar SPd saja? Ironis sekali kalau hal itu terjadi, kompetensi dan daya pikir yang primitif bagi mahasiswa jika hanya mendapat gelar saja. Gelar SPd, sudahkah menjamin mendapat pekerjaan khususnya jurusan kita ini? Hendak kemana sasaran bagi lulusan sarjana PLS? Katanya jadi boss, pengelola PKBM, Tutor, PNS, Jadi pengawas sekolah, guru BP, penyuluh dan lain-lain. Apakah kita punya dana dan relasi yang cukup untuk itu ?.
Bagaimana menurut anda, apakah jurusan PLS ini sudah dikenal oleh masyarakat awam? Tidakkah sering kita temui kendala dan banyak pertanyaan dari orang awam apabila kita ditanya : Kuliah dimana dik? Jurusan apa? Dan semester berapa? Dan kita menjawab kuliah di UNIMED, jurusan PLS dan sekarang sudah semester 5. Dan kemudian Bapak itu menanyakan kembali : PLS ? apa itu? Dan kemana nantinya? Dengan ragu dan seperti kelihatan orang pintar kita menjawab : Nantinya pak kami yang mengajari Pendidikan Non Formal Pak, seperti Paket A, B dan C, dan jika ada penyuluhan dan pelatihan kamilah orangnya. Kita menjawab pertanyaan itu seolah tak ada beban yang melekat dihati. Seolah lepas saja, padahal kenyataan nantinya di lapangan orang yang seperti yang kita ucapkan tadi bukanlah berdasarkan jurusan kita (kita tak seperti guru formal, jurusan biologi mengajar biologi), namun dengan pengalaman dan latihan.
Kita lihat pada kenyataannya banyak yang bekerja di pendidikan non formal adalah lulusan- lulusan yang bukan jurusan dari PLS. Bagaimana ini terjadi itu karena kita sendiri mahasiswa tidak mau peduli akan jurusan dan sasaran kita sendiri. Kita asik beleha- leha dijejali teori tanpa praktik yang berarti tanpa ada motivasi kedepan untuk mendalami apa yang menjadi tujuan kita. Kita terus saja dijadikan objek proyek pendidikan oleh orang- orang yang tak bertanggung jawab. Pernahkah anda berfikir begitu banyaknya alokasi dana pemerintah untuk biaya pendidikan khususnya pendidikan non formal. Dan juga bantuan luar negeri yang berpartisipasi untuk memajukan pendidikan di Indonesia khususnya bagi masyarakat yang tidak mampu.
Namun karena kita tidak tahu dan tak mau tahu maka dana itu dikelola oleh orang- orang yang tak berkompeten dalam hal itu, sehingga dana tersebut raup tanpa hasil dan hanya menjadi sumber kekayaan mereka. Kita dibuat hanya untuk proyek saja, ada tapi tidak ada dalam aplikasinya. Kita dipendam dan hanya dibungkam, dan berusaha untuk berdiri sendiri. Padahal jurusan kita dibentuk oleh pemerintah karena permintaan luar negeri yang tujuannya spesialis untuk mengajarkan orang- orang yang tidak mampu dan tak berkesempatan untuk sekolah. Kita berbeda dengan pendidikan formal, kita lebih bersifat manajemen dan bersifat independent yang tak terikat. Perbedaan pendidikan non formal dengan pendidikan formal sudah kita pelajari pada azas- azas pendidikan luar sekolah dan buku- buku diktat lainnya. Sudah saatnya kita lebih kritis dan lebih spesifik dalam hal ini, jangan hal ini terus berlarut dan hanya menjadi kerancuan dalam mengikuti perkuliahan. Kita harus tau apa makna PLS itu, apa yang menjadi kemampuan dan kompetensi yang diberikan dalam perkuliahan, dimana sasaran yang akan dituju, siapa saja yang dapat menjadi relasi dari pendidikan luar sekolah, bagaimana kedepannya jelas atau tidak, Mengapa kita memilih jurusan ini, Kapankah kita dapat pekerjaan (apakah setahun, dua tahun, ataukah sebelum tamat kuliah kita sudah mendapat pekerjaan), dan Apakah sekarang kita peduli dengan masa depan kita sendiri?
”Cobalah renung dalam hati semoga kita mendapat jawaban dan petunjuk untuk diri kita sendiri”
Pada awalnya Pendidikan Luar Sekolah(PLS) ada dalam bentuk indegenous yaitu tradisi dari masyarakat, agama dan kebiasaan. Kegiatannya berupa pelestarian budaya secara turun temurun. Kaitannya dengan masyarakat adalah prakarsa aktivitas masyarakat untuk pelaksanaan sebuah pembangunan, dan pendidikan Luar Sekolah itu muncul karena masih banyak jumlah anak usia sekolah yang tidak mendapatkan kesempatan untuk memasuki sekolah formal, banyak juga yang telah mendapatkan pengetahuan tapi masih membutuhkan pendidikan dan tambahan pengetahuan, karena pendidikan ini adalah pendidikan seumur hidup beda dengan pendidikan formal yang hanya sementara.
Konon, pada tahun 1946 PLS resmi ditangani oleh pemerintah dibawah jawatan pendidikan masyarakat, isinya mengenai pendidikan agama dan budi pekerti, pendidikan keterampilan dan pendidikan hidup mandiri. pada masa orde baru PLS mendapat perhatian yang cukup besar. istilah PLS dan pendidikan seumur hidup menjadi pembahasan yang luas, setelah itu dinyatakan bahwa pendidikan tidak terbatas hanya disekolah, masyarakat dan lingkungan akan tetapi berlangsung seumur hidup. setelah itu PLS di indonesia tidak hanya dilakukan oleh departemen PLS saja namun juga departemen lain dan juga lembaga-lembaga serta organisasi kemasyarakatan.
Adapun makna pendidikan luar sekolah adalah ; (1) perbaikan kondisi ekonomi dan kultural, (2) pengintegrasian masyarakat pedesaan kedalam kehidupan bangsa secara keseluruhan supaya masyarakat dapat memberikan kontribusi terhadap pendidikan nasional. Hal ini sesuai dengan tujuan PLS adalah ; (1) memberikan pelayana kepada masyarakat, (2) mendukung dan melengkapi pendidikan sekolah, dan (3) membina warga belajar agar memiliki pengetahuan,keterampilan dan sikap untuk mengembangkan diri, serta ( 4) sebagai suplemen, subtitute, complement, yang tidak dapat dipenuhi oleh pendidikan formal. Kemudian yang menjadi sararan PLS adalah ; (1) Masyarakat yang tidak punya keterampilan, (2). masyarakat yang tidak memiliki pendidikan, dan (3). masyarakat yang kurang terpenuhi kebutuhan pendidikannya.
Seperti diketahui bahwa satuan PLS itu terdiri dari ; (a). Kursus, yaitu satuan pendidikan luar sekolah yang terdiri atas sekumpulan warga masyarakat yang memberikan pengetahuan, keterampilan, dalam waktu yang relatif singkat dan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan di masyarakat. (b). Pelatihan, yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan sengaja, terorganisir, dan sistematis diluar sistem persekolahan untuk memberikan dan meningkatkan suatu pengetahuan, dan keterampilan tertentu kepada masyarakat yang relatif singkat dengan mengutamakan praktek dari pada teori. (c). Kelompok belajar, adalah upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana dengan belajar dalam sebuah kelompok untuk mencapai suatu kondisi yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sekarang. (d). Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), adalah tempat belajar yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap, hoby, dan bakat warga masyarakat. (e). Majelis taklim, majelis taklim adalah lembaga pendidikan yang dibentuk atas dasar pendekatan dari kebutuhan masyarakat yang kegiatannya lebih berorientasi pada keagamaan, khususnya agama islam. (f). satuan pendidikan yang sejenis, adalah pesantren, sanggar seni dan TPA. Sedangkan program-programnya meliputi ;(a). pendidikan kecakapan hidup, yaitu pendidikan yang memberi kecakapan personal, intelektual, sosial,dan vokasional untuk bekerja (b). pendidikan anak usia dini (PAUD), adalah pendidikan yang ditujukan pada anak usia dini (0-6 tahun) yang dilakukan dengan pemberian berbagai ransangan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak agar memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya.(c). pendidikan kepemudaan, adalah program pendidikan yang ditujukan khusus bagi pemuda untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa seperti : organisasi pemuda, pendidikan keolahragaan, dan pelatihan. (f). pendidikan pemberdayaan perempuan, adalah pendidikan yang ditujukan khusus bagi perempuan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan (pengarusutamaan gender). (g). pendidikan keaksaraan, adalah suatu jenis pendidikan yang dilakukan untuk membimbing dan membelajarkan pengetahuan mengenai keaksaraan bagi mereka yang buta aksara. (h). pendidikan keterampilan adalah pendidikan yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dengan penekanan pada penguasaan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja. (i). pendidikan kesetaraan, adalah program pendidikan luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA yang mencakup program paket A, B, C.
*Jusuf Mualo, Pamong Belajar Pada BPPNFI Regional IV Surabaya
Sumber : Mediksi Edisi 2 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar