Begitu banyak bahan belajar bertebaran di internet, link-link bagus yang canggih-canggih menggoda untuk dicoba, tapi dari sekian banyak sumber yang kita kumpulkan nyatanya hanya beberapa persen saja yang benar-benar bisa kita tekuni dalam waktu bersamaan. Ketika kita paksakan diri mempelajari semuanya atau menggunakan semuanya, muncul kebiasaan belajar yang tidak tuntas, dan otomatis juga tidak mendalam.
Ketika anak-anak dianggap cukup siap untuk menekuni bidang pelajaran yang mereka minati secara terstruktur, saya pikir itulah saat yang tepat bagi saya untuk menyusun prioritas jadwal. Tidak menggarap semua hal dalam rentang waktu bersamaan, tapi saya mendorong anak menuntaskan pelajaran-pelajaran yang dianggap utama sampai pelajaran itu menginternal dalam diri mereka. Saya melihat hasil yang jauh lebih baik saat menerapakan model tersebut daripada mencekoki anak-anak terlalu banyak topik tapi hanya sekilas-sekilas.
Fokus, menjadi target utama saya menerapkan gaya ini. Saya, dengan background pekerjaan yang berbasis rumah, yang sebagian besar porsi supervisi adalah diri sendiri merasakan pentingnya sikap tersebut. Pekerjaan saya memang fleksibel, namun fleksibilitas juga bisa menjebak kita menjadi tidak biasa berdisiplin. Hal itu tentu saja bisa menggandakan potensi gagal menjadi lebih besar dalam menghasilkan sesuatu secara maksimal.
Tidak ada kebiasaan baik tanpa latihan. Semakin anak-anak beranjak besar saya yakin kebiasaan-kebiasaan yang nanti mereka butuhkan harus dilatih sedari sekarang. Oleh karena itu, saya pun berusaha lebih keras untuk mendisiplinkan diri dalam proses belajar ini. Saya berharap anak-anak menangkap spirit yang saya rasakan dan mengadaptasikannya secara alami ke dalam diri mereka. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar