Mengalir. Mungkin agak tepat mewakili gambaran aktivitas belajar kami. Meskipun saya tak sepenuhnya setuju dengan kata 'mengalir' jika konotasinya tak tentu tujuan, namun mengalir dengan membawa visi, jelas itu sangat menyenangkan.

Alhamdulillah, perlahan-lahan, meski awalnya tak terlalu tertarik, Azkia dan Luqman mulai mau belajar menyulam. Nenek mereka yang sedang bersama kami menjadi sumber belajar yang penuh kasih sayang. Usai nenek mengajar anak-anak anggota perpustakaan yang juga antusias belajar menyulam, anak-anak kami mengambil sisa waktu setelahnya di saat senggang.
Keterampilan klasik lainnya secara bertahap mudah-mudahan bisa juga mereka pelajari. Selain menjadi terapi kesabaran dan ketelitian, keterampilan klasik menurut saya bisa melembutkan jiwa, membuat anak-anak lebih terlatih mengontrol dirinya. Karena itulah, saya tak hanya menstimulus anak perempuan saya untuk mempelajari keterampilan ini, tapi juga anak laki-laki saya. Toh dia tetap tak kehilangan identitas gender-nya dengan melakukan kegiatan ini. Ia tetap bersepeda, memanjat, main bola. Keterampilan dipilah-pilah berdasarkan gender sudah bukan zamannya lagi.
Mudah-mudahan semua usaha ini tak sia-sia. Dan kita semua tahu, pendidikan bukanlah pekerjaan yang setahun atau dua tahun bisa diperoleh hasilnya. Pendidikan adalah proses panjang. Semoga saya tetap konsisten. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar