Jumat, 24 Juni 2011

Guru Bahasa Inggris Kita

Dengan terbatabata AB. Haryanto Ketua MGMP Bahasa Inggris SMP Bandar Lampung memohon kepada Pemerintah untuk merubah sistem rekrutmen Guru BahasaInggris agar sang guru dapat bekerja lebih profesional (Lampost Sabtu 25 Juni 20110. Dari sana saja kita mafhum berarti di mata AB. Haryanto kurang profesional. AB. haryanto membandingkan antara guru bahasa Inggris di sekolah formal dengan guru Bahasa Inggris di kursus kursus bahasa Inggris yang diselenggarakan swasta. Guru pada kursus Bahasa Inggris jauh lebih profesiona.
Kepada Bpk. AB. haryanto Selaku Ketua MGMP yang kita yakin sebetulnya telah banyak berbuat untuk meningkatkan kompetensi para guru Bahasa Inggris, tetapi kita tetap berharap agar selaku Ketua MGMP tidak memiliki rasa lelah apalagi putus asa untuk meningkatkan kualitas kawan kawannya yang telah mempercayainya selaku komandan sesama mereka sendiri.
Ditinjau dari sudut tertentu maka tidak ada alasan untuk tidak menemukan cara
atau sesuatu yang sangat mungkin dilakukan oleh MGMP dalam mendongkrak berbagai ketertinggalan sehingga mampu menyamai dan bahkan melebihi profesionalisme yang kini telah dicapai oleh guru pada lembaga kursus Bahasa Inggris dan Bahasa asing lainnya, hal ini dapat kita pastikan mengingat telah diketemukannya berbagai teknologi pendidikan pembelajaran bahasa asing yang ditawarkan oleh banyak pihak, ditambah lagi dengan sarana prasarana pembelajaran dalam proses menuju pembelajaran berbasis IT.
Diantara sekian banyak mata pelajaran, maka pelajaran bahasa Inggris adalah yang paling siap, karena materi dan bahan ajar serta didukung oleh pustakamaya yang semakin memadai. Dan kelengkapan ini belum diketemukan selengkap itu pada mata pelajaran lain. Mata pelajaran bahasa Inggris dapat dijadikan contoh dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis IT. Artinya mata pelajaran bahasa Inggris sangat berpeluang untuk menjadi contoh pelajaran yang paling berhasil.

namun tentu saja keluhan AB. Haryanto selaku ketua MGMP patut kita renungkan bersama, karena tentu saja dibelakangnya ada sejumlah guru yang mengamininya. Yeyapi ijinkanlah saya sedikit bercerita, barangkali ada manfaatnya bagi kita semua.
Pada sebuah kabupaten di Jawa, yang Bupatinya demikian memperhatikan pendidikan. Serta merta Beliau memanggil Kepala Dinas Pendidikan setelah Ia membaca bahwa banyak siswa di Kabupaten itu yang tidak lulus UN. Dari Kepala Dinas Iya mndengar keterangan bahwa siswa banyak gagal dalam mata pelajaran bahasa Inggris.

Lalu Bupati memerintahkan agar Kepala Dinas Menonaktifkan guru bahasa Inggris di sekolah sekolah yang siswanya mengalamai gagal UN Bahasa Inggris. Guru diharuskan duduk bersama siswa, sedangkan posisi guru pendidik digantikan oleh Guru kurusus Bahasa Inggris. Program ini rencananya akan dilaksanakan selama satu tahun.

Untung saja para guru bahasa Inggris menerima program Bupati ini dengan lapang dada, mereka tidak merasa tersiksa untuk duduk bersama siswanya untuk mengikuti proses belajar yang diampu oleh guru kursus itu. Alhasil baru tiga bulan berjalan, para guru bahasa Inggris menghadap kepala Dinas dan melaporkan bahwa mereka telah menemukan kelemahan kelemahan yang mereka lakukan selama ini.

Artinya, kita harus meyakini bahwa apa yang disampaikan oleh Bapak AB. Haryanto selaku ketua MGMP Bahasa Inggris SMP Bandar lampung itu tentu saja adalah benar adanya, tetapi untuk meningkatkan kompetensi para guru bahasa Inggris yang sudah ada tentu masih banyak jalan untuk memperbaikinya, dan tentu saja itu semua sejatinya mampu dilaksanakan sendiri oleh MGMP, asalkan MGMP difasilitasi oleh pemerintah untuk melaksanakan program programnya. Barangkali saja selama ini kawan kawan kita di MGMP Bahasa Inggris SMP Bandar Lampung kurang terfasilitasi secara maksimal. Semoga (fachruddin)

=============================================

Sabtu, 25 Juni 2011
PENDIDIKAN
Rekrut Guru lewat Jalur Khusus

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah diminta merekrut tenaga pendidik melalui jalur khusus. Tujuannya, agar tenaga pendidik berkualitas dan kompeten.

Demikian dikatakan Ketua Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Inggris Tingkat SMP Bandar Lampung A.B. Harianto kepada Lampung Post di sela-sela MGMP awal pekan ini.

"Harus diakui, kualitas guru Bahasa Inggris di sekolah dengan kualitas guru Bahasa Inggris di lembaga kursus lebih baik, mengapa? Salah satu penyebabnya karena mereka direkrut dengan cara yang lebih baik," kata Harianto.

Dia beralasan untuk menjadi guru Bahasa Inggris di lembaga kursus harus melewati tahapan seleksi yang sangat panjang sehingga hasilnya benar-benar teruji. Hal ini berbeda sekali dengan guru PNS.

"Mereka harus mengikuti rangkaian tes tertulis, psikotes, tes wawancara hingga tes praktek mengajar berbahasa Inggris. Sementara dalam tes calon pegawai negeri sipil tidaklah demikian," kata dia.

Ia mengatakan dalam perekrutan guru PNS selama ini, calon guru hanya dites dengan soal yang sama dengan calon PNS lainnya sehingga wajar jika calon tenaga pendidik yang diterima berkemampuan pas-pasan.

Sementara itu, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung Bujang Rahman memiliki pandangan sedikit berbeda. Menurut dia, kualitas guru harus dipersiapkan sejak masa pendidikan.

"Tantangan FKIP Unila saat ini adalah bagaimana menjaring calon mahasiswa yang benar-benar memiliki panggilan jiwa untuk menjadi pendidikan profesional," kata dia.

Bujang mengatakan FKIP saat ini menjadi salah satu fakultas primadona. Penyebabnya, penghasilan guru saat ini cukup menggiurkan.

"Oleh karena itu, ke depan perlu dipertimbangkan tes khusus untuk calon mahasiswa FKIP yang dapat mendeteksi secara dini minat, bakat dan motivasi memilih FKIP. Bukan hanya karena uang tapi juga karena kecintaan," kata dia.

Untuk itulah kata Bujang, ke depan kuota mahasiswa FKIP Unila akan dibatasi karena kesempatan guru terbatas dan tidak serta-merta lulusan FKIP dapat menjadi guru setelah diterapkannya pendidikan profesi guru (PPG).

Dia mengatakan tantangan kedua dunia birokrasi kita yang tidak sejalan dengan filosofi pendidikan itu sendiri, seperti terlalu berorientasi pada output tanpa menghiraukan kualitas proses (sebut saja UN selalu dituntut tingkat kelulusan tinggi).

Untuk mencapai hal tersebut, guru sering diintervensi

melakukan hal-hal yang tidak terpuji. Di samping itu, pembinaan guru yang tidak profesional karena SDM pembinanya sendiri kurang memahami fisolofi pendidikan lantaran tidak memiliki pengalaman di bidang itu. MG1/S-2

Selasa, 21 Juni 2011

PENDIDIKAN: 90% RSBI bakal Terlikuidasi

Utama Lampost : Senin, 20 Juni 2011


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Nasib 1.075 rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di Indonesia ditentukan tahun ini. Sedikit sekali RSBI yang lolos menjadi SBI dan yang gagal akan kembali menjadi sekolah biasa.

"Saya kira di bawah 10% yang bisa lolos menjadi SBI," ujar Idris H.M. Noor dari Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan Nasional saat berkunjung ke kantor redaksi Lampung Post, Minggu (19-6).

Berdasarkan data Balitbang Kemendiknas, inisiatif pengembangan RSBI dari tahun 2006 sampai 2010. Pada 2010 jumlah RSBI untuk masing-masing satuan pendidikan mencapai 1.075 sekolah: 195 SD, 213 SMP, 320 SMA, dan 247 SMK. "Balitbang sendiri sudah melakukan studi awal evaluasi RSBI di 18 provinsi di Indonesia. Hasil kajian, kami merekomendasikan agar RSBI dievaluasi dan pemberian izin RSBI baru dihentikan," kata dia.

Idris mengatakan pemerintah memberikan 5—7 tahun bagi RSBI untuk menjadi SBI. Namun, Balitbang merekomendasikan agar RSBI dievaluasi tahun ini. "Sekolah yang potensial diteruskan dan yang tidak layak dihentikan," ujarnya.

Idris mengaku prihatin dengan kemampuan guru-guru RSBI. Ia mencontohkan kemampuan bahasa Inggris pendidik dan tenaga kependidikan RSBI sebagian besar masih pada level novice (skor 10—250), yaitu sekitar 50%. Kemampuan bahasa Inggris kepala sekolah RSBI saja sebagian masih pada level novice (skor 10—250), yaitu sekitar 51%. "Padahal, menurut persyaratan, kepala sekolah SBI dituntut memiliki kemampuan bahasa Inggris aktif, minimal skor TOEFL-nya 450. Kepala sekolah yang memenuhi persyaratan baru mencapai 18,4%," kata Idris.

Dekan Fakultas Sastra Universitas Kristen Indonesia (UKI) Fajar S. Roekminto yang turut hadir dalam kunjungan itu mengatakan dari hasil evaluasi Balitbang sebaiknya RSBI dihentikan. (MG1/U-1)

Kerusakan Moral Bangsa, Kritis!

Buras Lampost : Selasa, 21 Juni 2011


H. Bambang Eka Wijaya


"MENCENGANGKAN! Begitulah hasil jajak pendapat Kompas di 12 kota yang dilakukan 17-18 Juni lalu. Atas pertanyaan apakah Anda pernah mencontek, menjiplak hasil karya orang lain, 52,6% mengaku pernah, dan 5,4% di luar itu mengaku sering/selalu!" (Kompas, 20-6) ujar Umar. "Artinya, 58% responden yang merepresentasikan warga semua lapisan sosial dan golongan itu mengaku dirinya cerminan dari kerusakan moral bangsa!"

"Dari masyarakat seperti itulah lahir birokrat, pejabat, penegak hukum, politisi, komisioner, dan sebagainya yang kerusakan moralnya sudah kritis!" timpal Amir. "Kejujuran tinggal dalam retorika alias omong kosong penghias bibir belaka, sedang perilakunya bertolak belakang!"

"Kesimpulanmu itu didukung data Kompas, 158 kepala daerah (gubernur- bupati, wali kota) 2004-2011 terjerat kasus korupsi, sebagian telah divonis bersalah!" tegas Umar. "Lalu 42 anggota DPR kena kasus korupsi (2008-2011). Jika 2009 Mahkamah Agung menjatuhkan sanksi pada 78 hakim, 2010 justru meningkat jadi 107 hakim! Pada 2010 di kejaksaan 288 orang kena saksi, 192 di antaranya jaksa! Di kepolisian, pada 2010 sebanyak 294 polisi dipecat, 18 perwira dan 272 bintara! Tamtamanya malah cuma 4 orang—cerminan kerusakan moral merebak di tingkat menengah dan atas!"

"Kerusakan moral yang melanda masyarakat menengah dan atas, terutama kalangan pengelola negara dan aparat penegak hukum itu, jelas amat mencemaskan karena bisa mengakibatkan negara runtuh!" tukas Amir. "Cuma, bagaimana harus memperbaikinya, karena yang rusak moralnya itu justru pilar-pilar utama penyangga berdirinya bangunan negara-bangsa ini?"

"Seperti bangunan kuno yang pilar-pilarnya lapuk atau keropos harus diganti, penggantiannya lazim dilakukan dengan restorasi!" timpal Umar. "Dalam restorasi, seperti pada Candi Borobudur, selain mengganti unsur yang rusak, tugas terpentingnya mengembalikan bangunan ke bentuk aslinya! Untuk restorasi dari kerusakan negara dalam sistem neoliberalisme kini, tentu mengembalikan negara ke cita-cita asli yang tercantum di Pembukaan UUD 1945, mengimplementasikan Pancasila dengan mewujudkan kesejahteraan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia!"

"Itu uraian kromo inggil-nya!" tegas Amir. "Bahasa praksisnya, rakyat harus mengganti seluruh unsur pemimpin negara ini secara demokratis melalui pemilu! Rakyat dengan derita yang berkelanjutan, amat menyadari hal itu! Tugas media massa terus memperkuat kesadaran rakyat itu hingga benar-benar mengaktual dalam pemilu mendatang!" ***

Senin, 20 Juni 2011

Hidupkan Kembali Kantin Kejujuran Itu


Sekolah sekolah pernah marak membuka kantin kejujuran dengan mengacu kepada kantin kejujuran yang diselenggarakan oleh pihak Kejaksaan. Kantin kejujuran di Kejaksaan kabarnya sudah duluan tutup, konon kabarnya selalu merugi, lantaran tidak balance antara barang yang laku dengan harga yang tertera, ditenggarai banyak pembeli yang lupa bayar, atau membayar dengan jumlah uang kurang.
Tetapi pihak Kejaksaan sendiri belum sempat mengevaluasi siapa sih sebenanya yang banyak mengunjungi kantin yang tidak ditunggui itu. Pihak kejaksaan secara berseloroh, katanya kantin itu lebih banyak dikunjungi para wartawan. Dan ketika pjhak kejaksaan berbicara seperti para wartawanpun gelak gelak tertawa, tetapi tentu saja para pemirsa TV yang menyiarkan berita itu tidak tahu apa arti tawa itu.

Kantin kejujuran disekolahpun demikian adanya. Kita menyesalkan kantin kejujuran di sekolah buru buru tutup, tampa banyak publikasi. Semestinya biar saja tetap berjalan walaupun rugi selalu melanda. Anak anak kita tentu saja masih belum siap berurusan dengan kantin yang tak berpelayan itu. Mereka masih butuh bimbingan bagaimana cara berurusan dengan kantin kejujuran. Ajarkan kepada anak anak bahwa keberlangsungan kantin kejujuran itu akan sangat tergantung kepada iapapun yang terbiasa menggunakan jasa kantin itu.

Oleh karena anak anak harus diajarkan untuk pandai mewasiti dirinya sendiri. Sudahkan dia berpartisi dalam memelihara keberlangsungan kantin. Pada tahap tahap awal tidaklah perlu dia menjadi penyelidik siapa yang berbuat curang dikantin, tanamkan terlebih dahulu agar masing masing bisa menjaga agar dirinya tidak melakukan kecurangan terlebih dahulu.

laksanakan ajarah sebuah hadits secara terbalik. Bila di matan hadits disebutkan agar manakala melihat kemungkaran maka cegahlah dengan tangan, bila tidak sanggup baru dengan lisan dan kalaupun masih tidak sanggup maka cegahlah dengan hati, tetapi itu adalah serendah rendahnya iman.

========== masih dalam proses penyelesaian

Kantin Kejujuran pun Berguguran!

Buras Lampost : Senin, 20 Juni 2011


H. Bambang Eka Wijaya

"KANTIN Kejujuran yang dicanangkan Kejaksaan Agung 2007 di lingkungan kantor kejaksaan se-Tanah Air, yang kemudian dibuat di sekolah-sekolah, belakangan ini mayoritas berguguran!" ujar Umar. "Bahkan di Kejaksaan Agung sendiri, ruang Kantin Kejujuran sudah kosong, tinggal papan nama!" (MI, 19-6)

"Meski bisa disebut mayoritas gagal, tetap harus dipastikan ada juga Kantin Kejujuran yang masih hidup!" timpal Amir. "Kantin Kejujuran gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Jakarta, dan SDN 01 Kampungdalem, Tulungagung, Jawa Timur, masih aktif! Menurut Koran Anak Indonesia (http://bocah.org), di Hari Antikorupsi Sedunia 9 Desember 2008, Pemkab Tulungagung membantu 11 sekolah (SMA-SMP-SD) masing-masing Rp1 juta untuk membuka Kantin Kejujuran. Kecuali SDN 01 Kampungdalem, sekolah lainnya gagal!"

"Sayang, ide baik untuk membina moral bangsa secepat itu rontok!" tegas Umar. "Menurutmu apakah moral warga yang memang sudah rusak? Sehingga, tamu yang mengambil dan menghitung sendiri makanan dan minuman itu tak membayar sesuai nilai belanjanya? Atau, konsep Kantin Kejujuran ada yang kurang, dalam managemen maupun pengondisian bagi para tamunya?"

"Ketiga dimensi itu—moral warga, manajemen kantin, dan pengkondisian psikologis para tamu—cenderung masih kurang dalam operasi Kantin Kejujuran!" jawab Amir. "Moral dan pengondisian tamu berkaitan! Moral warga (yang diharapkan jujur) dilepas dengan hidangan bebas tanpa pengondisian yang efektif agar setiap yang berbelanja mengaktualkan kejujurannya!"

"Pengondisian seperti apa, hingga para tamu jadi jujur membayar makanan dan minuman sesuai yang dilahapnya?" kejar Umar.

"Misalnya rekaman ucapan selamat datang yang berbunyi saat tamu masuk, lalu mengingatkan kalau makanan yang diambil tak dibayar kelak harus dibayar atau dikembalikan di Padang Mahsyar dengan mencari pemilik mustahaknya sampai jumpa di antara ribuan miliar orang! Stiker 'peringatan' serupa dipajang di tempat yang mudah terbaca!"

"Mengerikan amat pengondisiannya!" entak Umar.

"Itu sekalian menunjukkan betapa pentingnya arti kejujuran!" tegas Amir. "Sanksi buat yang tak jujur bukan sembarangan! Tapi, itu saja juga tak cukup! Dukungan manajemen mempermudah orang untuk berbuat jujur jauh lebih penting! Seperti tersedia cukup uang kembalian! Tepatnya, Kantin Kejujuran bukan menguji kejujuran orang, tapi memandu dan memantapkan kejujuran!" ***

Minggu, 19 Juni 2011

Kejujuran UN dan US ada Di Tangan Para Kepala Sekolah


Masa depan bangsa kita tergantung kepada keberhasilan kita melaksanakan pendidikan yang berkarakter. Tetapi para penguasa selalu memberikan tekanan kepada pihak sekolah untuk mencapai kelulusan maksimal (100%). hal ini akan mendorong para kepala sekolah beserta guru untuk berbuat culas demi mencapai kelulusan maksimal itu. Demikian juga sekolah swasta kelulusan 100% akan dijadikan bahan promosi seolah penyelenggaraan pendidikan disekolahnya telah dilaksanakan dengan benar.

Tidakkah kita bisa menahan diri, untuk tidak melakukan keculasan dalam UN dan US. Saya berharap ada Kepala Sekolah yang berani berbicara lantang kepada guru gurunya untuk tidak melakukan keculasan dalam UN/US. Biarkanm ada beberapa anak anak kita tidak lulus, bila itu memang batas kemampuannya, untuk kita perbaiki. Atau kita antisipasi kekurangan para siswa kita dengan melakukan remidi secara serius, panggil orang tua siswa untuk merancang remidi, saya yakin para orang tua siswa tidak keberatan mengeluarkan sejumlah dana untuk membiayainya secara bergotong royong. Tidak apalah keluar sedikit dana, demi untuk mempertahankan kejujuran. Mari kita simak tulisan seorang bloger di bawah ini.

Setiap kali membaca berita tentang kasus nyontek massal SDN Gadel Surabaya ini selalu membuat saya geleng-geleng kepala. Bukannya skeptis, tapi jika keadaan demikian terus berlangsung dan menjadi usaha alternatif untuk meloloskan siswanya, maka 10 tahun kedepan yang notabene jamannya anak saya, tidak akan lebih baik dari sekarang ini.

Dari tahun ke tahun kasus-kasus seperti ini selalu terjadi. Tidak hanya para siswa, gurupun dibuat "parno" tentang kelulusan nasional ini. Jika pada tahun lalu, beberapa guru dan kepala sekolah terpaksa digelandang ke kantor polisi karena membocorkan soal ujian, maka pada tahun ini eskalasinya sampai ke tingkat sekolah dasar. Tidak tanggung-tanggung, nyontek massal ini dilakukan secara sistematik, bahkan harus pake gladi resik segala agar pada pelaksanaannya bisa berjalan mulus.

Anda sudah bisa membayangkan sudah betapa bejatnya cara-cara yang dilakukan yang seharusnya tidak perlu terjadi jika sistem yang telah dibuat bisa diikuti dan dijalankan dengan baik.

Kembali ke kasus nyontek massal di SDN 2 Gadel Surabaya. Kepedulian Ibu Siami, salah satu orang tua murid atas kenyataan ini justru harus di bayar mahal. Ia tidak hanya dibenci dan dicerca oleh para pendidik di sekolah tersebut, bahkan ia bisa terusir dari rumahnya sendiri karena masyarakat yang notabene orang tua murid seperti dia tidak suka atas kejujurannya melapor kegiatan nyontek massal ini.

Setali tiga uang dengan pemerintah yang dalam hal ini Kemendiknas, dalam beberapa kesempatan Mendiknas Muhammad Nuh juga hanya mengomentari secara proporsional sebatas laporan Ibu Siami dan tindakan masyarakat kepada Ibu Siami atas laporan tersebut. Sama sekali tidak menyinggung inti permasalahan sebenarnya, mengapa sampai terjadi nyontek massal.

"Bisa jadi benar ada yang curang. Tapi, karena kejadian (pelaporan) ini, yang benar jadi terbawa juga. Psikologis ini perlu dipahami juga. Itu karena persoalan ini sudah enggak jernih, sudah out of context," ujar Nuh [Kompas.com]

Jika kita terus lari dari inti masalah yang sebenarnya, maka tidak menutup kemungkinan, tahun lalu beberapa orang guru dan kepala sekolah masuk penjara karena membocorkan soal, sekarang nyontek massal, berarti tahun depan ada kemungkinan juga guru membacakan jawaban di depan kelas. Jika ada yang melapor digebukin...

Demikian komentar seorang bloger kenamaan. Biasanya akhir akhirnya nanti Pemerintah bertindak cukup kompromistis, Kepala Sekolah dan atau guru yang terlibat hanya dimutasi. Tetapi terlepas dari apa tindakan Pemerintah, maka pristiwa ini hendaknya menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama Kepala Sekolah dan Guru agar mampu menahan diri untuk tidak melakukan kecurangan sekecil apapun dalam rangka UN dan US ini, sadarlah bahwa kemajuan bangsa kita ini akan terletak pada keberhasilan kita menyelenggarakan pendidikan secara benar. Bila kita gagal maka hancurlah bangsa ini.

Selasa, 14 Juni 2011

WISUDA: Unila Sudah Mencetak 71.846 Sarjana

Pendidikan Lampost : Rabu, 15 Juni 2011




BANDAR LAMPUNG (Lampost): Universitas Lampung (Unila) kembali mewisuda 977 mahasiswanya, Selasa (14-6). Sejak berdiri pada 1965, perguruan tinggi negeri ini telah melahirkan 71.846 sarjana.

Rektor Universitas Lampung Sugeng P. Harianto dalam sambutannya di hadapan para tamu dan undangan menjelaskan 977 wisudawan periode ke empat tahun ajaran 2010—2011 itu dari berbagai jenjang kuliah, fakultas, dan program studi berbeda.

"Sebanyak 121 orang lulusan magister, 17 lulusan profesi, 729 lulusan program sarjana reguler, 111 orang ahli madya, 1 orang ahli muda, baik yang diselenggarakan secara reguler dan nonreguler," kata Rektor.

Ia mengatakan Unila meluluskan mahasiswanya empat kali dalam setahun, yaitu September, Desember, Maret, dan Juni. Bulan ini merupakan periode pertama tahun ajaran 2010—2011. Biasanya, pada periode pertama, September dan periode kedua Desember, wisudawan Unila mencapai ribuan orang. Sedangkan di bulan Maret dan Juni jumlahnya tak mencapai angka ribuan. Karena kelulusan dari program Diploma itu paling banyak pada periode pertama dan kedua.

"Selain itu, kami juga telah memilih wisudawan terbaik dari berbagai jenjang program studi dan fakultas yang ada. Dari terbaik untuk tingkat fakultas maupun universitas. Mereka merupakan hasil seleksi panitia wisuda tingkat fakultas dan panitia seleksi tingkat universitas," kata Sugeng.

Sugeng mengatakan wisudawan terbaik dinilai berdasarkan berkas yang mereka kumpulkan. Untuk penilaian akan dilihat dari beberapa fraktor. Penilaian berdasarkan IPK menyumbang 50% dari bobot penilaian, masa studi menyumbang 25%, sisanya 25% dari aktivitas kemahasiswaan. Bobot 25% untuk kegiatan kemahasiswaan menunjukkan Unila sangat mengapresiasi mahasiswanya yang memiliki pengalaman berorganisasi.

Rektor mengatakan sepanjang bulan Juni hingga Juli nanti Universitas Lampung melakukan penerimaan mahasiswa baru, baik dari jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri jalur undangan maupun tulis; penerimaan bibit unggul daerah, ujian masuk lokal hingga program perluasan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.

"Berdasarkan jumlah peminat dapat kami katakan setiap tahun peminat Universitas Lampung terus bertambah. Hal ini tentunya akan meningkatkan persaingan antarpeserta yang bermanfaat bagi meningkatnya input yang kami miliki," kata dia. (MG1/S-1)

Peremajaan Guru RSBI, Terlambat Tetapi lebih Baik Daripada Tidak Sama Sekali


Lampost Edisi Selasa 14 Juni 2011 memberitakan bahwa Dinas pendidikan Kota Bandar lampung berniat meremajakan Guru RSBI, guru yang sepuh dan kurang produktif akan dipindahtugaskan dan akan digantikan guru yang lebih muda tentunya. Langkah ini sebenarnya sudah sangat terlambat, namun demikian akan lebih baik dibanding tidak sama sekali. mengapa ?
Seyogyanya ini dilakukan sejak tahun pertama sekolah yang bersangkutan ditunjuk sebagai sekolah penyelenggara Rintisan Sekolah berbasis Internasional (RSBI. Apalagi waktu yang diberikan kepada sekolah sangat singkat, yaitu 5 tahun bagi sekolah untuk menata ketercapaian Tujuh Standar Pendidikan Nasional yang dipersaratkan bagi sekolah penyelenggara RSBI.

Semestinya masalah kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan itu sudah tuntas di tahun ketiga dari lima tahun yang disediakan. Karena tahun keempat RSBI harus sudah melaksanakan pembelajaran berbasis IT, dan tahun kelima sudah memperkuat keunggulan lokal dan membina hubungan dengan sekolah di negara negara yang tergabung dalam Organization Economics Corporation Development, seperti dikehendaki definisi SBI yang berbunyi : SBI adalah sekolah yang telah mencapai standar pendidikan nasional plus mengacu kepada sekolah sekolah yang tergabung dalam OECD. Tahun kelima dilaksanakan evaluasi akhir kelayakan apakah RSBI dapat ditingkatkan menjadi SBI.

Kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kunci pelaksanaan pembelajaran berbasis IT. Apalagi dalam pembelajaran berbasis IT itu bukan henye ketersediaan peralatan elektronik yang harus dioperasionalkan para guru semata, tetapi yang paling sulit adalah penyediaan program pembelajaran. Selama ini yang sudah siap nampaknya baru bahan pembelajaran bahasa Inggris, karena bahannya dapat menjiplak program dari luar. Tetapi bahan bahan yang lain harus dipersiapkan. Bagaimana mungkin Guru yang Gatek (gagap teknologi) akan mampu menyediakan itu semua.

Dengan peralatan IT dalam pembelajaran, siswa dapat mengajukan berbagai pertanyaan kapan saja dan dapat terlayani pada saat itu juga. Artinya kita harus memiliki "pustaka maya" sehingga siswa dapat melakukan e-learning, kapan saja dan dalam masalah apa saja. Sebenarnya SMK sudah lama online, dan SMA sudah memiliki "Pusat Sumber Belajar" (PSB), dan sekolah sekolah pada umumnya telah memiliki web resmi, tetapi pengelolaannya jauh dari maksimal. Dan menyedihkan sekali jika ternyata ruang PSB justeru digunakan untuk kegiatan lain, seperti ruang rapat, sekretariat kepanitiaan dan lain sebagainya.

Semestinya para guru diarahkan untuk mengelola blog, blog dibuat ling ke web Sekolah. melalui blog itu para guru dapat melayani kebutuhan siswa dalam belajar, siswa dapat mengunjungi blog guru mata pelajaran setiap saat, dan dapat berkomunikasi melalui blog itu. Komunikasi ini juga dapat dilakukan melalui facebook atau twitter, dan sekaligus ini juga sebagai alat kontrol, sehingga dalam berfacebook dan Twitter para siswa dapat terarah.

Dinas Pendidikan Provinsi Lampung sebenarnya memiliki BPPTP yang memberikan layanan pendidikan secara elektronik. Tetapi bagaimana agar para siswa dapat memanfaatkan layanan ini, serta bagaimana pihak BPPTP memberikan layanan sesuai dengan kebutuhan para siswa, sebenarnya kuncinya terletak pada para guru sekalian. Guru dapat meminta laynanan tertentu kepada pihak BPPTP Dinas Pendidikan Provinsi lampung. Kebutuhan sekolah dan siswa dalam mata pelajaran sebenarnya mampu dicarikan oleh pihak BPPTP. Tetapi tampa ada komunikasi dari para guru baik dengan pihak BPPTP maupun dengan para siswa atau sesama guru, maka sajian BPPTP tak akan dirasakan kemanfaatannya oleh siswa pada khususnya dan pendidikan pada umumnya.

Tim evaluasi hendaknya bukan hanya mengevaluasi kompetensi para guru semata. Tetapi juga harus mengevaluasi tingkat ketercapaian standar pendidikan nasional meliputi standar isi, proses, kelulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan, pengelolaan dan standar evaluasi. karena masih banyak persoalan yang dihadapi oleh sekolah RSBI. Harus terdeteksi secara akurat telah berapa persen ketercapainnya, karena sarat untuk SBI ketercapaian minimal adalah 90%.

Bila tuingkat ketercapaian masih rendah, maka tidak mungkin sekolah akan memiliki keunggulan lokal, dan tampa keunggulan lokal mustahil rasanya sekolah bersangkutan akan memiliki kemampuan untuk bekerjasama atau mengacu sekolah sekolah yang pada negara yang tergabung dalam OECD atau negara negara maju lainnya, karena kerjasama itu dilaksakan justeru dalam rangka mengembangkan keunggulan yang telah dimiliki.

Kepada Tim saya ucapkan selamat bekerja. (Fachruddin)

XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX

Selasa, 14 Juni 2011

EVALUASI KINERJA: Disdik Remajakan Semua Guru RSBI

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dinas Pendidikan (Disdik) Bandar Lampung meremajakan guru rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Mereka yang kinerjanya baik dipertahankan, sebaliknya yang biasa-biasa saja dialihkan ke sekolah biasa juga.

"Saat ini kami sudah membentuk tim evaluasi khusus untuk guru-guru RSBI. Dalam waktu dekat mereka bekerja dan kemudian melaporkan hasilnya," kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung Sukarma Wijaya di ruang kerjanya, Senin (13-6).

"Data hasil evaluasi ini akan kami komparasikan dengan data guru-guru dengan kinerja baik di sekolah non-RSBI yang ada," ujar Sukarma.

Menurut dia, evaluasi ini dilakukan sesuai dengan prosedur kinerja pegawai negeri sipil. Hasilnya diserahkan ke Wali Kota Bandar Lampung Herman H.N. untuk ditindaklanjuti.

Peremajaan juga ditujukan untuk guru RSBI yang telah berada di usia tidak produktif. Mereka digantikan dengan yang masih produktif. Mengenai kendala guru RSBI yang melanjutkan studi ke luar Lampung, Sukarma mengatakan belum bisa memutuskan karena kebijakan tersebut membutuhkan kajian mendalam.

Untuk menugasbelajarkan guru RSBI keluar daerah, hingga saat ini masih terkendala pendanaan karena dalam tugas belajar segala biaya hidup dan kebutuhan akademiknya harus dibiayai pemerintah daerah.

Untuk itu, Sukarma menegaskan pihaknya lebih memilih mengoptimalkan potensi guru yang ada untuk mendukung suksesnya program RSBI menjadi SBI. (MG1/S-1)

Wisuda Sarjana Universitas Lampung (UNILA) Selasa 14 Juni 2011




Bersama cayang Vania


Acarapun selesai sudah



Berfotoria Sebelum Acara Wisuda


Sebelum menuju kampus


Uncu Sriwaty, dengan baju kebesaran


Acara Berjalan Lancar


Suasana di dalam GSG


Gedung GSG Lokasi Wisuda


Gedung Rektorat


Taman Kampus Unila

Senin, 13 Juni 2011

UN dan Stigmatisasi Guru

Pendidikan Lampost : Sabtu, 11 Juni 2011


HANIFAH
Guru SMAN 14 Bandar Lampung

Telah banyak tulisan di media mengenai problem, dilema dan fenomena seputar UN. Dari sekian banyak tulisan umumnya menyoroti adanya dugaan kecurangan yang dilakukan sekolah, terutama guru. Hal ini, menurut penulis, merupakan tindakan diskriminatif, tidak adil, atau meminjam bahasa media pembunuhan karakter bagi guru.

Banyak kalangan beranggapan gurulah yang memiliki peluang paling besar melakukan kecurangan atau membocorkan soal karena guru yang mengawasi siswa di kelas selama berlangsungnya ujian. Kesimpulan ini sangat absurd dan didasari analisis yang dangkal serta ketidaktahuan tentang situasi sebenarnya di lapangan.

Coba kita buka kembali informasi mengenai situasi selama berlangsungnya UN tahun 2008, tahun 2009, dan tahun 2010. Pemberitaan media saat itu diwarnai adanya kebocoran soal UN. Hal itu terindikasi dari beredarnya kunci jawaban melalui SMS di kalangan siswa peserta ujian, bahkan ada yang salah sasaran ke ponsel ibu rumah tangga dan mahasiswa. Yang perlu dicermati, SMS berisi kunci jawaban menyebar sehari sebelum UN dilaksanakan (atau pada malam hari sebelum mata pelajaran yang bersangkutan diujikan).

Berdasar fakta di atas bisa dipastikan pelaku pembocoran soal dan kunci jawaban bukanlah guru pengawas ujian. Karena guru pengawas baru dapat bersentuhan dengan soal ujian ketika harus membagikan soal pada peserta saat ujian dimulai. Selanjutnya jika ada sisa soal akan langsung ditarik pengawas independen/pengawas dari perguruan tinggi yang ditunjuk, sehingga guru pengawas tidak memiliki peluang untuk membaca soal apalagi membuat kunci jawaban. Sedangkan pada UN tahun 2011, jumlah soal sesuai dengan jumlah peserta. Kalaupun ada soal cadangan tersegel rapi, tidak boleh dibuka.

Pembocoran soal bisa saja terjadi pada berbagai tahapan mengingat panjangnya perjalanan naskah soal dari saat perumusan hingga sampai ke tangan siswa pada saat ujian berlangsung. Pelaku pembocoranpun bisa saja berasal dari berbagai kalangan yang terkait dalam penyelenggaraan UN. Hal itu dilakukan dengan berbagai motivasi, antara lain disebabkan adanya kekhawatiran akan dampak psikologis bagi siswa yang tidak lulus sampai dengan motif ekonomi, di mana oknum tertentu memanfaatkan kepanikan siswa, orang tua, dan masyarakat pendidikan, untuk mendapatkan keuntungan dengan menjual kunci jawaban.

Memang tidak tertutup kemungkinan jika ada oknum guru di antara orang-orang yang memanfaatkan kepanikan dan kekhawatiran masyarakat/siswa dalam menghadapi UN tersebut.

Jika siswa merasa bisa mendapatkan kunci jawaban ujian tanpa harus belajar, mereka akan semakin sulit untuk diarahkan mengikuti kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Situasi belajar di sekolah menjadi tidak kondusif. Hal ini berarti akan menambah berat pekerjaan guru dalam memotivasi belajar siswa. Secara tidak langsung juga akan mengurangi kewibawaan guru di mata siswa.

Fenomena kebocoran soal dan kunci jawaban UN serta berbagai indikasi kecurangan sudah selayaknya menjadi dasar bagi pembuat kebijakan bidang pendidikan untuk merumuskan formula baru yang lebih valid, reliable, practicable, fair, berguna, dan berkeadilan. Jika kecurangan dan kekacauan UN terjadi hampir di semua jenjang pendidikan dan meliputi hampir seluruh wilayah pelaksana UN, dapat disimpulkan bahwa ada yang salah pada sistem yang diterapkan. Dan untuk memperbaiki segala kekacauan yang terjadi adalah dengan memperbaiki sistem tersebut.

Evaluasi merupakan bagian integral dari sistem pendidikan sehingga kegiatan evaluasi (UN) mutlak dibutuhkan.

Selain memiliki fungsi edukatif, evaluasi juga memiliki fungsi administratif. Evaluasi menyediakan data tentang kemajuan belajar siswa yang pada gilirannya berguna untuk memberikan sertifikasi (tanda kelulusan) untuk studi lebih lanjut. Evaluasi juga dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan guru dan sekolah dalam proses belajar-mengajar. Jadi UN bisa menjadi kontrol bagi guru dan sekolah untuk senantiasa meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah masing-masing. Jika UN ditiadakan, masyarakat akan dirugikan dengan adanya kemungkinan penurunan mutu pembelajaran di sekolah.

Problema lain yang dapat timbul dengan dihapusnya UN adalah kemungkinan tindak komersialisasi kelulusan siswa oleh sekolah. Bukankah guru juga manusia?

Sabtu, 11 Juni 2011

‘Output’ Pendidikan Tergantung Proses

Provil Lampost : Minggu, 12 Juni 2011

Drs. Hi. HARYANTO, M.Si.
Ketua Forum RSBI SMP Provinsi Lampung


Hasil UN siswa RSBI yang kalah dari siswa non-RSBI di Bandar Lampung menghadirkan polemik yang melebar. Bahkan, muncul pernyataan-pernyataan spontanitas yang mengarah kepada saling menyalahkan.

Kepala Dinas Pendidikan dengan lugas menyatakan guru yang mendidik di RSBI akan dimutasi karena dinilai gagal mengantar anak didiknya berprestasi di UN. Alasannya, input siswanya yang sudah anak-anak terbaik, fasilitasnya cukup, mengapa output-nya tidak memuaskan.

Lalu, pengamat dan pakar juga saling adu argumen. Ada simpul masalah yang harus dibenahi, yakni pendidikan para guru yang tidak S-2 dan pascasarjananya tidak dalam ilmu linier. Terakhir, mereka merekomendasikan agar guru-guru RSBI difasilitasi untuk sekolah lagi dengan jurusan yang linier.

Seolah sudah mendapatkan jalan tengah. Namun, seperti apa sesungguhnya yang terjadi pada RSBI? Berikut wawancara wartawan Lampung Post Sudarmono dan Sri Wahyuni dengan Ketua Forum RSBI SMP Provinsi Lampung Haryanto, yang juga kepala SMPN 1 Bandar Lampung, Sabtu (11-6).

Anda pasti mengikuti polemik di media massa soal hasil UN siswa RSBI yang jeblok dibanding siswa non-RSBI. Apa komentar Anda?

Ya, saya mendengar, saya membaca. Saya camkan, lalu saya mengambil kesimpulan bahwa cara pandang masing-masing pihak itu mengambil dari sisi yang berbeda. Tentu, sesuai dengan kapasitas dan kepentingannya.

Saya hanya ingin menyampaikan, tidak bijak kita menilai masalah hasil UN siswa RSBI dengan non-RSBI ini. Sebab, UN bukanlah alat ukur yang sempurna untuk menilik seluruh hasil pendidikan yang sangat kompleks itu. Saya setuju dengan evaluasi RSBI, tetapi untuk memberi sanksi atau melakukan perombakan pada suatu sistem yang sedang berjalan tidak semudah yang kita bayangkan.

Bagi saya, UN hanya satu dari alat evaluasi pendidikan. Dan kita semua tahu, UN kita ini belum sempurna. Ini bukan penilaian saya, lembaga sekredibel Puspendik pun melakukan penilain yang sama. Hasilnya, banyak sekali daerah atau sekolah yang mendapat predikat sekolah putih, sekolah abu-abu, dan sekolah hitam. Kita bayangkan, Yogya yang dikenal sebagai kota pelajar dan mendapat predikat daerah putih dari Puspendik pun menempati posisi di atas 20. Ini adalah cermin bagi kita.

Anda seperti mengenyampingkan UN?

Bahasanya bukan mengenyampingkan, melainkan tidak memakai UN sebagai tujuan akhir dari pendidikan. Sebab, yang saya tahu, UN itu hanya indikator keberhasilan aspek kognitif. Kalau dipersentasekan, itu ada 33,3%. Sebab, pendidikan yang akan mewarnai seorang anak ada dua lagi, yakni afektif dan psikomotorik.

Jadi, Anda tidak mempersiapkan siswa RSBI di SMPN 1 Bandar Lampung untuk menghadapi UN setiap tahun?

Saya selalu katakan kepada semua guru, termasuk guru yang mengajar di kelas IX, kelas yang segera menghadapi UN. Saya bilang, jangan berpikir kita belajar untuk menghadapi UN, tetapi kita belajar untuk menyerap ilmu pengetahuan. Itu saja.

Tetapi, kan pelajaran yang diajarkan toh materi yang diujikan untuk UN. Jadi, ya sama saja. Bedanya, kita tidak belajar tentang apa jawabannya tetapi mengapa jawabannya bisa seperti itu.

Sebagai contoh, jika tujuan dari suatu pelajaran adalah supaya di akhir pembelajaran siswa dapat mengoperasikan komputer, misalnya, yang harus dilakukan adalah praktek menjalankan komputer, bukan bisa menjawab pertanyaan siapa penemu komputer.

Baik. Pernyataan Anda ini mengarah kepada sekolah bukan sekadar ajang meraih angka tertinggi, tetapi siswa yang berpendidikan. Bisa contohkan hasil konkret dari sekolah yang Anda pimpin?

Nah, angka-angka hasil berbagai nilai itu memang indikator normatif yang paling mudah diukur. Sementara itu, untuk idealnya hasil pendidikan yang meliputi tiga hal tadi mesti dinilai secara komprehensif dan melibatkan banyak disiplin ilmu.

Saya tidak menyatakan bahwa SMPN 1 Bandar Lampung sudah berhasil secara ideal, tetapi silakan masyarakat menilainya. Indikator-indikator itu bisa dirasakan, tetapi jika disebutkan menjadi sangat relatif dan subjektif.

Tetapi, kalau Anda sempatkan, bolehlah memperhatikan peserta didik di sekolah ini setiap harinya. Disiplin siswa dan guru relatif sudah baik. Interaksi di sekolah juga sudah cukup kondusif. Anda bisa lihat jika waktu salat tiba, tidak perlu diperintah dan diatur dengan peraturan sekolah. Anak-anak yang muslim sudah punya kesadaran sendiri melaksanakan kewajibannya sebagai makhluk Allah untuk beribadah.

Yang lain, yang mungkin bisa lebih mudah menilainya adalah prestasi di berbagai bidang. Anda bisa lihat, jumlah piala yang terpajang di depan itu sudah berapa lemari. Piala itu bukan dibeli, melainkan diraih dengan prestasi. Yang menilai juga bukan kami, melainkan pihak-pihak lain. Sebab, mereka bukan menang di kandang sendiri.

Anda sudah merasa berhasil mengajak pendidikan ke track yang ideal?

Saya tidak mengatakan begitu, tetapi berusaha mengarahkan tujuan pendidikan ke rel yang sesungguhnya. Sebab, menurut saya, mendapatkan angka-angka yang tinggi tetapi tidak mendapat ilmu yang sesungguhnya adalah jalan yang pada saatnya nanti menjadi buntu dan tersesat. Istilahnya kecele.

Jadi, dengan polemik hasil UN RSBI dan non-RSBI, apa yang akan Anda lakukan?

Sebagai kepala RSBI SMPN 1 Bandar Lampung, saya ikuti setiap kebijakan yang diambil pemerintah. Evaluasi itu perlu, karena evaluasi adalah bagian terpenting dalam sistem pendidikan. Yang akan saya lakukan, tetap melaksanakan pembelajaran di sekolah yang mengacu kepada pendidikan paripurna, bukan sekadar mengejar nilai UN.

Jumat, 10 Juni 2011

Hasil UN SMP dan SMA tahun 2011 Tamparan Bagi RSBI di Prov.Lampung


Menurut sepengetahuan saya penunjukan sekolah untuk melaksanakan sekolah RSBI antara lain berdasarkan prestasi sekolah bersangkutan yang secara tradisi mencapai prestasi yang sangat mengembirakan. Itulah sebabnya menurunnya prestasi sekolah bersangkutan justeru setelah ditunjuk menjadi sekolah penyelenggara program RSBI. Ini merupakan tamparan bagi kita semua yang terlibat dalam pembinaan RSBI. Oleh karenanya maka hal ini janganlah dianggap spele.

baik sekolah yang bersangkutan maupun Instansi Pwmbina RSBI hendaknya bersegera menyikapi masalah ini, carilah akar permasalahannya, dan rumuskanlah segera langkah langkah yang harus ditempuh. Tidak ada salahnya bila kita melakukan analisis SWOT ulang, barangkali saja hasil analisis terdahulu mengalami kekeliruan, sehingga program yang ditempuh tidak akurat. yang jelas sekarang ini adalah bahwa prestasi RSBI justeru merosot.

Seyogyanya sekolah menyelenggarakan manajemen berbasis kinerja indikator kemajuan yang jelas dan SMART (special, measurable, attainable, rasional dan time bond) Kamajuan yang harus dicapai itu harus ditargetkan secara jelas dan tegas, umpamanya dari capaian nilai C menuju B, atau dari B menuju A. tentukanlah target itu yang sangat mungkin dicapai serta rasional, juga kapan waktunya. Oleh karenanya analisis atau evaluasi pembelajaran di kelas harus terus berjalan. Evaluasi itu harus dilaksanakan pada setiap proses pembelajaran, jangan mengandalkan nilai ulangan.
Masing masing mata pelajaran hendaknya memiliki target target capaian sendiri sendiri. lalu target itulah yang mempengaruhi program.

Kelemahan selama ini antara lain bahwa sekolah tidak mendata perjalanan capaian prestasi siswa dalam proses belajar, guru hanya mengandalkan skor nilai ulangan belaka. Celakanya lagi data data capaian prestasi yang ada tidak dianalisis, sehingga programpun tidak dievaluasi. dengan tidak adanya laporan hasil analisis capaian prestasi siswa ini maka evaluasi program tidak pernah terjadi.

kalaupun ada program, biasanya tidak time bond, artinya capaian capaian itu kapan harus terjadi. manakala pendataan dan sistem pelaporan serta evaluasi program berjalan maka penurunan prestasi itu semestinya sudah terantisipasi jauh sebelumnya. Dalam pelaksanaan anajemen berbasis kinerja tidak ada sesuatu yang bersifat surprise, tidak ada kejutan. kalaupun akan ada kenaikan ataupun penurunan maka tanda tanda itu telah terdata jauh jauh sebelumnya.

Berhati hatilah dalam menyusun perencanaan dan program, menyusun rencana yang kurang baik, itu berarti merencanakan sebuah kegagalan. Masih ada waktu bagi masing masing sekolah untuk berbenah diri, guna menghindari tamparan yang lebih pedih lagi. tamparan yang betul betul akan menyakitkan nanti adalah manakala RSBI dinyatakan gagal dan kembali menjadi sekolah biasa. manakala ini akan benar terjadi maka kita akan menanggung malu seumur hidup kita. Waspadalah.

Kamis, 09 Juni 2011

KELIRU : Ikut Olimpiade Sains SMA tanpa Target


Judul berita di Lampost yang mengatakan "Ikut Olimpiade Sains SMA Tampa Target" cukup menyesakkan dada, bagaimana mungkin kita yang pernah meraih medali Emas di IBO, emas, perak dan perunggu di tingkat nasional sekarang tampil ke gelanggang tampa target. Artinya keikut sertaan kita di lomba olimpiade ini adalah untuk kesekian kalinya, dan kita pernah mengukir prestasi puncak yaitu Medali Mas pada Internasional Blogy Olympiade (IBO) yang diraih oleh Irfan haris dari SMAN 1 Pringsewu. Setidaknya kita telah memiliki pengalaman bagaimana melakukan pembinaan siswa dalam rangka mengikuti lomba olimpiadi sains ini. tentu saja kita semua berharap dari tahun ke tahun prestasi anak anak kita selalu meningkat. Apalagi lomba olimpiade ini sejatinya dimulai dari lomba perkelas, lalu persekolah, lalu perkabupaten, lalu perprovinsi dan seterusnya, artinya setiap anak secara formal telah pernah mengikuti lomba ini setidaknya pada tingkat kelas dan sekolah.

Perjalanan dari tahun ke tahun ini seyogyanya bisa lebih bagus, apalagi sistem penilaian pada lomba ini sangat membuka kesempatan kepada setiap siswa untuk berprestasi, sepuluh orang siswa peserta umpamanya bisa sama sama meraih Medali Mas
manakala mereka mencapai skor yang sama, itulah sebabnya maka masing masing daerah tidak ditetapkan kuwotanya, bisa mengirim banyak dan bisa tidak mengirim sama sekali. Tetapi ini adalah berarti kesempatan sangat terbuka.

Adalah sangat keliru manakala dikatakan bahwa lomba ini diikuti oleh siswa tampa target. Tidak menargetkan kemajuan yang berarti dalam sebuah lomba yang rutin diselenggarakan setiap tahun, sama saja dengan tidak melakukan pembinaan sama sekali. Target memang harus ada, tetapi hendaknya dilakukan secara SMART. Yaitu special, measurable, attainable, rasional dan time bond.

Target itu harus ada, yang spesial, dan jelas batasannya, serta dapat difahami oleh pihak sekolah, kedua target ini adalah sesuatu yang sangat mungkin dicapai (measurable), target itu harus rasional, dan target itu harus jelas waktunya, kalau tahun kemaren kita mencapai apa, maka tahun ini kita harus mencapai apa (ime bond). Jadi jangan sampai pembinaan ini justeru berjalan mundur.

Pembinaan berjalan mundur seperti itu adalah seperti pembinaan RSBI yang semula mendominasi prestasi ujian nasional, tetapi setelah ditunjuk menjadi sekolah pelaksana program RSBI koq justeru dikalahkan oleh nonRSBI. Ini pasti ada yang salah, dan kesalahan itu menjadi jelas yaitu TAMPA TARGET.
===========================================
Pendidikan Lampost : Kamis, 9 Juni 2011

Ikut Olimpiade Sains SMA Tanpa Target.


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Sebanyak 336 siswa SMA perwakilan dari kabupaten/kota se-Lampung berkompetisi dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) Tingkat Provinsi, 7-9 Juni 2011. Namun, Dinas Pendidikan tidak memberikan target khusus kepada peserta.

Kompetisi yang dipusatkan di dua lokasi, yakni di Hotel Indra Puri dan Hotel Nusantara akan menguji kemampuan siswa dalam delapan mata pelajaran: Fisika, Biologi, Matematika, Komputer, Ekonomi, Kimia, Kebumian, dan Astronomi.

Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Perguruan Tinggi (Dikmenti) Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Agus Dwi Sunarti, yang juga bertindak sebagai ketua panitia pelaksana, mengatakan peserta OSN merupakan perwakilan dari 14 kabupaten/kota se-Lampung yang meraih juara I, II, dan III pada kompetisi di setiap daerah.

"Setiap kabupaten/kota diwakili 24 siswa pada kompetisi OSN Tingkat Provinsi," kata Dwi di sela pembukaan di Hotel Nusantara, Selasa (7-6) malam.

Dwi mengatakan setiap peserta memiliki kesempatan untuk dapat mewakili Lampung pada ajang OSN Nasional yang akan digelar di Manado, 11-16 september 2011.

Menurut Dwi, tidak ada kuota bagi siswa peserta untuk dapat mewakili Lampung di tingkat nasional. Sebab, mekanisme seleksi bukan berdasarkan kuota, melainkan passing grade tertinggi. "Jadi, jumlah siswa yang akan mewakili Lampung di OSN tingkat nasional nantinya diseleksi berdasarkan passing grade," kata Dwi.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, Tauhidi, dalam sambutannya mengatakan kompetisi OSN yang melibatkan siswa SMA se-Lampung tersebut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan bangsa. Melalui OSN, kata Tauhidi, diharapkan berimplikasi positif dan tertanam pada diri para generasi muda untuk mengisi pembangunan. YAR/S-2

Mengapresiasi Sekolah Non-RSBI Dominasi Nilai UN!

Buras Lampost : Kamis, 9 Juni 2011


H. Bambang Eka Wijaya

"HASIL ujian nasional (UN) SMA Provinsi Lampung 2011 untuk jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dari 10 besar tujuh dari non-rintisan sekolah bertaraf internasional—RSBI!" ujar Umar. "Pada jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), 10 besarnya diborong non-RSBI! Sedang jurusan Bahasa, tiga besarnya diborong non-RSBI!"

"Juga pada UN tingkat SMP, tiga dari lima besar diborong non-RSBI!" timpal Amir. "Jadi, kemajuan yang simultan terjadi pada sekolah-sekolah non-RSBI. Sedang pada RSBI, meski tak perlu disebut mundur, juga tak boleh disepelekan dengan mengesampingkan arti UN lewat menyebut UN cuma salah satu syarat kelulusan murid!"

"Tepat sekali!" tegas Umar. "Maksudnya, jangan memberikan excuse pada kelemahan yang tak disengaja sekalipun karena bisa berakibat tak berusaha mengatasi kelemahan dengan sungguh-sungguh! Akibat lebih jauh, menjadi terbiasa tak peduli bahkan tak bisa melihat kesalahan hingga tak bisa diharapkan memperbaiki kesalahan!"

"Maka itu, hal benar yang harus dilakukan dengan realitas hasil UN 2011 adalah memberi apresiasi, reward alias penghargaan kepada sekolah-sekolah non-RSBI atas prestasi mereka yang telah dicapai dengan fasilitas yang serbaterbatas!" sambut Amir. "Lalu pada sekolah-sekolah RSBI, diharapkan bisa menghargai uang rakyat lewat APBN maupun orang tua murid untuk melengkapi fasilitas di sekolahnya, agar setiap ada pertanda kurang baik dalam prestasi semestinya dijadikan cambuk untuk perbaikan! Terutama terkait urgensi RSBI untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia menghadapi persaingan global! Kalau bersaing dengan sekolah kampung yang serbaterbatas fasilitasnya saja kalah, bagaimana mau bersaing di tingkat internasional!"

"Lebih tegas lagi, dalam persaingan global semua dimensinya harus unggul! Lemah di satu dimensi saja, akan disalip lawan!" tegas Umar. "Untuk itu, dengan penentuan kelulusan murid melalui nilai rapor, ujian akhir sekolah (UAS), dan UN, maka prestasi semua unsur itu harus dicapai maksimal, tak boleh salah satunya pun lemah—dengan kata lain tak boleh ada titik kelemahan lewat mana pesaing global akan menaklukkan kita!"

"Terakhir, antardua pola pendidikan—RSBI dan non-RSBI—harus ditandem, dengan promosi dan degradasi seperti liga sepak bola!" timpal Amir. "Tiga murid ranking teratas non-RSBI promosi ke RSBI, sedang tiga murid juru kunci RSBI degradasi ke non-RSBI! Persaingan demikian bisa menjamin peningkatan kualitas murid cukup signifikan!" ***

Selasa, 07 Juni 2011

Disdik DKI Siap Dipanggil Jelaskan Kasus Kecurangan di SDN 06 Pesanggrahan


Jakarta - SDN 06 Petang Pesanggrahan dilaporkan terkait dugaan kecurangan membocorkan jawaban UN pada bulan Mei lalu. Jika nantinya dipanggil, Dinas Pendidikan DKI Jakarta siap dimintai keterangan.

Salah satu orang tua siswa di SD tersebut, Irma Winda Lubis, melapor ke Komnas PA terkait dugaan kecurangan yang dilakukan pihak sekolah dengan memaksa anaknya membocorkan jawaban UN. Komnas PA melayangkan surat ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta, untuk meminta penjelasan terkait kejadian saat itu.

Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakartam Taufik Yudi Mulyanto hingga saat ini mengaku belum menerima surat dari Komnas PA. "Saya belum dapat surat dari Komnas Anak," ujar Taufik saat ditemui di Gedung Balaikota DKI, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (7/6/2011).

Namun, jika memang nantinya surat itu sampai ke tangannya, Taufik berjanji siap memenuhi panggilan tersebut. "Kami akan datang kalau diundang, tapi dengan syarat kalau kami undang Komnas Anak juga hadir," katanya.

Taufik menjelaskan, kejadian ini sendiri sebenarnya sudah terjadi pada tanggal 10 Mei 2011. Namun, saat ujian selesai digelar Disdik tidak langsung menerima adanya laporan ini.

"Disdik baru mendapat laporan tanggal 25 Mei 2011 mengenai perihal dugaan kecurangan tersebut," katanya.

Namun demikian, Disdik DKI akan tetap melakukan pengecekan ke semua pihak terkait. Disdik DKI menjadwalkan pemanggilan terhadap anak dan orang tua murid dalam waktu dekat guna menjelaskan duduk persoalan yang terjadi sebenarnya.

Sedangkan proses pemanggilan untuk kepala sekolah, guru dan pengawas ujian, katanya sudah lebih dulu dimintai keterangan. Hasilnya seperti apa, Taufik belum bisa menyampaikan karena harus mendengarkan keterangan dari semuanya terlebih dulu.

"Prosesnya berjenjang dan ada mekanismenya, untuk hasilnya kami tidak bisa beritahu sekarang karena kami ingin selidiki secara keseluruhan sampai tuntas, baru kita umumkan hasilnya," jelas Taufik.

Kecurangan ini terjadi saat hari pertama UN tingkat SD. Selain diminta membocorkan jawaban, siswa yang sampai saat ini namanya masih dirahasiakan tersebut diminta berjanji agar tidak membocorkan masalah kecurangan ini kepada siapa pun termasuk orang tuanya.

Sumber : Detik News

Guru RSBI Dimutasi

Utama Lampost : Rabu, 8 Juni 2011


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Dinas Pendidikan Bandar Lampung berencana memutasi guru rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI). Mutasi dilakukan terkait dengan turunnya prestasi sekolah unggulan tersebut dalam ujian nasional (UN) lalu.

Berdasar hasil UN SMA dan SMP, siswa dari sekolah RSBI tidak mampu menandingi prestasi siswa non-RSBI. Prestasi terbaik justru didominasi siswa dari sekolah non-RSBI. "Kami akan evaluasi kinerja guru RSBI. Mereka yang berkinerja baik akan dipertahankan, sementara yang tidak akan diganti," ujar Kepala Dinas Pendidikan Bandar Lampung Sukarma Wijaya, Selasa (7-6).

Ia beralasan sekolah dengan status RSBI telah memiliki input siswa yang berkualitas serta dididik dengan sarana prasarana melebihi sekolah biasa. Bahkan, penerimaan siswa barunya pun dilakukan lebih dulu dari sekolah biasa.

"Jika bibitnya sudah baik tetapi hasilnya tidak baik, berarti ada masalah dalam proses pemupukannya. Nah, siapa yang memupuk kalau bukan para gurunya. Makanya kinerja guru RSBI akan dievaluasi," kata dia.

Ketika ditanya apakah Disdik akan mengevaluasi total, Sukarma menegaskan RSBI sendiri merupakan program Pemerintah Pusat, sehingga yang berhak mengevaluasi ataupun memberhentikan juga Pemerintah Pusat.

"Perlu saya sampaikan juga pencapaian RSBI dalam UN kali ini tidak bisa kami katakan RSBI gagal sepenuhnya. Ini perlu kajian mendalam," ujar dia. Sukarma mencontohkan kendala utama RSBI adalah guru berkualifikasi S-2 yang linier. Padahal, lembaga pendidikan di Lampung belum bisa menyediakan pendidikan linier hingga jenjang S-2.

Secara terpisah, Kabid Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Bandar Lampung Riuzen Praja Tuala mengatakan pihaknya telah menyiapkan instrumen untuk mengevaluasi RSBI. "Sekolah RSBI bisa dipertahankan atau ditingkatkan menjadi SBI. Atau dikembalikan lagi menjadi sekolah biasa," kata dia.

Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA se-Bandar Lampung Sobirin menyatakan setuju atas rencana evaluasi guru RSBI. "Faktor kualitas guru menjadi titik terlemah RSBI. Persoalan ini tak hanya di Bandar Lampung, tetapi juga menjadi masalah RSBI secara nasional," ujar dia.

Syarat Formal

Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung Bujang Rahman mengingatkan agar Dinas Pendidikan tidak terjebak persyaratan formal. Yang terpenting, kualitas guru RSBI harus bertaraf internasional, berpengalaman, berwawasan global, serta menerapkan kurikulum yang diakui secara internasional.

"Jika mereka menerapkan kurikulum bertaraf internasional, seharusnya UN menjadi hal kecil bagi anak-anak RSBI. Seharusnya nilai mereka jauh di atas siswa yang belajar dengan kurikulum berstandar nasional," kata dia.

Pandangan berbeda disampaikan pakar pendidikan Lampung Prof. Sujarwo. Ia tidak setuju rencana mutasi guru RSBI hanya karena siswanya dianggap gagal dalam UN. "Seharusnya yang dievaluasi itu Dinas Pendidikan Bandar Lampung selaku regulator program RSBI," ujar dia.

Sujarwo mempertanyakan apakah Dinas Pendidikan sudah menjalankan uji kinerja guru RSBI secara berkala, misalnya setiap tiga bulan. Ia juga mempertanyakan anggaran khusus untuk guru RSBI. "Kalau pemerintah menuntut yang terbaik, namun tidak memberikan perhatian khusus kepada tenaga pengajar, apakah fair kalau yang disalahkan hanya guru?" kata Sujarwo. (MG1/LIN/U-1)

Sabtu, 04 Juni 2011

PLPG 2011 Berbasis Kinerja Guru

Pendidikan Lampost : Sabtu, 4 Juni 2011


Bujang Rahman
Dekan FKIP Unila


























KHUSUS untuk rayon 7 Universitas Lampung pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan dimulai 4 Juni 2011. Salah satu kegiatan yang paling menyita energi adalah PLPG (Pendidikan dan Lelatihan Profesi Guru). PLPG 2011 sanagat berbeda dengan PLPG tahun-tahun sebelumnya.

Salah satu perbedaan yang mendasar adalah dari komposisi waktu yang hampir 80 persen berupa praktek, terdiri dari workshop dan peer teaching. Hasil PLPG ini diharapkan benar-benar menjadi bekal bagi guru untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.

Universitas Lampung beserta perguruan tinggi mitra, yaitu STKIP PGRI Bandar Lampung, Universitas Muhammadiyah Metro, dan STKIP Muhammadiyah Pringsewu telah mempersiapkan segala sesuatu secara maksimal agar penyelenggaraan PLPG sesuai dengan harapan. Output PLPG antara lain dihasilkannya perangkap pembelajaran oleh guru, serta dikuasinya berbagai strategi dan metode pembelajaran secara efektif. Selesai mengikuti PLPG, guru benar-benar diharapkan memiliki pengetahuan dan skill dalam pembelajaran.

Meskipun demikian, berhasil tidaknya PLPG sangat ditentukan oleh guru sendiri sebagai peserta. Instruktur tidak lebih hanya sebatas fasilitator, sedangkan yang mengerjakan semua tahapan PLPG adalah guru. Kesiapan fisik dan mental, kesungguhan dan keuletan para guru peserta PLPG menjadi faktor dominan. Adapun kesiapan bahan, alat, dan administratif meliputi:

1. Bahan dan alat untuk mengikuti PLPG, seperti RPP, bahan ajar, buku sumber, media, laptop.

2. Perlengkapan administrasi meliputi fotokopi ijazah yang dilegalisasi, SK kepangkatan terakhir, surat tugas dan jam mengajar dari kepala sekolah dan form A1.

Instruktur tidak dapat berbuat banyak jika guru tidak mempersiapkan diri dengan baik. Semua pihak terlebih guru harus benar-benar memahami dan meyakini bahwa PLPG berbasis kinerja guru. Hilangkan jauh-jauh anggapan bahwa PLPG hanya formalitas karena sistem penilaian kelulusan PLPG pun tahun ini sangat ketat.

Sangatlah tepat jika guru benar-benar memanfaatkan PLPG sebagai momen untuk meningkatkan mutu. Tidak perlu ada sedikit pun perasaan merasa rendah diri karena mengikuti PLPG, sebab lebih dari 90 persen peserta sertifikasi guru 2011 adalah PLPG, bukan karena tidak lulus portofolio, tetapi sejak awal memang sudah dipersiapkan untuk mengikuti PLPG.

Guru jangan merasa terbebani, apalagi tertekan mengikuti PLPG, karena semua instruktur akan memosisikan diri sebagai fasilitator yang selalu siap melayani guru agar dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan secara optimal. Kini tinggal tergantung pada keaktifan, kreativitas, dan kerja keras dari para guru peserta PLPG. n

UJIAN NASIONAL: SMPN 1 Metro Terbaik, Lampung Posisi ke Delapan




Utama Lampost : Sabtu, 4 Juni 2011
BANDAR LAMPUNG (Lampost): SMPN 1 Metro menempati peringkat pertama nilai rata-rata tertinggi sekolah dalam ujian nasional (UN) 2011 se-Lampung, sedangkan peringkat kedua diraih SMPN 2 Bandar Lampung. Kepala Dinas Pendidikan Lampung Tauhidi mengungkapkan hal itu pada jumpa pers yang dihadiri seluruh kepala Dinas Pendidikan kabupaten/kota se-Lampung, Jumat (3-6).

Dari empat mata pelajaran yang diujikan, yakni Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA, nilai rata-rata lima sekolah terbaik se-Lampung dalam UN tahun ini ditempati SMPN 1 Metro (35,44), SMPN 2 Bandar Lampung (35,08), SMPN 1 Sungkai Tengah, Lampura (34,81), SMPN 2 Sungkai Utara, Lampura (34,80), dan SMP Muhammadiyah 1 Natar, Lamsel (34,63).

Keberhasilan Metro tak berhenti di situ. Dalam pemeringkatan berdasarkan daerah, Metro juga meraih predikat terbaik dengan total nilai 32,79, disusul Lamsel (31,88), Bandar Lampung (31,63), Lampura (31,46), dan Lamteng (30,93). "Pencapaian terbaik tidak didominasi Bandar Lampung. Ini menunjukkan pemerataan kualitas pendidikan," kata Tauhidi.

Untuk peringkat MTS, ranking pertama diraih Lamteng dengan total nilai 31,14, disusul Bandar Lampung (30,55), Metro (30,54), Lampura (30,49), dan Tanggamus (30,36).

Pencapaian hasil UN SMP tahun ini juga sangat memuaskan. Jika dilihat rata-rata nilai tertinggi di Metro, tidak ada yang di bawah delapan, yakni Bahasa Indonesia (8,91), Bahasa Inggris (8,28), Matematika (8,17), IPA dan (8,43).

Sementara kabupaten dengan nilai rata-rata terendah pun, yakni Tulangbawang, tidak ada yang di bawah tujuh, yakni Bahasa Indonesia (7,17), Bahasa Inggris (7,10), Matematika (7,19), dan IPA (7,22).

Secara nasional, Lampung menempati posisi ke delapan dengan tingkat ketidaklulusan 158 orang atau 0,127% dari total peserta yang mengikuti ujian (selengkapnya dalam tabel). Tempat pertama ditempati DKI Jakarta, sementara tingkat ketidaklulusan tertinggi ditempati Jawa Tengah. (MG1/U-1)

Kembalikan PMP dalam Kurikulum

Pendidikan Lampost : Jum'at, 3 Juni 2011

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Berbagai kalangan pendidik di Bandar Lampung setuju dikembalikannya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dalam kurikulum pendidikan nasional.

"Saya sangat setuju karena saat ini sudah terjadi dekadensi moral. Pintar saja tidak cukup, kita butuh generasi yang bermoral dan berakhlak mulia," ujar Kepala SMA YP Unila Berchah Pitoewas, Rabu (1-6).

Menurut dia, dunia pendidikan memiliki tanggung jawab untuk menciptakan generasi penerus yang terdidik dan bermoral. "Jika pintar tapi tidak bermoral, bersiap-siaplah menunggu kehancuran bangsa ini," kata dia.

Hal senada juga dituturkan Kepala SMAN 8 Bandar Lampung Banjir Sihite. Dia berpendapat dikembalikannya PMP dalam kurikulum akan menunjang pendidikan karakter yang akan dilaksanakan di sekolah pada tahun ajaran 2011—2012.

"Sebagaimana kita ketahui, siswa dan guru saat ini tidak mengetahui apalagi memiliki norma-norma kebangsaan sehingga masalah karakter menjadi persoalan serius yang harus kita hadapi," kata dia.

Banjir Sihite menambahkan sebaiknya pendidikan karakter maupun pendidikan moral ini tidak hanya pada mata pelajaran PMP, tetapi juga perlu disisipkan di setiap mata pelajaran yang ada. Namun, yang terpenting dalam menanamkan nilai-nilai adalah perlunya melakukan pembiasaan sehari-hari di sekolah, seperti hadir tepat waktu, salat berjamaah, peduli lingkungan, dan peduli sesama.

"Intinya, kita tanamkan 18 nilai-nilai karakter bangsa kepada anak, seperti religius, disiplin, peduli sosial, gemar membaca, peduli lingkungan, jujur, serta pribadi yang bertanggung jawab," ujar Banjir Sihite.

Menurut Kepala SMPN 1 Bandar Lampung Haryanto, yang terpenting dalam penanaman nilai-nilai dan karakter bangsa adalah keteladanan. Tanpa keteladanan, semua nilai yang diajarkan menjadi sia-sia.

"Keteladanan itu milik para pendidik. Siapakah para pendidik itu? Mereka adalah orang tua di rumah, para guru di sekolah. Juga para pemimpin, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemerintahan, dan publik figur lainnya yang harus mampu menjadi contoh," kata dia.

Haryanto mengatakan Rasulullah Muhammad saw. merupakan pendidik yang berhasil karena memiliki keteladanan dan pribadi yang layak dicontoh. "Beliau selalu melakukan apa yang beliau katakan. Pemimpin itu bukan hanya bisa mengatakan ataupun memerintahkan, melainkan juga harus bisa mencontohkan," kata dia. (MG1/S-2)