Minggu, 29 Mei 2011

Pemahaman Pancasila Masuki Fase Krisis



Pendidikan Lampost : Senin, 30 Mei 2011

JAKARTA (Lampost): Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 ditengarai telah memudar, terutama di kalangan pemuda dan mahasiswa. Bahkan, mahasiswa yang disebut-sebut sebagai kelompok intelektual muda mengalami kesulitan memahami ideologi negara itu.

Staf Ahli Kementerian Politik, Hukum, dan HAM (Kempolhukam) Cristina M. Rantetana menyatakan hal itu dalam seminar nasional Wawasan Kebangsaan, akhir pekan lalu, di Universitas Nasional, Jakarta.

Dari berbagai survei yang dilakukannya di sejumlah kampus, Cristina mengatakan mahasiswa saat ini tampak kesulitan memahami Pancasila. Kondisi ini membawa keprihatinan mendalam bagi pemerintah, apalagi salah satu kampus di Gorontalo telah mengusulkan kepadanya untuk menerapkan kembali P4 yang di zaman Orde Baru menjadi agenda wajib bagi mahasiswa.

"Dari beberapa kampus yang saya kunjungi, baik universitas negeri maupun swasta, semuanya menyatakan krisis mental Pancasila. Bahkan, Universitas Gorontalo mengusulkan harus ada pendidikan P4 lagi sebagai platform kebangsaan masyarakat," kata dia.

Kondisi itu, menurut Cristina, menjadi ancaman besar bagi kemajemukan bangsa. Ia mencontohkan sejumlah mahasiswa yang berbeda fakultas atau kampus sering terlibat bentrokan atau tawuran hanya diakibatkan persoalan sepele. "Kondisi faktual ini juga membawa degradasi moral dan akhlak dengan dalih norma agama, menguatnya semangat kedaerahan, serta dampak negatif globalisasi," ujarnya.

Menurut Cristina, hal itu terjadi karena pada saat Reformasi 1998 meletus, segala nilai yang tertanam di era sebelumnya dianggap buruk sehingga semuanya ditinggalkan. Sementara itu, nilai-nilai baru sampai sekarang belum muncul. "Saat ini, nilai-nilai yang lalu itu semuanya dianggap jelek, sedangkan yang baru tak juga ditemukan. Akhirnya, negara menjadi tak karu-karuan," kata Cristina.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR Haryanto Y. Thohary menyatakan kekecewaannya dengan keputusan Kementerian Pendidikan Nasional yang melebur pendidikan Pancasila menjadi pendidikan kewarganegaraan.

Menurut Haryanto, selain sebuah distorsi, peleburan pendidikan Pancasila menjadi pendidikan kewarganegaraan dinilai sebagai bentuk penyederhanaan pendidikan Pancasila itu sendiri. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional harus mengembalikan pendidikan Pancasila.

Seharusnya, kata dia, Kemendiknas harus mampu menjadi ujung tombak dalam nation and character building. Salah satunya melalui pendidikan Pancasila. "Karena itu kami sangat kecewa ketika Kemendiknas melebur pendidikan Pancasila ke dalam kewarganegaraan. Itu merupakan sebuah distorsi, sekaligus sebuah simplifikasi atau penyederhanaan," kata Haryanto.

Haryanto menegaskan Kemendiknas harus kembali menghidupkan pendidikan Pancasila, yang harus disajikan lebih aktual, tidak monoton, bukan hanya berbentuk monolog yang membosankan. "Harus benar-benar dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor yang mencerahkan di kehidupan masyarakat," ujarnya yang dikutip dari Kompas online.

Menurut dia, pemerintah melalui Kemendiknas harus membuat sebuah lembaga khusus yang bertugas mengkaji materi, format, dan metodologi pembelajaran pendidikan Pancasila secara mendalam.

"Pertama-tama, harus ada sebuah badan yang mengurus itu, yang nantinya melakukan pengkajian secara mendalam, termasuk materi, format, dan yang terpenting adalah metodologi pengajaran pendidikan Pancasila agar bisa diterima dengan sebaik-baiknya," kata Haryanto.

Nyatanya, Pusat Kurikulum dan Buku malah menghapuskan pendidikan Pancasila, berarti harus ada lembaga lain yang mengatur ini. Menurut dia, adalah memperbaiki metode pengajarannya. (S-1)

Perpustakaan, Siapa Peduli?




Opini Lampost : Sabtu, 28 Mei 2011

Dwi Rohmadi Mustofa
Mahasiswa Magister Teknologi Pendidikan FKIP Unila

Siapa peduli perpustakaan? Pertanyaan ini tak berlebihan jika kita menelisik lebih jauh terhadap aktivitas di perpustakaan dan apa yang ada dalam perpustakaan. Secara esensial, jika kita ingin memotret pendidikan dan segala dinamikanya, salah satunya dapat dilakukan dengan meninjau kondisi perpustakaan. Artinya, perpustakaan adalah medium yang strategis bagi pemajuan pendidikan.

Tepat kiranya jika ada suatu dinas di daerah yang menggabungkan pendidikan dengan perpustakaan. Maksudnya, agar perpustakaan mendapat porsi perhatian yang lebih. Dengan melihat kondisi dan aktivitas dalam perpustakaan suatu institusi pendidikan, kita akan mendapat gambaran bagaimana proses pendidikan berlangsung, seberapa signifikan bagi perubahan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik. Setidaknya kita dapat membuat kesimpulan sementara tentang peserta didik, menyangkut aktivitas positif, tingkat kreativitas, dan wawasan mereka.

Dewasa ini, kemajuan dan perkembangan yang terjadi di dalam perpustakaan agaknya kalah dengan dinamika yang terjadi di luar perpustakaan. Artinya, peserta didik memiliki beragam kemungkinan untuk memperoleh pengetahuan baru melalui penggunaan media teknologi komunikasi dan informasi.

Peduli perpustakaan yang juga berarti peduli terhadap pendidikan harus ditumbuhkan di semua kalangan. Peduli perpustakaan bukan hanya tanggung jawab pustakawan atau pimpinan instutusi pendidikan. Peserta didik dan orang tua serta masyarakat juga memikul tanggung jawab untuk memajukan pendidikan melalui perpustakaan.

Kalangan penerbit dan toko buku selain berkepentingan, juga memiliki tanggung jawab moral untuk mewujudkan perpustakaan yang representatif. Kaum profesional, pengusaha, kalangan media dan sebagainya, perlu memberikan atensi bagi kemajuan perpustakaan. Orang tua siswa juga perlu memberikan pemahaman tentang makna pentingnya perpustakaan. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan sikap cinta buku. Membiasakan anak-anak membaca di rumah. Meluangkan waktu mengunjungi toko buku, atau pamaeran buku. Menyediakan alokasi anggaran rumah tangga untuk hal-hal yang berkaitan dengan buku.

Jika anak-anak di rumah telah dibiasakan dengan buku, niscaya mereka akan gemar belajar di perpustakaan. Perpustakaan di sekolah atau di kampus menjadi tempat favorit untuk belajar. Mereka akan mudah mengeksplorasi pengetahuan, mengekspresikan kemampuan, dan sekaligus menjadikan perpustakaan sebagai sarana rekreasi ilmiah yang sangat positif.

Jika kita menyelami permasalahan yang dihadapi pada beberapa sekolah terkait minimnya perpustakaan, umumnya adalah masalah ketersediaan ruangan yang dikhususkan untuk perpustakaan, kurangnya koleksi buku-buku, dan pengetahuan serta personil pengelolaannya. Hal ini tentu mengundang keprihatinan tersendiri.

Idealnya, semua pihak memiliki atensi, partisipasi, dan dukungan bagi perpustakaan yang baik. Sebenarnya, sudah ada amanah dalam UU No. 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan bahwa tiap institusi pendidikan memiliki tanggung jawab menyediakan sarana perpustakaan yang memadai. Tapi implementasi UU 43/2007 ini belum maksimal. Belum ada aturan pelaksanaan yang dapat dijadikan dasar baku bagi pembangunan perpustakaan yang baik, yang memiliki sanksi yang mengikat. Sampai saat ini rancangan peraturan pemerintah masih dalam tahap pembahasan.

Akibatnya, perpustakaan berjalan secara natural, apa adanya, dan menggantungkan pada komitmen pimpinan institusi pendidikan dan integritas suatu institusi pendidikan terhadap peserta didiknya.

Dalam hemat penulis, masih banyak pihak yang memandang perpustakaan hanya memainkan peran instrumental atau bahkan hanya sebagai pelengkap persyaratan formal. Peran perpustakaan secara substantif sering dilupakan. Padahal, perpustakaan adalah medium peneguhan peradaban umat manusia. Perpustakaan dapat menjadi wahana menyemai generasi muda yang cerdas, inovatif, bermoral, menghargai keberagaman, dan memiliki kemampuan-kemampuan yang penting bagi kehidupannya sendiri maupun bagi masyarakatnya. Melalui buku dan perpustakaan siswa dapat belajar banyak hal.

Dengan memanfaatkan perpustakaan, guru lebih mudah memberikan materi pembelajaran. Buku-buku atau perpustakaan merupakan sarana belajar utama bagi siswa, mahasiswa, atau bagi setiap orang.

Pasal 2 UU No. 43/2007 menyebutkan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan asas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran, dan kemitraan. Selanjutnya Pasal 3 dinyatakan perpustakaan berfungsi sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa.

Memang ada sebagian perpustakaan telah dikelola dengan visi yang jauh ke depan dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perpustakaan yang baik. Sepanjang pengetahuan penulis, dampak langsung dan hasil dari UU tersebut belum begitu dapat dirasakan.

Perpustakaan Ideal

Melalui pendidikan suatu bangsa memelihara dan mewariskan peradabannya. Medium pendidikan itu salah satunya adalah perpustakaan. Dengan kata lain, nilai-nilai luhur budaya, keyakinan, pengetahuan, dan khazanah bangsa diwariskan melalui perpustakaan. Faktanya, data, informasi, dan ilmu pengetahuan, disimpan, diolah, dikembangkan, dimanfaatkan, disebarluaskan, melalui perpustakaan. Dalam suatu institusi pendidikan, perpustakaan merupakan media belajar.

Untuk meningkatkan peran perpustakaan bagi kelangsungan suatu peradaban, dibutuhkan partisipasi aktif banyak pihak. Pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan para pengguna perpustakaan itu sendiri memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan perpustakaan yang memadai. Perpustakaan yang ideal adalah perpustakaan yang mampu memberikan pelayanan melebihi harapan (persepsi) para penggunanya. Ini tentu sesuai dengan jenis dan layanan yang diberikan oleh masing-masing perpustakaan.

Bagi suatu sekolah, perpustakaan tentu saja menjadi media belajar yang sangat penting. Perpustakaan merupakan pusat sumber belajar yang memiliki banyak makna. Buku dan koleksi yang ada di perpustakaan menjadi bahan belajar. Petugas perpustakaan dan setiap orang yang ditemui di perpustakaan merupakan sumber belajar berupa orang. Setting perpustakaan merupakan sumber belajar yang berupa lingkungan.

Pengakuan akan peran perpustakaan dalam menunjang suatu kegiatan belajar, sering diungkapkan dalam slogan “Perpustakaan adalah jantungnya pendidikan”. Jadi, idealnya perpustakaan mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah, pemerintah daerah, maupun institusi induk penyelenggara perpustakaan itu sendiri. Perhatian itu harus dalam bentuk komitmen yang diwujudkan dalam perencanaan dan implementasi pengembangan bagi pemanfaatan perpustakaan yang optimal. n

Siapa Yang Culas Dalam UN. ?


Ibarat kata pepatah lama, "Buruk Wajah Cermin Dipecahkan". Sepanjang belum ada perbaikan yang refepresentatif, maka polemik UN tak akan ada hentinya. Tetapi mengharap adanya pernaikan yang tepat sasaranpun sepertinya masih jauh panggang dari api. Hal tersebut diakibatkan karena temuan temuan kecurangan dalam UN tidak ditindaklanjuti. Andaikata memang ada melaporkan kecurangan oleh petugas pengawasan UN lalu jelas siapa pelakunya, melanggar pasal aturan yang mana serta apa sangsinya, kalau tidak, maka perbaikan UN akan sulit dilaksanakan secara tepat sasaran, pelanggaran daklam UN sepertinya akan selalu terulang lagi.

Berbagai hal yang diaku sebagai temuan oleh mereka mereka yang terlibat dalam pengawasan UN sepertinya hanya catatan catatan yang akan disimpan oleh pribadi sipencatat, yang pada ujungnya kita menduga bahwa catatan itu hanyalah berdasarkan kecurigaan dan opini yang berkembang saja. Dan tidak lebih hanya membangun opini buruk terhadap UN tampa ada usaha untuk memperbaikinya.

Di dalam kelas dalam penyelenggaraan UN terdapat pengawas silang, pengawas kelas terdiri dari petugas pengawas guru dari lain sekolah. Kalau memang terjadi keculasan yang dilakukan oleh peserta UN, mengapa tidak dicegah.? Bukankah tugas pengawas adalah menertibkan jalannya pelaksanaan UN. Mengapa dibiarkan, mengapa tidak dibuatkan berita acara, kalau memang benar ada pelanggaran.
Bila keculasan dilakukan oleh guru sekolah setempat, mengapa juga tidak dicegah, atau melaporkan setelah usaha pencegahan sia sia. Ataukah justeru guru pengawas terlibat kerjasama untuk melakukan pelanggaran itu.

Semula masyarakat berharap dengan hadirnya pengawasan independen pada masing masing sekolah penyelenggara UN akan memberikan pencerahan yang sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan mutu UN dan terhindarkan dari berbagai polemik. ternyata polemik yang hanya berdasarkan kecurigaan itu tetap saja marak sejalan dengan penyelenggaraan UN.

Teriakan adanya keculasan dalam penyelenggaraan UN di mata masyarakat tidak lebih dari lolongan srigala di malam hari. Menjadi tidak jelas siapa yang melolong, dan untuk apa dia melolong. kalau srigala sungguhan, maka lolongan tahap pertama adalah menggalang persatuan dalam rangka memburu mangsa, tetapi lolongan tahap kedua dapat diartikan bahwa srigala sedang berebut bagian. Tetapi triakan keculasan dalam UN di mata masyarakat menjadi sesuatu yang tidak jelas. Yang jelas putra putri mereka adalah mengikuti UN yang diselenggarakan oleh Pemerintah setiap tahunnya.

Kalau memang benar pelanggaran itu ada mengapa tidak di laporkan, kepada Dinas Pendidikan untuk ditindaklanjuti. kalau memang yang melakukan pelanggaran adalah peserta UN, sudah dilakukan pencegahan dan arahan tetapi tetap saja yang bersangkutan melakukan kesalahan itu. Sudah selayaknya siswa yang bersangkutan mendapatkan hukuman yang mendidik yang ditetapkan bersama Dinas Pendidikan dan Dewan Rektor khususnya bila itu dilakukan pada level SMA.

Kalau yang melakukan kesalahan itu adalah guru, maka guru yang bersangkutan bisa dicabut sertifikatnya dan dilarang mendekati lokasi ujian berikutnya. Kalau yang melakukan keculasan adalah guru pengawas UN, maka selayaknya dihukum dengan pencabutan atau penundaan sertifikat UN dan tidak lagi dilibatkan dalam penyelenggaraan UN waktu waktu berikutnya. Hukuman hukuman itu kita yakini memiliki efek jera. Asalkan dilaksanakan sesuai dengan prosedur serta aturan yang berlaku.

Kalau dimasa mendatan UN masih tetap akan dilaksanakan, maka buatlah peraturan dan sangsi bagi pelanggara ketentuan. dan bagi para pihak berhentilah menuduh keculasan dalam UN bila tidak memiliki bukti bukti yang konkrit, bukan hanya opini dan prasangka buruk terhadap penyelenggaraan UN. Mereka yang menuduh tampa dasar tidak lebih baik dari merek mereka yang melakukan pelanggaran UN itu sendiri.

Saya tidak yakin siswa melakukan keculasan dalam UN. kalaupun terjadi maka itu adalah akibat lemahnya pelaksanaan pengawasan, maka yang harus diinvestigasi adalah kelemahan pengawasan tersebut. Aturan bisa ditegakkan manakala ada sanksi bagi pelanggarnya. Sangsi atas pelanggaran ini harus benar benar dilaksanakan, sehingga pada waktu waktu berikutnya pelanggaran serupa tidak terulang lagi.
=============================================
BANDAR LAMPUNG Lampost : Sabtu 28 Mei 2011
PENDIDIKAN: FMGI: UN Selayaknya Dihentikan

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Lampung akan memperjuangkan persoalan pelaksanaan ujian nasional (UN) di Lampung hingga ke level pusat. FMGI menilai UN sudah selayaknya dihentikan.

Demikian dikatakan Ketua FMGI Lampung Aswandi Barawi yang didampingi Sekretaris Bidang Humas Hadi Aspirin kepada Lampung Post usai melakukan kunjungan ke Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Lampung, Jumat (27-05).

Pertemuan FMGI dengan Ketua Lembaga Penelitian Unila Budi Koestoro hari itu bermaksud meminta Universitas Lampung untuk membeberkan indeks kejujuran pelaksanaan UN di Lampung kepada publik.

Namun, menanggapi permintaan FMGI itu, Budi Koestoro menyatakan Unila tidak dapat memberikan data yang dimaksud karena hal itu bukan tugas dan wewenangnya. Tugas Unila sebatas pengawasan dari pencetakan soal hingga pelaksanaan ujian.

"Silakan FMGI Lampung berkirim surat ke Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Pusat Evaluasi Pendidikan dan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kementerian Pendidikan Nasional terkait permohonan data yang dimaksud," kata dia.

UN menurut dia bukanlah tugas pokok institusi perguruan tinggi. Namun, karena Menteri Pendidikan M. Nuh meminta Majelis Rektor, keterlibatan perguruan tinggi harus dilakukan. Harapannya, UN dapat dipercaya atau kredibel.

Menanggapi hal ini, FMGI Lampung yang diwakili Hadi Aspirin menyatakan pihaknya tidak akan patah arang. FMGI akan terus memperjuangkan persoalan UN ini hingga level pusat.

"Kami akan temui Komisi X DPR, DPD, Menteri Pendidikan Nasional, jika perlu hingga Presiden SBY. Kami ingin indeks kejujuran UN itu dapat dibuka ke publik dari tingkat provinsi, kabupaten kota hingga satuan pendidikan," kata dia.

Ia mengatakan FMGI juga akan melampirkan data penguat yang menyatakan terjadi kecurangan dalam UN. Menurut dia, mata rantai persoalan UN ini hanya bisa diselesaikan dengan menghentikan UN itu sendiri. (MG1/K-1)

Pembiayaan PPG Dilakukan Mandiri



Pendidikan Lampost : Sabtu, 28 Mei 2011


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Teka–teki siapa yang membiayai pendidikan profesi guru (PPG) terjawab sudah. Pemerintah memutuskan tidak menyediakan dana untuk kepentingan pendidikan para guru tersebut.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung (Unila) Bujang Rahman mengatakan hal itu di ruang kerjanya, lantai II gedung Dekanat FKIP Unila, Jumat (27-5).

Bujang mengatakan mulai tahun ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) akan merintis pendidikan profesi guru yang dilakukan secara mandiri. Tujuannya, guru yang nanti lulus sudah memenuhi kompetensi sosial, pedagogis, akademik, dan seterusnya.

"Empat atau lima kompetensi itu semuanya bisa disiapkan begitu guru sudah lulus dan dia sudah punya sertifikat sehingga tidak perlu lagi melakukan proses sertifikasi. Dengan sertifikasi itu guru bisa langsung mengajukan," ujar orang nomor satu di FKIP Unila itu.

Bujang menjelaskan Kemendiknas berkeinginan untuk tetap memulai PPG tahun ini. Karena Pemerintah Pusat tidak memasukkan PPG dalam anggaran tahun ini, mau tidak mau PPG harus dilakukan secara mandiri oleh guru. Namun, Kemendiknas mengimbau agar pemerintah daerah dapat membantu guru dari sisi anggaran di daerah.

Menurut dia, pada tahun anggaran 2012 nanti Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemendiknas akan berupaya memasukkan program PPG dalam anggaran pendidikan tahun 2012 sehingga pembiayaan pelaksanaannya tidak akan membebani para guru.

Bujang menyatakan FKIP Unila dan seluruh LPTK yang ada di Indonesia sebenarnya merasa keberatan jika pembiayaan PPG dibebankan kepada guru. Menurut Bujang, ini sesuatu yang tidak adil lantaran program serupa seperti sertifikasi guru dan pendidikan latihan profesi guru (PLPG) tidak dikenai biaya.

Ia menambahkan PPG tahun ini hanya bisa diikuti guru-guru dalam jabatan yang masuk database Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama. Untuk guru SD memenuhi kualifikasi pendidikan D-IV/S-1, PPG akan berlangsung selama enam bulan. Adapun guru SMP/SMA sederajat atau guru bidang studi membutuhkan waktu satu tahun.

Bujang menjelaskan berdasarkan Kepmendiknas No. 126/P/2010 tentang penetapan LPTK penyelenggara PPG bagi guru dalam jabatan, terdapat 10 program studi di FKIP Universitas Lampung yang ditetapkan sebagai penyelenggara PPG dalam jabatan tahun 2010—2013, yaitu Pendidikan Kimia, Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Pendidikan Fisika, Pendidikan Matematika, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sejarah, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, serta Pendidikan Bahasa Inggris.

Menindaklanjuti Kepmendiknas di atas, FKIP Universitas Lampung telah melaksanakan berbagai persiapan melalui lokakarya yang melibatkan banyak pihak, seperti sekolah, Dinas Pendidikan kabupaten/kota, pimpinan fakultas, jurusan dan program studi. (MG1/S-1)

Rabu, 25 Mei 2011

55 Permaianan dalam Bimbingan dan Konseling


Buku “55 Permaianan dalam Bimbingan dan Konseling” ini dibagi ke dalam dua bagian: bagian pertama berisi materi tentang apakah permainan itu? Bagaimana fungsi dan jenis permainan? Peran Permaianan dalam Bimbingan dan Konseling? dan hal-hal yang harus diperhatikan pada permaianan dalam Bimbingan dan Konseling.

Pada bagian kedua diuraikan 55 permainan yang dikategorikan ke dalam perkenalan dan keakraban, komunikasi, kerjasama, konsentrasi, kreatifitas, pengembangan diri, kepemimpinan yang masing-masing diulas poin belajar sebagai nilai bimbingan dan konseling yang hendak dicapai serta permainan ice breaking sebagai penyegar dan penyemangat suasana.

Bahasa Indonesia: Badan Bahasa Tidak Ikut Bikin Kurikulum


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Yeyen Maryani mengakui, penyusunan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia selama ini dilakukan sepenuhnya oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan beserta Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tak pernah dilibatkan dalam penyusunan kurikulum tersebut.

Namun, kata Yeyen, pihaknya akan proaktif untuk memberi masukan agar kurikulum Bahasa Indonesia dapat lebih mudah dipahami siswa sehingga hasil akhir UN untuk Bahasa Indonesia akan lebih baik.

"Sementara ini kurikulum bahasa Indonesia dibuat di bawah Balitbang dan pusat kurikulum, kita tidak pernah diajak duduk bersama untuk membahas ini. Tapi, kami akan proaktif memberi masukan kepada kurikulum," kata Yeyen saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/5/2011).

Menurutnya, kurikulum Bahasa Indonesia sejauh ini sudah baik. Ia akan meneliti lebih dalam apakah letak kesalahan terjadi pada guru atau siswa yang sulit memahami sehingga angka ketidaklulusan mata pelajaran tersebut sangat tinggi.

"Saya kira kurikulum Bahasa Indonesia sudah bagus, mungkin saja ada pola pengajaran yang tidak nyambung dari bahasa itu antara guru dengan murid," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) berjanji akan turun tangan memperbaiki mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya siswa jenjang SMA/MA yang tak lulus ujian nasional (UN) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

Berdasarkan data Kemendiknas, Bahasa Indonesia menempati urutan kedua dengan angka tidak lulus terbanyak setelah Matematika. Tahun ini, sedikitnya sekitar 1.786 siswa atau (38,43 persen) SMA/MA yang tidak lulus UN Bahasa Indonesia.

Sumber: edukasi.kompas.com | Senin, 23 Mei 2011

Evaluasi UN Bahasa: Badan Bahasa Berjanji Akan Proaktif


JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional berjanji akan turun tangan memperbaiki mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya siswa SMA/MA tak lulus ujian nasional mata pelajaran Bahasa Indonesia tahun ini.

Kurikulum Bahasa Indonesia dibuat di bawah Balitbang dan Pusat Kurikulum. Kami tidak pernah diajak duduk bersama untuk membahas ini.
-- Yeyen Maryani

Berdasarkan data Kemdiknas, Bahasa Indonesia menempati urutan kedua dengan angka tidak lulus terbanyak setelah Matematika. Sekitar 1.786 siswa (38,43 persen) SMA/MA tidak lulus UN bahasa Indonesia.

Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Yeyen Maryani mengakui, penyusunan kurikulum mata pelajaran Bahasa Indonesia sepenuhnya dilakukan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan beserta Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemdiknas. Sejauh ini, pihaknya tak pernah dilibatkan dalam penyusunan kurikulum tersebut. Meski begitu, ia akan proaktif memberikan masukan agar kurikulum Bahasa Indonesia dapat lebih mudah dipahami siswa sehingga hasil akhir UN untuk Bahasa Indonesia akan lebih baik.

"Sementara ini kurikulum Bahasa Indonesia dibuat di bawah Balitbang dan Pusat Kurikulum. Kami tidak pernah diajak duduk bersama untuk membahas ini. Tapi, kami akan proaktif memberikan masukan pada kurikulum," kata Yeyen, Senin (23/5/2011), melalui telepon.

Menurut Yeyen, kurikulum Bahasa Indonesia sejauh ini sudah baik. Ia akan meneliti lebih dalam letak kesalahan yang terjadi pada guru atau siswa yang sulit memahami sehingga angka ketidaklulusan mata pelajaran tersebut sangat tinggi.

"Saya kira kurikulum Bahasa Indonesia sudah bagus. Mungkin saja ada pola pengajaran yang tidak nyambung dari bahasa itu antara guru dan murid," ujarnya.

Sumber: edukasi.kompas.com | Senin, 23 Mei 2011

Ujian Nasional: 70 Persen Tak Lulus Karena Bahasa Indonesia



Heru Margianto

DENPASAR, KOMPAS.com — Bukan Matematika, bukan pula Bahasa Inggris, melainkan momok para siswa yang tidak lulus di Bali justru berasal dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, yang sejak kecil telah diajarkan oleh orangtua. Ironisnya, 70 persen siswa yang tidak lulus gara-gara Bahasa Indonesia kebanyakan berasal dari sekolah negeri.

Fenomena siswa kesulitan mengerjakan soal Bahasa Indonesia ini sebenarnya bukan hal baru. Pada tahun-tahun sebelumnya juga banyak siswa yang gagal dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Usut punya usut, salah satu faktor yang menyebabkan anjloknya nilai Bahasa Indonesia karena sebagian siswa berpikir lebih baik menekuni Bahasa Inggris daripada Bahasa Indonesia karena lebih menjanjikan pada masa mendatang.

”Bahasa Indonesia kualitas dan bobot soal lebih kuat, selain itu telah terjadi euforia bilingual, yakni Bahasa Inggris, yang menurut siswa harus menonjol,” ujar Kepala Dinas Penididikan dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali Ida Bagus Anom.

"Ada juga yang menganggap bahwa pelajaran Bahasa Indonesia belum bisa menjanjikan ke depannya daripada pelajaran Bahasa Inggris," ujarnya.

Dalam ujian nasional tahun ini tak ada satu siswa pun yang meraih nilai sempurna dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Namun, menurunnya kualitas siswa dalam mengerjakan soal Bahasa Indonesia ini bukan karena lunturnya jiwa nasionalisme. "Bukan karena itu, tetapi banyak faktor yang seperti saya sebutkan tadi,” kata Anom.

Untuk tingkat kelulusan, Bali merupakan provinsi dengan nilai kelulusan tertinggi secara nasional. Dari 42.572 siswa SMA/MA/SMK yang mengikuti ujian nasional, hanya 20 siswa yang dinyatakan tidak lulus.

Sumber: edukasi.kompas.com | Senin, 16 Mei 2011

Evaluasi: Bahasa Indonesia Kalah Gengsi...


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Yeyen Maryani menilai, rendahnya sikap positif masyarakat terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia membuat mata pelajaran tersebut menjadi kalah bergengsi dengan mata pelajaran Bahasa Inggris.

Itu terkait dengan sikap positif masyarakat yang masih rendah terhadap Bahasa Indonesia. Masyarakat lebih prestisius menggunakan bahasa asing.
-- Yeyen Maryani



Sebagai bahasa sehari-hari, bahasa Indonesia seharusnya terus berkembang pesat, terutama yang terkait dengan proses pembelajaran. Atas dasar itu, para siswa dan tenaga pengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia harus terus diberikan buku-buku yang mendukung proses pembelajaran dan pemahaman pada mata pelajaran tersebut.

"Itu terkait dengan sikap positif masyarakat yang masih rendah terhadap bahasa Indonesia. Masyarakat lebih prestisius menggunakan bahasa asing. Memang tidak dilarang, tetapi dalam berbicara kita harus mengutamakan bahasa Indonesia. Sepertinya orang menganggap bahasa Indonesia kurang menjual, padahal bahasa Indonesia lambang jati diri. Kalau begini, bagaimana kita menggunakan bahasa Indonesia sebagai bentuk jati diri bangsa," ujar Yeyen kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2011).

Yeyen menambahkan, pemahaman dan penggunaan bahasa Indonesia harus diutamakan, terlebih semua telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang bagaimana kita harus mengutamakan jati diri dengan menggunakan bahasa Indonesia.

Seperti diberitakan, berdasarkan data Kementerian Pendidikan Nasional, Bahasa Indonesia menempati urutan kedua dengan angka tidak lulus terbanyak setelah Matematika. Tahun ini sekitar 1.786 siswa (38,43 persen) SMA/MA tidak lulus ujian nasional Bahasa Indonesia.

Sumber: edukasi.kompas.com | Selasa, 24 Mei 2011

Evaluasi: Bahasa Indonesia Dinilai Terlalu Sulit?

INDRA / LATIEF


JAKARTA, KOMPAS.com — Rendahnya angka kelulusan mata pelajaran Bahasa Indonesia pada ujian nasional 2011 jenjang SMA/MA dinilai akibat soal terlalu sulit. Naskah soal tergolong sulit karena lebih mengutamakan soal yang bersifat penalaran.

Demikian penilaian Sekretaris Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional Yeyen Maryani terkait rendahnya nilai ujian nasional Bahasa Indonesia. Berdasarkan data Kemdiknas, Bahasa Indonesia menempati urutan kedua dengan angka tidak lulus terbanyak setelah Matematika. Tahun ini sekitar 1.786 siswa (38,43 persen) SMA/MA tidak lulus ujian nasional Bahasa Indonesia.

"Banyak faktor yang memengaruhi rendahnya nilai ujian nasional Bahasa Indonesia. Dari informasi yang saya terima, rendahnya nilai Bahasa Indonesia akibat soalnya tergolong sulit dan lebih mengutamakan soal yang sifatnya nalar," kata Yeyen kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2011).

Akibatnya, lanjut Yeyen, siswa sulit memahami beberapa paragraf yang disajikan dalam soal ujian nasional. Sementara ketika mereka belajar atau bimbingan belajar, guru ataupun instruktur tidak memfokuskan pada soal-soal semacam itu.

"Karena dibagi dalam beberapa materi, seperti pemahaman EYD dan lain-lain," ujarnya.

Meski sampai saat ini belum bisa memastikan indikator utama penyebab rendahnya angka kelulusan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, Yeyen mengungkapkan, ada laporan dari daerah bahwa konsentrasi siswa saat mengerjakan soal Bahasa Indonesia terganggu karena sistem yang diterapkan.

"Ada laporan di daerah bahwa sistemnya juga mengganggu. Terutama karena Bahasa Indonesia diujikan pada hari pertama, banyak pejabat yang meninjau, jadi siswa-siswi menjadi tegang, mengganggu konsentrasi. Saya pikir itu hal lain yang juga memengaruhi," kata Yeyen.

Komponen lainnya, kata Yeyen, adalah kemampuan siswa secara pribadi terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia yang mungkin memang rendah.

"Tetapi, jika jebloknya nilai ujian nasional terjadi secara umum (banyak), berarti bukan karena pribadi, tetapi mungkin memang soalnya benar-benar sulit. Proses pembelajaran di kelas kurang efektif, kurikulum yang disajikan, atau faktor buku, dan bisa saja kemampuan gurunya yang kurang," ujar Yeyen.

Sumber: edukasi.kompas.com | Selasa, 24 Mei 2011
|

Selasa, 24 Mei 2011

STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung



Dasar dan Sejarah Singkat.

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Pringsewu Lampung menyadari posisi dan amanah yang menjadi tanggungjawabnya sebagai institusi Pendidikan Tinggi Islam dan kelangsungan amal usaha Muhammadiyah. Sebagai lembaga pendidikan jenjang tertinggi STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung diharapkan dapat menyiapkan pemimpin-pemimpin yang berpengetahuan untuk masa depan. Untuk itu, lembaga ini sejak awal menyatakan tidak ingin menyiapkan pemimpin yang terpisah dari yang dipimpinnya. Watak menyatu dengan umat menjadi cita kepemimpinan lembaga ini. Pemimpin berpengetahuan untuk masa depan bukan terbatas kepada pembekalan ilmu dan teknologi yang mungkin disajikan parsial, melainkan dicitakan agar dengan aksentuasi keahlian yang beragam sesuai dengan program masing-masing, tetap dalam integrasi berbagai sumber pengetahuan, yaitu: firman Allah, teori/ilmu, nilai-nilai budaya manusia, dan teknologi. Cita ilmiah lembaga ini memandang bahwa pengetahuan yang diperoleh tidak berharga bila tidak dalam tekad diamalkan sebagai perbuatan amal soleh, mengamalkan ilmu berlandaskan akidah Islam, dalam semangat akhlak mulia demi kemaslahatan umat.

Bidang garapan sekaligus pengembangan bertahap dari Caturdharma Perguruan Tinggi secara simultan dengan prioritas antartahap perlu dikerjakan. Konsolidasi mekanisme dan organisasi pengembangan program studi sesuai dengan apa yang diantisipasi tentang perkembangan ilmu masa depan perlu terus menerus kita kerjakan. Pengembangan jasa ilmiah dan jasa ilmiah dalam integrasi wahyu Allah, ilmu, nilai budaya dan teknologi perlu menjadi cita ilmiah lembaga ini. Bertolak dari landasan pemikiran tersebut, pola ilmiah Pokok STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Menyiapkan peserta didik menjadi sarjana muslim yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional, dan beramal menuju terwujudnya masyarakat utama adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian dalam rangka memajukan Islam dan meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

Adapun pedoman untuk mencapai tujuan tersebut berorientasi pada : Tujuan Pendidikan Nasional UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor : 20 Tahun 2003, Tujuan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, PP. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi, dan Qaidah Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Pringsewu Lampung sebagai Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) merupakan kelanjutan dari Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan (STIP) Pringsewu. Adapun Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan Muhammadiyah Pringsewu Lampung merupakan kelanjutan dari Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial (FIS) Universitas Muhammadiyah Jakarta cabang Teluk Betung. Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial (FIS) Universitas Jakarta cabang Teluk Betung didirikan pada tanggal 28 Februari 1968 di Teluk Betung. Pada bulan Mei 1969, semua kegiatan FIS Universitas Muhammadiyah Jakarta cabang Teluk Betung dipindahkan ke Pringsewu Lampung Selatan. Pada tahun 1973, berdasarkan peraturan Kopertis Wilayah II Jakarta Nomor: 192/KPT/II/1973 tanggal 28 Maret 1973, FIS Universitas Muhammadiyah Jakarta cabang Teluk Betung tidak menerima mahasiswa lagi. Dengan demikian, FIS Muhammadiyah Jakarta cabang Teluk Betung dinyatakan ditutup. Namun, demikian FIS Universitas Muhammadiyah Jakarta cabang Teluk Betung telah melaksanakan ujian Sarjana Muda lokal dan negara sebanyak tiga kali serta telah meluluskan Sarjana Muda Negara sebanyak 49 orang dengan Jurusan Kesejahteraan Sosial.

Dalam rangka merumuskan amal usaha Muhammadiyah, atas persetujuan Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan (STIP) Muhammadiyah Metro Lampung Tengah dengan status terdaftar pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 69/DPT/B/1973, tanggal 27 Agustus 1973, pada Tahun Akademik 1975/1976 membuka kelas jauh Jurusan Pendidikan Ilmu Sosial (FIS) di Pringsewu Lampung Selatan. STIP Muhammadiyah Pringsewu kelas jauh STIP Muhammadiyah Metro Lampung Tengah yang telah mendapat simpati dari masyarakat berupaya untuk terus mempertahankan eksistensinya, dengan persetujuan Gubernur KDH Tingkat I Lampung, Bupati KDH Tingkat II Lampung Selatan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Lampung, dan Universitas Lampung, keberadaannya diakui berdasarkan Surat Keputusan Koordinator Kopertis Wilayah II Jakarta Nomor: 42 tahun 1979 tanggal 02 April 1979, dengan sebutan STIP Muhammadiyah Metro dan Pringsewu Lampung. Selanjutnya terdaftar pada Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan, pada tanggal 27 Syawal 1399 H/19 September 1979 M, Nomor: 024/III-LP-75/1979.



Visi, Misi dan Tujuan

Visi
Terwujudnya STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung menjadi lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) Islam berstandar nasional pada tahun 2017 dengan lulusan bermutu berdaya saing tinggi mampu berperan aktif dalam pembangunan bangsa melalui catur dharma perguruan tinggi berbasis teknologi informasi



Misi

1. Melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran secara efektif.
2. Melaksanakan penelitian di bidang ilmu kependidikan dengan melibatkan semua unsur civitas akademika.
3. Melaksanakan pengabdian pada masyarakat di bidang ilmu kependidikan.
4. Melaksanakan pembinaan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan bagi segenap civitas akademika.
5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan secara berkelanjutan.

Tujuan

1. Menyiapkan peserta didik menjadi sarjana muslim yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia yang memiliki kopetensi pendidik secara utuh menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.
2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian dalam rangka memajukan Islam dan meningkatkan kesejahteraan umat manusia pada umumnya melalui jalur pendidikan.
3. Menyiapkan peserta didik yang memiliki dan menguasai ilmu pengetahuan kependidikan dan keguruan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sebagai dasar keterampilan terjun ke masyarakat dalam profesi pendidik.
4. Menyiapkan peserta didik tidak hanya menjadi sarjana pendidikan yang profesional dibidangnya namun juga mahir dalam mengeksplorasi teknologi komputerisasi dan informatika..
5. Mengupayakan konseptualisasi ajaran Islam dan Kemuhammadiyahan; dan khazanah pemikiran Islam dan Kemuhammadiyahan agar dapat diaktualisasikan secara operasional ke dalam berbagai permasalahan dan kehidupan sosial yang dinamik.
6. Mengoptimalkan peran STKIP Muhammadiyah Pringsewu sebagai Amal Usaha Muhammadiyah yang bergerak di bidang pendidikan dalam upaya penciptaan masyarakat madani, maju, dan mandiri.

Perkembangan Status PT.

STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung menyelenggarakan tiga program studi dan ketiga program studi tersebut telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dengan Surat Keputusan sebagai berikut:

1. Program Studi Pendidikan Matematika terakreditasi dengan SK Nomor: 002/BAN-PT/Ak-II/XII/1998.
2. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan SK Nomor: 07463/AK-II.1/SK/DPMS/XII/1998.

Pada periode berikutnya, yaitu pada tahun 2002 ketiga program studi terakreditasi ulang yakni:

1. Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB atau BK) SK Nomor: 012/BAN-PT/AK-IV/VI/2000 tanggal 23 Juni 2000 dengan nilai B.
2. Program studi pendidikan Matematika 009/BAN-PT/Ak.IV/2002 tanggal 20 mei 2002 dengan nilai C
3. Program studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 004/BAN-PT/Ak.IV/2002 tanggal 5 April 2002 dengan nilai C

Pada tahun 2005 ketiga program studi dalam jangka waktu hampir bersamaan telah terakreditasi dengan nilai B.
Masing-masing dari ketiga program studi tersebut adalah:

Program Studi : Pendidikan Matematika
Surat Keputusan Akreditasi : 014/BAN-PT/Ak- IX/S1/VIII/2005
Tanggal : 4 Agustus 2005
Nilai Akreditasi : B

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Surat Keputusan Akreditasi : 010/BAN-PT/Ak.- IX/S1/VII/2005
Tanggal : 7 Agustus 2005
Nilai Akreditasi : B

Program Studi : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan/ BK
Surat Keputusan Akreditasi : 015/BAN-PT/Ak- IX/S1/VIII/2005
Tanggal : 25 Agustus 2005
Nilai Akreditasi : B

Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional pada tahun 2009 ketiga program studi pada STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung mendapat perpanjangan ijin program studi dengan rincian sebagai berikut :

a. Program Studi : Pendidikan Matematika

Ijin Prodi : 2728/D/T/K-II/2009
Tanggal : 07 Juli 2009
Berlaku s.d. : 19 Agustus 2012

b. Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Ijin Prodi : 2761/D/T/K-II/2009
Tanggal : 09 Juli 2009
Berlaku s.d. : 27 Oktober 2012

c. Program Studi : Psikologi Pendidikan dan Bimbingan/ BK

Ijin Prodi : 2760/D/T/K-II/2009
Tanggal : 09 Juli 2009
Berlaku s.d. : 27 Oktober 2012


Sumber : stkippringsewu.ac.id

Minggu, 22 Mei 2011

Pendidikan Rumah dan Basis Nilai

Ketidaksempurnaan adalah ciri dari makhluk, demikianlah halnya dengan manusia. Pendidikan, adalah salah satu upaya agar manusia menyempurnakan dirinya sehingga mencapai tingkatan yang lebih tinggi dalam berbagai segi, terutama sisi ruhani. Mengapa ruhani? Karena ruhani-lah yang kelak akan kembali kepada Rabb-nya, mempertanggungjawabkan semua amalan saat manusia hidup.

Oleh karena itu, pendidikan bukan hanya soal membuat anak tahu banyak hal atau terampil menguasai berbagai keterampilan, namun juga dipastikan memiliki pedoman sebagai basis nilai. Bagi seorang muslim sudah jelas, tak ada yang pedoman tertinggi kecuali Al Quran.

Gelombang pengetahuan dari 'empat arah mata angin' kini menyerbu generasi anak-anak kita. Akan tetapi, bukankah tidak semua ilmu harus ditelan, sebagaimana tidak semua makanan yang Allah ciptakan di muka bumi ini boleh disantap semaunya. Sebagian ilmu cukup diketahui tapi tidak untuk dinikmati. Kalau kita tidak memiliki panduan, kita tak akan tahu mana kategori ilmu yang wajib diperdalam, mana yang tidak wajib, dan mana yang dilarang.

Euforia pengetahuan yang menyangkut edukasi terasa memang menumbuhkan optimisme pada banyak orang, tak terkecuali saya. Belajar dari buku-buku pendidikan yang kebanyakan berasal dari Barat banyak membuat saya tercengang, tercerahkan, sekaligus memunculkan sudut pandang baru yang membuat saya bisa melihat dengan jelas kekurangan-kekurangan yang ada pada pendidikan konvensional yang ada di negeri ini.

Setelah pencerahan itu saya peroleh, semilir ada kesadaran penting yang saya rasakan akhir-akhir ini, yaitu tentang NILAI. Semua orang pasti sudah tahu, tema pendidikan anak sangatlah krusial, sangat penting, amat sangat perlu dipelajari dan didalami. Namun seperti saya sampaikan di atas, bukan hanya soal mengajarkan pada anak-anak pengetahuan sebanyak-banyaknya atau keterampilan secanggih-canggihnya, melainkan juga stimulus agar anak-anak mampu melihat visi hidupnya di dunia ini berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan Penciptanya.

Dengan demikian, belajar jadi punya tujuan dan pelajaran pun dipilih sesuai kemashlahatan. Ilmu bertebaran di muka bumi ini. Internet menjadi perantara yang luar biasa menuju sumber-sumber ilmu. Namun, Al Quran mengajarkan satu hal penting tentang memilih, "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir,>" (Q.S Al Baqarah : 219)

Semua hal yang diciptakan Allah SWT di dunia ini pasti ada manfaatnya, namun beberapa di antaranya ternyata LEBIH BESAR MADHARATNYA (KEBURUKAN/KESIA-SIAAN) DARIPADA MANFAATNYA. Itulah saya kira rambu-rambu bagi orang-orang mukmin untuk memilih apapun di tengah peluang mendapatkan segala sesuatu di dunia ini, termasuk tentang pelajaran apa yang penting buat anak-anak, dan mana yang tidak.

Saya masih terus bermetamorfosis sebagai orang tua, dan doa saya untuk semua orang tua yang berniat ikhlas mendidik anak-anaknya untuk mencapai ridha Allah, "Semoga Allah Yang Maha Pengasih selalu menolong kita untuk selalu berada dalam petunjuk-Nya. Amin."



Jumat, 20 Mei 2011

Jadwal PLPG, Apa yang Dipersiapkan?


KONSULTASI: Jadwal PLPG, Apa yang Dipersiapkan?

PENDIDIKAN dan latihan profesi guru (PLPG) rayon 07 Universitas Lampung direncanakan dimulai 4 Juni—Oktober 2011, terdiri dari 9 angkatan. Waktu pelaksanaan tersebut ditetapkan dengan asumsi pada 23 Mei nanti data dari KSG dapat diterima. Apabila ada keterlambatan data dari KSG, PLPG dimulai pada 16 Juni 2011.

Guru yang telah memiliki form A-1 yang dikeluarkan oleh dinas dapat dipastikan mengikuti kegiatan tersebut. Sebaiknya guru harus mempersiapkan perangkat pengembangan pembelajaran (silabus, RPP, rancangan pembelajaran, media pembelajaran, LKS, dan penilaian) yang diampu oleh guru.

Oleh karena itu, peserta yang dipanggil mengikuti PLPG harus membawa (1) referensi, (2) data yang relevan dengan bidang keahlian masing-masing, (3) laptop, dan printer (dianjurkan). Guru kelas dan guru mata pelajaran membawa kurikulum, buku, referensi, contoh RPP; Guru BK membawa buku, referensi, contoh, data-data relevan.

Guru yang akan melaksanakan ibadah haji, yang sakit, dan melahirkan, agar dapat menyiapkan surat keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan. Khusus bagi guru yang akan melaksanakan ibadah haji akan dipanggil terlebih dahulu sesuai dengan kelas yang tersedia.

Guru yang masih cuti melahirkan dan masih sakit agar memberitahukan kepada panitia secepatnya sehingga dapat digantikan oleh guru yang lain. Guru yang masih berhalangan akan dipanggil kemudian setelah kesehatannya pulih. Agar guru tidak ketinggalan informasi untuk mengikuti PLPG dapat mengaksesnya di situs sertifikasi guru FKIP Unila atau dapat mengikuti berita singkat di harian Lampung Post setiap Sabtu. n

HARKITNAS: Penyelenggara Pendidikan Harus Berbasis Karakter

Sabtu, 21 Mei 2011

GUNUNGSUGIH (Lampost): Bangsa Indonesia baru benar-benar kuat dan

pembangunannya bisa maju pesat ketika para penyelenggara pendidikan bisa menjadikan usahanya berbasis karakter dengan segala dimensi dan variasinya.

"Pendidikan seperti itu mutlak kita butuhkan," kata Bupati Lamteng A.

Pairin pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-103 di Lapangan Merdeka Gunungsugih, Jumat (20-5).

Upacara dihadiri Wabup Lamteng Mustafa, Ketua DPRD Agustian Ahmad Fadilah, sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dan pelajar.

Menurut Pairin, karakter yang dibangun bukan hanya berbasis kemuliaan

diri semata, melainkan secara bersama dan menyeluruh sebagai satu bangsa. Untuk itu, cakupan basis pendidikan dimaksud tidak terbatas pada masalah kesatuan. "Tapi, secara bersamaan membangun karakter yang mampu menumbuhkan rasa ingin."

Rasa tersebut, kata Pairin, merupakan modal untuk membangun kreativitas serta inovasi dalam membangun bangsa, terutama di Lamteng. Itu pun pelaksanaan dan pengembangannya harus senantiasa bertumpu pada pilar kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Karena itu pula, Pairin mengajak para pemangku kepentingan pendidikan,

terutama kepala sekolah, guru, dan dosen, memberikan perhatian dan pendampingan lebih besar kepada anak didiknya.

"Khususnya dalam membentuk dan menumbuhkan pola pikir dan perilaku yang didasari kasih sayang, toleransi terhadap keanekaragaman, sesuai peraturan dan perundangan yang berlaku," kata Pairin. (NUD/D-3)

Tuntutan PGHM Rusak Citra Guru

Ruwa Jurai Lampost : Sabtu, 21 Mei 2011

KALIANDA (Lampost): Insentif guru honorer murni di Lampung Selatan segera dicairkan. Namun, insentif guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Honorer Murni (PGHM) Lamsel belum diketahui waktu pemberiannya.

"Untuk itu, rekan-rekan guru honorer murni hendaknya sabar. Sebab, yang namanya anggaran bantuan pasti dibayarkan jika sudah tersedia," kata Sekretaris Dinas Pendidikan Lamsel Wirham dalam jumpa pers dengan sejumlah wartawan di Kalianda, Kamis (19-5).

Menurut dia, seharusnya para guru honorer murni tidak menuntut macam-macam kepada Pemkab Lamsel. Apalagi profesi mereka adalah seorang guru yang seharusnya memberikan contoh baik, bukan menuntut macam-macam dan mengadu ke DPRD Lamsel. "Kewajiban para guru kan mengajar, tapi mereka malah menuntut yang macam-macam dan mengadu ke DPRD Lamsel. Dengan begitu, citra mereka menjadi tidak bagus," kata Wirham.

Saat ditanya berapa jumlah guru honorer murni yang tergabung dalam PGHM Lamsel, Wirham menjelaskan saat ini yang terdata 5.278 orang. Bahkan, guru honorer murni itu sama sekali belum terdata di Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Lamsel. Sebab, dengan terdatanya jumlah guru honorer murni di PGRI, PGRI bisa melakukan pengawasan terhadap mereka.

"Untuk itu, saat ini kami melakukan pendataan jumlah seluruh guru honorer murni di Lamsel, karena masih ada tiga kecamatan lagi yang belum mendata guru honorer murninya di Dinas Pendidikan," ujar dia. (TOR/D-3)

KALIANDA (Lampost): Insentif guru honorer murni di Lampung Selatan segera dicairkan. Namun, insentif guru yang tergabung dalam Persatuan Guru Honorer Murni (PGHM) Lamsel belum diketahui waktu pemberiannya.

"Untuk itu, rekan-rekan guru honorer murni hendaknya sabar. Sebab, yang namanya anggaran bantuan pasti dibayarkan jika sudah tersedia," kata Sekretaris Dinas Pendidikan Lamsel Wirham dalam jumpa pers dengan sejumlah wartawan di Kalianda, Kamis (19-5).

Menurut dia, seharusnya para guru honorer murni tidak menuntut macam-macam kepada Pemkab Lamsel. Apalagi profesi mereka adalah seorang guru yang seharusnya memberikan contoh baik, bukan menuntut macam-macam dan mengadu ke DPRD Lamsel. "Kewajiban para guru kan mengajar, tapi mereka malah menuntut yang macam-macam dan mengadu ke DPRD Lamsel. Dengan begitu, citra mereka menjadi tidak bagus," kata Wirham.

Saat ditanya berapa jumlah guru honorer murni yang tergabung dalam PGHM Lamsel, Wirham menjelaskan saat ini yang terdata 5.278 orang. Bahkan, guru honorer murni itu sama sekali belum terdata di Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Lamsel. Sebab, dengan terdatanya jumlah guru honorer murni di PGRI, PGRI bisa melakukan pengawasan terhadap mereka.

"Untuk itu, saat ini kami melakukan pendataan jumlah seluruh guru honorer murni di Lamsel, karena masih ada tiga kecamatan lagi yang belum mendata guru honorer murninya di Dinas Pendidikan," ujar dia. (TOR/D-3)

Kamis, 19 Mei 2011

Lembaga Pendukung Homeschooling, Perlukah?

Tidak menyekolahkan anak di sekolah formal, yang kini terwadahi dengan sebuah istilah 'keren' homeschooling atau home-education memang gampang-gampang menantang. Gampang karena fleksibel (anak tak perlu didesak menguasai sebuah topik pelajaran ketika belum tertarik, juga mereka tak perlu harus stres ikut ujian manakala belum siap, serta anak bisa belajar di manapun mereka merasa nyaman, entah di kasur, di teras, di dapur, di rumah pohon, dll). Akan tetapi tantangannya dan juga idealnya, orang tua mau tak mau harus memiliki rancangan kasar 'kurikulum' (sesederhana apapun) untuk menunjang pendidikan di rumah. Kurikulum itu adalah pemandu arah sehingga pendidikan yang dilakukan punya tujuan yang jelas.

Panduan itu juga sekaligus bisa mengukur seberapa besar kapasitas orang tua, sehingga bisa menjadi pemandu dan mefasilitasi anak-anak pada bidang-bidang yang telah dirancang dalam kurikulum. Jika orang tua merasa tidak punya kapabilitas, tentu bukan alasan item kurikulum dihapus, tapi orang tua bisa gunakan guru yang ahli di bidang tersebut untuk mengajar anak-anak kita. Sebuah solusi sederhana yang menurut saya tak akan ada perdebatan. Bahkan anak-anak sekolah formal pun sering akhirnya memanggil guru atau ikut bimbingan belajar tambahan jika di sekolah anak-anak masih kurang mengerti pelajaran tertentu, dan juga pasti ikut kursus lain secara mandiri di luar untuk keterampilan-keterampilan yang tidak tersedia gurunya di sekolah. Prinsipnya begitu sederhana dan tidak ada yang aneh atau asing.

Oleh karena itu, saya hanya mengingatkan diri sendiri bahwa sangat-sangat wajar jika kebutuhan beberapa orang tua terhadap lembaga pendukung homeschooling itu ada. Bukan sebuah cela saya kira, ketika orang tua yang meng-homeschoolingkan anaknya untuk menggunakan jasa bimbingan belajar/lembaga pendukung yang menyediakan bahan-bahan ajar (modul) dan bahkan tenaga pengajar untuk membimbing anak-anak mereka. Hal itu adalah sebuah realitas sosial normal zaman ini.

Akan tetapi, persoalan lain yang muncul dari lembaga pendukung ini adalah label homeschooling pada merek lembaga TANPA mencantumkan sub-nama penjelas lain yang membuat masyarakat jadi nyata jelas mengerti esensi lembaga tersebut. Misalnya saja bimbingan belajar (bimbel), meski yang diajarkan adalah sama-sama pelajaran sekolah, tapi nama mereka tidak pakai istilah sekolah, melainkan bimbel X, B, dll. Hal itu membuat masyarakat langsung mengerti perbedaannya.

Nah, sayangnya, Lembaga Pendukung Homeshooling yang hari ini ada, tidak mencantumkan sub nama penjelas tersebut. Padahal ya, kalau mau memakai istilah Lembaga Pendukung Homeschooling dan dibuat singkatan LPH misalnya, hal itu akan menjadi lebih tepat-padan dengan esensi lembaga tersebut dan saya kira tidak akan mengurangi animo orang untuk daftar jika jasa yang ditawarkan memang dianggap penting dan bermanfaat.

Mengapa Pencantuman Sub-Nama itu Menjadi Penting?
Apalah arti sebuah nama, mungkin begitu kata Sheakspeare. Namun tanpa sub-nama penjelas pada merek lembaga pendukung homeschooling terbukti membuat homeschooling jadi rancu dipahami masyarakat dan bisa berefek pada beberapa hal berikut ini:
1. Karena tidak semua masyarakat mengetahui esensi homeschooling, maka penamaan homeschooling tanpa sub nama penjelas pada lembaga pendukung, membuat masyarakat menganggap bahwa homeschooling itu ya begitulah modelnya: HARUS daftar, HARUS bayar iuran bulanan, HARUS punya uang banyak, dll, tak beda dengan sekolah formal. Tentu akhirnya, orang-orang yang tertarik menjalankan homeschooling tapi tidak mampu secara biaya, menganggap homeschooling itu mustahil bagi mereka, dan menyerah kalah pada keadaan. Padahal homeschooling bisa dilakukan secara mandiri. Bukankah Buku Sekolah Elektronik kini digratiskan? Bukankah resource homeschooling berbahasa Inggris pun kini bertebaran di internet secara cuma-cuma? (Lesson Pathways misalnya. Dan orang tua yang merasa sanggup mengajar anaknya bisa memanfaatkan fasilitas tersebut dengan mengunduhnya dari internet.

2. Meski saya tak menafikan adanya kebutuhan lembaga pendukung pendidikan anak, namun tentunya haruslah dalam koridor mencerdaskan, bukan semata komersial. Tanpa kejelasan informasi tentang apa intisari homeschooling, maka sangat mungkin muncul lembaga-lembaga pendukung berlabel homeschooling yang bahkan pendirinya pun tidak mengerti apa itu homeschooling, memberikan layanan asal-asalan, karena hanya memanfaatkan ketidaktahuan orang tua saja.

Di luar itu semua, jika praktisi/keluarga homeschooling butuh lembaga pendukung, saya kira siapapun tak akan bisa menghalangi mereka untuk mendaftarkan diri ke lembaga tersebut jika hal itu benar-benar diperlukan dan dana yang tersedia memang memadai dan rasional untuk itu. Tentang untung-rugi, saya kira para orang tua zaman sekarang sudah cukup cakap untuk menilai, apakah jasa yang ditawarkan itu menguntungkan ataukah sebaliknya. Pastikan ada free trial untuk mencegah penyesalan.

Adapun buat para owner Lembaga Pendukung Homeschooling: Please, dengan segala kerendahan hati, saya sebagai orang tua homeschooler menyarankan, cantumkan sub nama penjelas Lembaga Pendukung atau apalah yang sekiranya tepat di depan Merek Lembaga Anda supaya masyarakat tercerdaskan soal istilah ini. Jangan sampai kita secara sengaja menyamarkan pengetahuan yang terang-benderang menjadi abu-abu untuk bangsa kita sendiri.


Megenal Filsafat Pendidikan Ala Arjuna

Fachruddin



Arjuna itu seorang pendidik. Mengapa Ia digandrungi para wanita, karena Arjuna menganggap mereka sebagai peserta didiknya. pendidikan bagi Arjuna adalah memuliakan peserta didiknya. Pendidikan ala arjuna adalah pendidikan aplikatif. Ada tiga tingkatan sikap dalam mendidik ada sikap hatinurani, ada sikap berbicara dan ada sikap dengan aplikatif. Dengan sikap aplikatifnya maka Arjuna terasa tegas dan tidak ragu ragu, kalau Ya bilang Ya, kalau tidak bilang Tidak, mulai dari sini dan mulai dari kini. Para wanita mengagumi ketegasan arjuna.

Arjuna dengan kasih sayangnya tidak pernah ragu dalam bersikap, maka Ia dikagumi wanita. Wanita tidak suka kepada pria yang ragu ragu, karena sikap ragu ragu itu selain menunjukkan kelemahannya juga menunjukkan ketidak jujurannya. Orang yang tampak seperti ragu ragu adalah berarti dia menyembunyikan kebohongan dibalik keragu-raguannya itu.

Arjuna memuliakan peserta didiknya, suatu penemuan dalam proses pembelajaran adalah temuan para peserta didik yang diasuhnya. Arjuna hanya sibuk memfasilitasi agar peserta didinya mencapai temuan temuan baru. Para peserta didiknya dibuat bangga dan bersyukur atas didapatkannya temuan itu. Bagi arjuna pendidikan adalah untuk memuliakan peserta didiknya.

Ibarat seorang pesepakbola yang profesional, maka ia tidaklah perlu mencetak goal seorang diri, tetapi Ia akan mengoverkan bola kepada kawan kawannya yang lebih memungkinkan mencetak goal, sehingga kemenangan lebih segera akan tercapai.

Sumber inspirasi : Mario Teguh (Golden Ways)

Minggu, 15 Mei 2011

Kelulusan UN SMA di Lampung 99,72%


Utama Lampost : Senin, 16 Mei 2011


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Tingkat kelulusan ujian nasional SMA/MA/SMK di Lampung tahun ini mencapai 99,72%. Namun, mutu dan kredibilitasnya masih diragukan.

Jumlah peserta UN SMA/MA/SMK di Lampung tahun ini sebanyak 74.241 siswa. Dari jumlah itu, sebanyak 74.030 siswa lulus (99,72%) dan yang tidak lulus 211 siswa (0,28%). (Selengkapnya dalam tabel)

Dengan prestasi tersebut, tahun ini Lampung menduduki peringkat delapan nasional dengan tingkat kelulusan 99,22%. Pengumuman hasil UN akan diumumkan serentak hari ini, meskipun dalam suasana cuti bersama. Siswa yang tidak lulus dapat mengikuti ujian kesetaraan paket C yang akan diselenggarakan di kabupaten/kota atau mengulang UN tahun depan dengan cara mengulang kelas. "Kalau mau cepat ya ikut ujian paket C saja," kata Kepala Dinas Pendidikan Lampung Tauhidi, Minggu (15-5).

Tingkat kelulusan tahun ini sebesar 99,72% berbeda tipis dengan tahun 2010 lalu sebesar 99,83% meskipun formulasi penilaiannya berbeda. Jika tahun lalu kelulusan siswa 100% ditentukan UN, tahun ini proporsi UN tinggal 60% sementara nilai akhir sekolah 40%. Nilai akhir sekolah ditentukan dari ujian akhir sekolah 60% dan rapot 40%.

Masih Bias

Bagi kalangan pendidikan, tingkat kelulusan di atas 99% tidak terlalu mengejutkan. Mereka menilai hal terpenting bukanlah semata-mata hasil akhir berapa siswa yang lulus, melainkan dengan menciptakan iklim agar proses belajar dan pelaksanaan UN dapat berlangsung jujur.

Ketua Dewan Pendidikan Lampung Sutopo Ghani Nugroho meminta Dinas Pendidikan mengevaluasi pelaksanaan UN agar nantinya dapat berlangsung jujur dan kredibel. "Sehingga hasilnya pun tidak bias," ujarnya.

Topo mengatakan pelaksanaan UN tahun tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dewan Pendidikan menerima banyak laporan tentang pelanggaran yang dilakukan pihak sekolah. "Kelulusan di atas 99 persen itu masih bias," kata dia.

Untuk mengukur kredibilitas UN, Dekan FKIP Universitas Lampung Bujang Rahman mengusulkan adanya perbandingan peta mutu sekolah dan hasil UN. Logikanya, sekolah bagus akan memperoleh hasil yang baik, begitu pula sebaliknya. "Jika yang terjadi sebaliknya, ada tanda tanya yang besar yang harus dijawab Dinas," kata dia.

Sama dengan Sutopo, Bujang melihat hasil UN tahun ini masih bias. Itu terbukti dari masih adanya laporan kecurangan. Ia melihat sistem pengawasan UN masih lemah. "Perguruan tinggi sebagai pengawas tidak diperkenankan masuk kelas. Dengan begitu, kredibilitas UN 100% berada di guru pengawas ujian karena hanya mereka yang boleh berada di kelas," ujarnya.

Hal senada diutarakan Ketua Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Lampung Aswandi Barawi. Ia melihat banyak kecurangan baik sebelum maupun setelah pelaksanaan UN, antara lain beredarnya kunci jawaban dan oknum guru yang membantu siswa di kelas. "Kecurangannya sangat terang benderang. Kita tagih janji Kapolda untuk mengusut tuntas."

Aswandi menilai formula baru kelulusan UN dan lima paket soal yang berbeda tidak membawa dampak positif bagi upaya mewujudkan proses pendidikan yang jujur.

Namun, Ketua Musyawarah Kerja kepala Sekolah (MKKS) Bandar Lampung Sobirin menilai formula baru kelulusan cukup berpengaruh bagi persentase kelulusan siswa. "Formula ini sudah cukup adil bagi siswa, guru, dan sekolah karena seluruh tahapan prestasi siswa telah diakomodasi," kata dia. (MG1/U-1)

Peringkat SMA Se-Lampung dalam UN 2011

----------------------------------------------------------------------

No. IPA IPS Bahasa

----------------------------------------------------------------------

1. SMAN 2 Bandar Lampung SMAN 1 Pringsewu SMAN 1 Pringsewu

2. SMAN 1 Metro SMAN 5 Metro TMI Roudatul Quran

3. SMAN 1 Sekampung SMAN Kristen Metro SMAN 1 Metro

4. SMAN 1 Seputihraman SMAN 1 Sep. Surabaya

5. SMAN 1 Pringsewu SMAN 1 Metro

6. SMAN 5 Bandar Lampung SMAN 1 Gadingrejo

7. SMAN 3 Metro SMAN 1 Purbolinggo

8. SMAN 1 Purbolinggo SMAN Trimurjo

9. SMAN 1 Gadingrejo SMAN 1 Sekampung

10. SMAN Raman Utara SMAN Kartikatama Metro

----------------------------------------------------------------------

Sumber: Dinas Pendidikan Lampung

Hebat.. Tujuh Kabupaten di NTT Lulus UN 100 Persen

KUPANG--MI: Peserta ujian nasional (UN) SMA dan SMK di tujuh kabupaten di Nusa Tenggara Timur (NTT) lulus 100 persen.

Ketua Panitia UN SMA dan SMK Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (PPO) NTT I Nyoman Mertayasa mengatakan itu kepada wartawan di Kupang, Minggu (15/5).

Tujuh kabupaten itu ialah Manggarai Timur, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah, Rote Ndao, Sumba Barat, Manggarai, dan Timor Tengah Utara.

"Tahun ini banyak peserta UN dari NTT tidak lulus, tetapi prosentase kelulusannya naik dari tahun lalu. NTT juga mencatat prosentase ketidaklulusan lebih banyak karena memang peserta UN lebih banyak dari daerah lain," katanya.

Untuk peserta UN SMA, prosentase kelulusan mencapai 94,43% dari jumlah siswa peserta UN 32.532 orang atau 1.813 (5,57%) orang tidak lulus. Adapun prosentase kelulusan UN SMK sebanyak 96,44%. 12.624 orang atau 450 (3,56%) tidak lulus.

Menurut dia, pada UN 2010 misalnya, peserta UN SMA berjumlah 35.201 orang, sebanyak 18.333 tidak lulus atau prosentase ketidaklulusan 52,08%.

"Dibandingkan dengan tahun lalu, prosentase kelulusan UN tahun ini lebih baik," tuturnya. Sementara itu, pengumuman hasil UN akan dilakukan secara serentak pada Senin (16/5). (PO/X-12)

Yogyakarta Paling Jujur dalam UN


YOGYAKARTA--MICOM: Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta kembali memperoleh predikat terbaik dari seluruh provinsi di Indonesia untuk kejujuran dalam pelaksanaan ujian nasional.

"Tahun ini, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih dinyatakan sebagai provinsi yang paling jujur dalam melaksanaan ujian nasional (UN)," kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY Baskara Aji di Yogyakarta, Minggu (15/5).

Menurut dia, predikat tersebut diberikan berdasarkan penilaian dari tim independen yang tidak banyak memperoleh keluhan atau melakukan teguran selama pelaksanaan ujian nasional.

Selain itu, predikat tersebut juga dilakukan berdasarkan analisis terhadap pola jawaban peserta ujian nasional.

"Jika ada pola jawaban dengan kesalahan yang kembar, maka ada kemungkinan terjadi sesuatu yang berhubungan dengan kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional," ujarnya.

Sementara itu, berdasarkan penggabungan nilai ujian nasional dan ujian akhir sekolah, maka di Provinsi DIY terdapat 198 siswa dari 41.700 siswa Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah dan Sekolah Menengah Kejuruan yang dinyatakan tidak lulus.

Di tingkat Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, tingkat kelulusan tertinggi berada di Kabupaten Bantul mencapai 99,66% atau hanya hanya ada 15 dari 4.443 siswa yang tidak lulus.

Tingkat kelulusan tertinggi untuk Sekolah Menengah Kejuruan, juga masih dipegang oleh Kabupaten Bantul yaitu mencapai 99,88 persen atau hanya ada lima siswa dari 4.190 siswa yang tidak lulus.

Pada jurusan bahasa, seluruh peserta dinyatakan lulus, dengan rata-rata total nilai tertinggi berada di Kabupaten Gunung Kidul sebesar 48,38 dan terendah di Kota Yogyakarta 44,92.

Pada jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), rata-rata total nilai tertinggi berada di Kabupaten Bantul 47,4 dan terendah di Kabupaten Gunung Kidul 44,68.

Pada jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), rata-rata total nilai tertinggi berada di Kabupaten Bantul 46,27 dan terendah di Kabupaten Gunung Kidul 43,75.

Pada jurusan Agama, rata-rata total nilai tertinggi diraih Kota Yogyakarta sebesar 45,47 dan terendah di Kabupaten Gunung Kidul 40,72.

Sementara itu, rata-rata total nilai tertinggi untuk SMK juga dipegang Kabupaten Bantul sebesar 31,74 dan terendah oleh Kota Yogyakarta 30,38.

Sedangkan di tingkat Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMA LB), dari 17 siswa yang mengikuti Ujian Nasional, semuanya dinyatakan lulus.

"Karena ada perbedaan bobot soal dengan soal yang diujikan di SMA/MA/SMK, maka semua siswa dari SMA LB dinyatakan lulus 100%," lanjutnya.

Kriteria kelulusan berdasarkan nilai Ujian Nasional dan Ujian Akhir Sekolah adalah rata-rata 5,5 dan tidak boleh ada nilai di bawah 4,0. (Ant/OL-3)

Prosedur Penentuan Peserta PLPG Tahun 2011 Bujang Rahman

Pendidikan Lampost : Sabtu, 14 Mei 2011



Bujang Rahman
Dekan FKIP Universitas Lampung


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penyelenggaraan sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2011 dibagi dalam tiga pola, sebagai berikut:

1) Penilaian portofolio (PF)

2) Pemberian sertifikat pendidik secara langsung (PSPL)

3) Pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG)

Adapun alur pola sertifikasi guru dalam jabatan tahun 2011, sebagai berikut:

1) Guru dalam jabatan yang memenuhi persyaratan sebagai peserta sertifikasi guru pertama kali harus melakukan penilaian terhadap kesiapan dirinya dalam mengikuti uji kompetensi melalui penilaian portofolio untuk mendapatkan sertifikat pendidik. Kesiapan yang dimaksud, adalah: (1) ketersediaan dan kelengkapan dokumen portofolio yang dimilikinya, (2) telah melakukan penilaian sendiri terhadap dokumen portofolio yang dimilikinya, dan (3) memiliki kesiapan diri untuk mengikuti tes awal.

2) Berdasar hasil penilaian diri tersebut, kemudian guru melakukan pemilihan pola sertifikasi guru: pola PSPL, pola PF, atau pola PLPG.

3) Peserta yang telah siap mengikuti pola PSPL mengumpulkan dokumen untuk diverifikasi asesor rayon LPTK sebagai persyaratan untuk menerima sertifikat pendidik secara langsung. Penyusunan dokumen mengacu pada pedoman penyusunan portofolio). LPTK penyelenggara sertifikasi guru melakukan verifikasi dokumen. Apabila dokumen yang dikumpulkan peserta dinyatakan memenuhi persyaratan (MP), peserta dinyatakan lulus sertifikasi guru dan menerima sertifikat pendidik, sebaliknya apabila tidak memenuhi persyaratan (TMP), secara otomatis menjadi peserta PLPG.

4) Peserta yang siap memilih pola PF, mengikuti prosedur sebagai berikut:

a) Peserta wajib mengikuti tes awal di tempat pelaksanaan tes yang ditetapkan KSG (ICT Center). Soal tes disediakan KSG melalui Website KSG yang hanya dapat dibuka di ICT Center.

b) Peserta yang mencapai nilai/skor tes sama dengan atau lebih tinggi dari batas kelulusan yang ditetapkan KSG, peserta dinyatakan lulus mengikuti sertifikasi pola PF. Peserta yang tidak lulus tes awal secara otomatis menjadi peserta sertifikasi pola PLPG.

c) Peserta yang lulus tes awal mendapatkan bukti kelulusan dari ICT Center dan diberi waktu untuk menyusun portofolio. Fotokopi bukti kelulusan tes awal dilampirkan dalam bendel portofolio.

d) Portofolio yang telah disusun oleh peserta sertifikasi diserahkan kepada dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota dan diteruskan kepada rayon LPTK untuk dinilai asesor.

5) Peserta yang mengikuti PLPG adalah peserta dengan kriteria: (1) langsung memilih pola PLPG; (2) memilih pola PF tetapi tidak lulus tes, atau tidak lulus penilaian PF, atau tidak lulus verifikasi berkas PF; dan (3) berstatus TMP pada pola PSPL. Waktu pelaksanaan PLPG ditentukan rayon LPTK sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam rambu-rambu penyelenggaraan pendidikan dan latihan profesi guru.

PLPG bagi guru dan guru yang diangkat dalam jabatan pengawas satuan pendidikan dengan kriteria: (1) memilih langsung mengikuti PLPG (2) tidak memenuhi persyaratan PSPL dan memilih PLPG, dan (3) tidak lulus penilaian portofolio, PLPG harus dapat memberikan jaminan terpenuhinya standar kompetensi guru. Beban belajar PLPG sebanyak 90 jam pembelajaran, meliputi: 1 jam pretest, 3 jam profesionalisme, 6 jam pendalaman materi, 6 jam Paikem, media dan assessment, 2 jam penelitian tindakan kelas (PTK), 6 jam workshop PTK, 32 workshop subject specific pedagogic (SSP) untuk mengembangkan dan mengemas perangkat pembelajaran, 30 jam peer teaching, dan 4 jam ujian tulis.

Rayon 7 Universitas Lampung akan menyelenggarakan PLPG mulai awal Juni sampai dengan awal Oktober 2011 yang terbagi dalam sembilan tahap. Setiap tahapan PLPG akan dilaksanakan selama sepuluh hari. Hari pertama check in dimulai pukul 15.00. Kecuali PLPG yang dilaksanakan pada bulan Ramadan check in dilaksanakan mulai pukul 08.00. Hal ini disebabkan PLPG yang dilaksanakan dalam bulan Ramadan hanya dijadwalkan sampai sore hari. Tempat penyelenggaraan PLPG direncanakan di Wisma Unila, LPMP Bandar Lampung, LEC Metro, Wisma Bandar Lampung, MAN 1 Bandar Lampung, Hotel Sahid, dan Bapelkes Bandar Lampung. Jika ada peserta PLPG yang berhalangan secara kolektif, seperti prajabatan, ibadah hajim, dan sebagainya, Panitia Sertifikasi Guru Rayon 7 mengimbau kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabuaten/Kota untuk menyampaikan nama-nama peserta yang berhalangan tersebut, sebelum nama-nama peserta diumumkan melalui website FKIP Unila.

Peserta PLPG diharapkan untuk membawa sejumlah perlengkapan workshop seperti: laptop/komputer jinjing, alat tulis, printer, dan bahan untuk membuat media pembelajaran.

Kamis, 12 Mei 2011

PRESTASI: 5 Siswa SMAN 2 Tulis 'Buku Penting SMA'

Pendidikan Lampost : Kamis, 12 Mei 2011





BANDAR LAMPUNG (Lampost): Lima siswa SMAN 2 Bandar Lampung menulis Buku Penting SMA. Kelima siswa itu adalah Muhammad Ikhwan Hastanto, Fahrell Febbrio Giovanny, Muhammad Darmawan Cherlanda, Rinta Wulandari, dan Aisya Rachmadieny. Ikhwan, Fahrell, Darmawan, dan Rinta sedang menunggu kelulusan, sedangkan Aisya sebagai ilustrator masih duduk di kelas X.

Rinta, juru bicara tim penulis, kemarin, mengatakan buku ini berisi panduan sederhana hidup di masa SMA. Dengan bahasa yang mudah dipahami dan gaul, kelimanya memberikan kiat soal belajar, cara bergaul, kegiatan ekstrakurikuler, dan persiapan menuju perguruan tinggi.

Rinta mengatakan buku mereka dibikin dengan seleksi ketat yang diadakan editor Nazaruddin, pemilik penerbitan Good Idea, yang juga alumnus SMAN 2 tahun 1985.

Awalnya, kata Rinta, penerbit mengadakan seleksi atas ratusan draf yang masuk. Dari sana, terpilih empat karya yang dianggap layak untuk diteruskan dalam format buku.

"Alhamdulillah karya kami berempat yang terpilih. Setelah itu selama lima bulan kami menulis buku itu dengan supervisi editor Nazaruddin dari penerbit Good Idea. Karena butuh ilustrator, akhirnya terpilih siswa kelas X, Aisya," kata Rinta.

Rinta mengatakan setelah lima bulan, buku mereka terbit. Rinta menjelaskan di Bandar Lampung buku mereka akan dipasarkan bulan depan. "Memang kalau di Bandar Lampung belum. Tapi, di Jabodetabek dan Yogyakarta sudah dan penjualannya bagus. Kami juga diberi 200 eksemplar untuk belajar menjual," kata putri Syaifuddin Dany dan Mardiana ini.

Rinta menambahkan semua tim penulis dan ilustrator ini memang senang membaca dan menulis serta berorganisasi. Fahrell, kata Rinta, bahkan sempat menjadi duta Indonesia di ajang internasional Pramuka di Malaysia. Rinta sendiri sempat menjadi penyiar di Pro2 FM. Ia berharap buku mereka ini bisa menjadi bacaan yang menginspirasi semua pelajar agar berprestasi di sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. (UNI/S-2)

Selasa, 10 Mei 2011

UN SD Lebih Steril

Pendidikan Lampost : Rabu, 11 Mei 2011


BANDAR LAMPUNG (Lampost): Hari pertama ujian nasional di beberapa SD di Bandar Lampung, Selasa (10-5), berlangsung lancar. Namun, siswa mengaku kesulitan saat mengerjakan soal Bahasa Indonesia.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung Sukarma Wijaya kemarin mengatakan berbeda dengan pelaksanaan UN SMP dan SMA, UN SD berjalan lebih steril.

"Karena metode penentuan kelulusannya berbeda dan relatif anak SD masih murni, maka pelaksanaan UN SD lebih steril," kata Sukarma Wijaya saat ditemui di Kantor Wali Kota kemarin.

Dari pantauan Lampung Post di kompleks SDN Kampungsawah Lama (SDN 1, SDN 2, 3, 4, 5), Tanjungkarang Timur, Bandar Lampung, pelaksanaan UN dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul 10.00.

Suasana di kompleks sekolah ini pun terlihat steril dengan tidak diperbolehkannya pihak luar maupun wali murid memasuki area ujian. Kondisi ini diberlakukan hingga pelaksanaan UN selesai.

Kepala UPTD Dinas Pendidikan Tanjungkarang Timur Hartiwi Walawati yang ditemui saat berkunjung ke kompleks sekolah ini mengatakan pelaksanaan UN berjalan tertib dan lancar. "Pelaksanaan UN hari ini berjalan lancar, LJK (lembar jawaban komputer, red) maupun soal cukup dan sejauh ini belum ada laporan adanya kendala," kata Hartiwi.

Menurut Hartiwi, pendistribusian soal dan LJK UN sudah dilakukan mulai pukul 05.30 dan dibagikan kepada 34 SD di Tanjungkarang Timur. Adapun jumlah siswa yang mengikuti UN 2.116 orang. "Seandainya ada siswa yang tidak mengikuti UN, ada ujian susulan yang jadwalnya sudah ditentukan," kata dia.

Kepala SDN 1 Kampungsawah Lama Meysari mengatakan meskipun menggunakan format penilaian yang relatif berbeda dari tahun sebelumnya, pihaknya yakin semua siswa lulus dan bisa masuk ke SMP negeri. "Siswa yang ikut UN seluruhnya 103 orang dari 6 lokal yang kami sediakan," Ujarnya.

Sementara itu, saat ditemui usai pelaksanaan UN di SDN 1 Kampungsawah Lama, seorang siswa peserta UN, Yusuf Afandi, mengatakan meskipun cukup kesulitan menjawab soal, dia mengerjakan 50 soal Bahasa Indonesia dengan baik. "Lumayan sulit soalnya, tapi saya bisa kok," kata Yusuf.

Ia mengatakan mayoritas soal UN pernah dipelajari di sekolah dan uji coba UN. Menurut Yusuf, ada beberapa soal yang tidak dimengerti karena belum pernah dipelajari. "Tapi soalnya jelas, saya yakin bisa lulus," kata dia.

Hal senada diungkapkan Ayu Ningtyah Safitri, siswa SDN 4 Kampungsawah Lama. Menurut dia, semua soal relatif sudah dipelajari dan bisa dengan baik dikerjakan. "Tapi masih bingung dengan soal seperti sinonim atau anonim," Ujarnya.

UN akan dilaksanakan hingga Kamis (12-5). Untuk hari ini (11-5), mata pelajaran yang diujikan ialah Matematika, sedangkan besok siswa mengerjakan Ilmu Pengetahuan Alam. YAR/S-2

Senin, 09 Mei 2011

Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran

LAODESYAMRI

Pemecahan masalah adalah suatu proses penemuan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru bagi pemecah masalah (siswa). Kemampuan pemecahan masalah adalah salah satu objek tak langsung dalam belajar matematika (Bell, 1981: 119). Gagne mengemukakan belajar pemecahan masalah adalah tingkat tertinggi dari hierarkhi belajar (Bell, 1981; Hudoyo, 1988; Dahar, 1989). Selanjutnya Hudojo (Aisyah, 2007: 5-3) mengemukakan pemecahan masalah pada dasarnya merupakan proses yang ditempuh oleh seseorang untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sampai masalah itu tidak lagi menjadi masalah baginya.
Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan penting dalam matematika sekolah, karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaiannya, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah yang bersifat tidak rutin. Melalui kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematik penting seperti penerapan aturan pada masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematik, dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Pengajaran matematika di SD, juga bertujuan untuk melatih siswa memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah, diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan memecahkan masalah-masalah yang mereka jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendekatan pemecahan masalah seyogyanya menjadi bagian dari pembelajaran matematika di sekolah.
Matematika yang disajikan dalam bentuk masalah akan memberikan motivasi kepada siswa untuk mempelajari matematika lebih dalam. Dengan dihadapkan suatu masalah matematika, siswa akan berusaha menemukan penyelesaiannya melalui berbagai strategi pemecahan masalah matematika. Kepuasan akan tercapai apabila siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Kepuasan intelektual ini merupakan motivasi intrinsik bagi siswa. Dengan demikian, tampak jelas bahwa pemecahan masalah matematika mempunyai kedudukan yang penting dalam pembelajaran matematika di SD Aisyah (2007: 5-1)
Skemp (Aisyah, 2007: 5-6) mengatakan pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu pedoman mengajar yang sifatnya teoritis atau konseptual untuk melatihkan siswa memecahkan masalah – masalah matematika dengan menggunakan berbagai strategi dan langkah pemecahan masalah yang ada.
Ciri–ciri pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah adalah: a) siswa dihadapkan pada situasi yang mengharuskan mereka memahami masalah (mengidentifikasi unsur yang diketahui dan yang ditanyakan), b) membuat model matematika, c) memilih strategi penyelesaian model matematika, dan d) melaksanakan penyelesaian model matematika dan menyimpulkan. Untuk menghadapi situasi ini, guru memberikan kesempatan yang sebesar–besarnya bagi siswa untuk mengembangkan ide–ide matematikanya sehingga siswa dapat memecahkan masalah tersebut dengan baik.
Selanjutnya Sanjaya (2007: 220) mengemukakan beberapa keunggulan pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah diantaranya:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
c. Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
e. Pemecahan masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.
f. Melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran, bahwa pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku–buku saja.
g. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
h. Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
i. Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
Johson dan Rising (Syamsuddin, 2003: 224) mengemukakan beberapa alasan pemecahan masalah menjadi suatu kegiatan belajar yang paling signifikan dalam pembelajaran matematika, yaitu:
a). Pemecahan masalah adalah suatu proses untuk belajar suatu konsep baru.
Memecahkan masalah merupakan suatu cara yang sangat baik bagi siswa untuk belajar suatu konsep baru. Di dalam proses pemecahan masalah sering ditemukan suatu konsep atau prinsip yang belum pernah dipelajari. Sebagai contoh melalui suatu diskusi tentang masalah pembuktian himpunan bilangan prima adalah tak hingga (infinit), bisa menjadi suatu langkah untuk menentukan prinsip pembuktian tidak lansung dalam matematika.
b). Pemecahan masalah adalah suatu cara yang paling tepat untuk mempratekkan keterampilan komputasional .
Kebiasaan memecahkan masalah menjadi suatu latihan menggunakan konsep-konsep maupun prinsip matematika yang telah dipelajari. Hal ini perlu karena dalam belajar matematika tidak cukup hanya dengan manghafal. Setiap konsep ataupun prinsip matematika yang dipelajari perlu dipraktekan, sehingga matematika dapat bermanfaat. Hal ini dapat dicapai melalui pemecahan masalah.
c). Melalui pemecahan masalah diperoleh pengetahuan baru.
Di dalam pemecahan banyak muncul pengetahuan baru yang sebelumnya tidak pernah dipelajari. Seseorang yang terbiasa memecahkan masalah matematika akan mendapatkan manfaat yang sangat besar dengan adanya pengetahuan baru yang muncul dalam pemecahan masalah.
d). Pemecahan masalah dapat merangsang rasa keingintahuan intelektual.
Rasa ingin tahu suatu dorongan yang sangat penting dalam belajar matematika. Adanya rasa ingin tahu mendorong seseorang untuk mempelajari hal-hal yang baru. Untuk menimbulkan rasa ingin tahu dibutuhkan adanya sesuatu yang menantang. Hal seperti ini biasanya muncul bila seseorang menghadapi suatu masalah yang harus segera dipecahkan.
Untuk menerapkan pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran pemecahan masalah matematika di SD, dapat dilakukan secara klasikal maupun kelompok dengan mengikuti langkah-langkah umum pendekatan pemecahan masalah
dan langkah-langkah pembelajaran yang biasa dilakukan di SD, yaitu pendahuluan, pengembangan, penerapan dan penutup.

Sumber: http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2063169-pembelajaran-dengan-pendekatan-pemecahan-masalah/#ixzz1LrMYBBuN

FE Helat Festival Ekonomi Syariah

Pendidikan Lampost : Senin, 9 Mei 2011




BANDAR LAMPUNG—Lomba Proposal Bisnis Festival Ekonomi Syariah Tingkat Nasional Unit Kegiatan Mahasiswa Fakultas (UKMF) Rohani Islam (Rohis) Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Lampung (Unila) memasuki babak final. Bertempat di gedung Pascasarjana FE Unila, Minggu (8-5), sepuluh proposal bisnis dari beberapa perguruan tinggi berkompetisi pada babak final.

Ketua Rohis FE Unila Rahmad Adhi Pratomo mengatakan sejak Maret hingga pertengahan April, panitia telah membuka pendaftaran. Dari data yang ada, terdapat 47 proposal bisnis yang ikut dalam perlombaan.

"Dari 47 proposal tersebut, diadakan seleksi naskah yang dilihat dari kreativitas ide, realisasi bisnis, dan pemasaran usaha, sehingga terpilihlah sepuluh proposal terbaik yang layak masuk babak final," kata dia.

Rahmad mengatakan dalam babak final ini, kesepuluh peserta harus mampu mempresentasikan proposal bisnisnya di hadapan tiga orang juri, yakni Hermansyah, Dewi, dan Kurnia Perdana, yang berasal dari Enterpreneure Success Comunity. (MG1/S-2)

Dana Riset Dirjen Dikti Berkurang

BANDAR LAMPUNG—Dana riset dan penelitian pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) bagi kalangan perguruan tinggi untuk tahun ini mengalami penurunan. Demikian disampaikan Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lampung Admisyarif kepada Lampung Post di ruang kerjanya akhir pekan lalu.

Ia menginformasikan dana penelitan yang diterima Unila dari Dikti untuk penelitian mengalami penurunan, baik dana yang diperoleh dari hibah bersaing maupun dari DIPA APBN Unila 2011.

"Tahun lalu dana penelitian yang dikucurkan melalui APBN dalam DIPA Unila mencapai Rp3 miliar, tetapi tahun ini turun menjadi Rp500 juta. Pun halnya untuk dana hibah bersaing tahun ini, Unila diperkirakan hanya akan memperoleh kucuran dana tidak sampai Rp10 miliar," kata dia.

Admisyarif mengatakan penurunan penerimaan Unila ini bukan berarti menurunnya kualitas penelitian Unila, melainkan alokasi dana Pemerintah Pusat pada Dikti yang mengalami penurunan secara keseluruhan. Padahal, menurutnya animo meneliti dosen setiap tahun terus meningkat.

"Adanya tunjangan sertifikasi guru dan dosen serta tunjangan bagi para guru besar membebani anggaran Kementerian Pendidikan Nasional. Akibatnya, alokasi dana penelitian terus mengalami penurunan," ujar dia. (MG1/S-2)

Ijazah ‘Homeschooling’ Kerap Ditolak

TANGERANG—Pendidikan sekolah rumah (homeschooling) yang diakui pemerintah sebagai pendidikan informal masih didiskriminasikan. Peserta didik homeschooling di berbagai daerah belum mendapat dukungan kebijakan yang baik dari dinas pendidikan setempat.

Persoalan tersebut dikemukakan para pelaku homeschooling, baik tunggal maupun komunitas, pada acara Simposium Pendidikan Informal: Implementasi Hak Peserta Didik Jalur Informal, Sabtu (7-5), di Universitas Multimedia Nusantara, Tanggerang Selatan. Acara tersebut dilaksanakan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena).

Dian G., orang tua siswa dari Bekasi, mengatakan bahwa siswa homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan di jenjangnya lebih awal sulit melakukan akselerasi. Padahal, banyak anak homeschooling lain yang mampu menyelesaikan materi belajar di suatu jenjang pendidikan lebih cepat dibandingkan anak-anak sekolah formal.

"Anak tidak bisa ikut ujian nasional pendidikan kesetaraan karena dianggap belum tuntas belajar tiga tahun untuk siswa SMP atau SMA. Dinas Pendidikan tidak mau memahami kondisi anak-anak homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan lebih cepat," ujar Dian. Demikian dikutip dari Kompas.com. (S-2)

Minggu, 08 Mei 2011

UN Lemahkan Karakter

Pendidikan Lampost : Senin, 9 Mei 2011




BANDAR LAMPUNG (Lampost): Pemerintah sebaiknya meninjau ulang pelaksanaan ujian nasional yang dinilai bertentangan dengan semangat pembangunan karakter bangsa yang tengah digalakkan.



Demikian pernyataan tegas Rektor Universitas Muhammadiyah Lampung (UML) Agus Pahrudin pada Seminar Nasional Pendidikan menyambut milad UML ke-24 di aula kampus setempat, Sabtu (7-5). Seminar ini bertema Kontribusi pendidikan agama Islam terhadap perkembangan karakter bangsa.



Menurut Agus, pengembangan pendidikan karakter berarti menampakkan sikap yang baik kepada anak di sekolah. Sikap baik itu, antara lain jujur, sopan, amanah, sportif, dan lainnya.



Agus memaparkan beberapa kelemahan karakter yang ditunjukkan masyarakat dewasa ini, di antaranya mudah menerabas, tidak ingin hal-hal berat, gampang toleran terhadap penyimpangan, sulit melakukan budaya antre, serta perangai-perangai buruk lainnya.



"Saat pelaksanaan UN sering terjadi ketidakjujuran, pembocoran soal, serta penerapan sikap tidak baik lainnya. Pembiaran-pembiaran dan permakluman hal yang tidak baik dalam pelaksanaan UN, kontradiksi dengan muatan pendidikan karakter yang tengah digalakkan," kata dia.



Ia mengatakan dengan adanya UN, yang terjadi bukanlah pedagogi pendidikan atau pengajaran pengetahuan yang baik, melainkan demagogi pendidikan, yakni pengajaran pengetahuan yang buruk. Bahkan penghancuran nilai-nilai pendidikan.



Ia mengatakan sebaiknya pemerintah tidak perlu memaksakan diri dan malu mengambil langkah surut terkait dengan pelaksanaan UN, karena yang dikedepankan kepentingan bangsa dan generasi penerus.



"Terlebih lagi telah banyak analisis pakar pendidikan yang menyatakan pelaksanaan UN tidaklah tepat. UN adalah mekanisme pendidikan yang mengutamakan nilai dan mengabaikan proses, input, dan sarana prasarana yang berbeda di setiap satuan pendidikan," kata dia.



Terkait dengan tema utama seminar nasional hari itu, Agus menyatakan pendidikan agama memiliki kontribusi yang besar dalam membentuk karakter bangsa. Oleh sebab itu, keimanan dan ketakwaan harus menjadi inti dari karakter bangsa.



"Namun demikian, jangan diartikan pendidikan karakter dan pendidikan agama hanya milik guru pendidikan agama Islam. Pendidikan karakter merupakan tanggung jawab seluruh guru mata pelajaran," kata dia.



Ia mencontohkan ketika guru Fisika mengajarkan tentang tata surya atau alam semesta, guru dapat menyatakan bumi tidak mungkin dapat terus berutar pada porosnya jika itu ciptaan manusia. Semua keteraturan yang ada di alam semesta terjadi karena Tuhan yang menciptakan. (MG1/S-2)





FACHRUDDIN



Memahami UN dan US-pun ternyata tidak mudah. Kelulusan bagi peserta didik pada saat ini bukan “lagi” hanya berdasarkan UN, tetapi justeru US lebih dominant. Mata pelajaran yang di-UN kan itu hanya mata pelajaran yang sulit untuk diambil nilai afektifnya, karena tidak terkait langsung dengan sikap. Umpamanya Matematika, fisika, kimia, biologi dan berapa mata pelajaran lainnya. Beserta Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang diharapkan merata dikuasai oleh anak negeri ini. Sedang mata pelajaran yang memungkinkan untuk diambil nilai afektif dan psikomoriknya justeru dilaksanakan di sekolah, dengan ujiannya disebut Ujian Sekolah US. Bilai US dapat diambil sejak sianak dudukm di kelas awal, sehingga tidak ada tuduhan bahwa kelulusan tiga tahun sekolah hanya ditentukan dalam waktu tiga hari seperti apa yang dituduhkan oleh banyak pihak yang tidak sempat mengikuti perkembangan UN dan US.

Tentu lebih banyak mata pelajaran yang di US-kan, ketimbang mata pelajaran UN. Tapi hasil pengamatan Dr. Agus Oahrudin akan mencengangkan kita semua, bila seandainya pada saat pelaksanaan UN telah terjadi pembiaran terhadap kecurangan, dan bahkan peluang besar untuk mempertontonkan tindak kecurangan itu di depan peserta didik. Dan mengakibatkan pelemahan karakter, karena pada saat itu selain para pendidik kehilangan kepercayaan dan simpati dari peserta didik, juga membuat peserta didik kehilangan aeahan kejujuran.

Tetapi salahkah UN, menurut saya tidak sepenuhnya salah. Ibarat ada terjadi pengutilan di sebuah mal, ketika pembeli diberikan kesempatan untuk membuka dan memilih sendiri barang yang akan dibeli tampa pengawasan ketat dari penjaga, maka terjadilah pengutilan barang itu, dan bahkan berulang ulang. Lalu apakah mal yang harus disalahkan, seperti jangan lagi buka mal, kembali ke toko biasa, atau mengapa karyawan penjaga tidak diperbanyak, dan sebagainya. Sebetulnya mental si pengutil yang harus diperbaiki. Bukan mal nya yang ditutup.

Saya yakin kalau ada penyimpangan yang dilakukan oleh para pendidik, maka berarti ada pihak tertentu yang bersifat memaksa. Mana mungkin ada pendidik yang rela mengorbankan harga diri dan menyianyiakan kepercayaan dan simpati peserta didik dengan berbuat curang seperti itu, justeru pada akhir kahir pertemuan. Kesan buruk ini akan dibawa oleh peserta didik justeru disaat akan berpisah.



Tetapi saya juga sependapat dengan bapak rektor, bahwa pelaksanaan UN ini tetap saja harus ditingkatkan kualitasnya, dan diperkecil penyimpangannya.